Breaking News

Miras Berbahaya, Hanya Islam Solusinya 

Spread the love

Oleh. Widi Yanti 

MuslimahTimes.Com– Peredaran minuman keras (miras) di berbagai wilayah masih santer terdengar. Mulai dari kasus penjualan tanpa izin hingga mengakibatkan kematian secara tragis, baik pada usia sekolah menengah hingga orang dewasa. Sebut saja peristiwa beberapa bulan yang lalu di SMPN 3 Berbah Sleman, belasan peserta didiknya kedapatan menenggak miras. (Harianjogja.com)

Di lain tempat, polisi menetapkan lima orang tersangka kasus miras yang mengakibatkan tiga orang tewas di Makasar. Kabar terakhir Polres Mojokerto kota menemukan 10 kasus penjualan miras tanpa izin beredar di wilayahnya, dalam sebulan terakhir. Jumlah itu meningkat satu kasus jika dibandingkan bulan sebelumnya yang berhasil ditemukan 9 pengedar miras tanpa label.

Lalu kenapa fenomena menenggak miras bisa terjadi di kalangan anak remaja? Ketua Program Studi S1 Psikologi Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Annisa Warastri, mengatakan berdasarkan teori psikologi, kehidupan remaja masuk dalam fase storm and stres. Remaja itu ingin dilihat sebagai orang dewasa, meski secara emosi belum dewasa. Sedangkan bagi orang dewasa, kekalutan pikiran dengan kompleksnya permasalahan sosial ekonomi memicu untuk melampiaskan dengan cara ‘sesaat melupakan masalah’ dengan mengonsumsi miras.

Saat ini konsumen dapat memperoleh miras dengan mudah. Hal ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah. Jika dirunut, produksi miras terlaksana sejak tahun 1931 sebelum Indonesia merdeka. Pemberian izin untuk pendirian industri minuman beralkohol ini berlanjut hingga sekarang. Dalam peraturan lama Undang Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal serta turunannya yakni Perpres Nomor 39 tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka, menjadi dasar terbukanya keran investasi produksi miras dengan syarat jaringan distribusi dan tempat harus diadakan secara khusus.

Merujuk pasal 6 Perpres 10/ 2021 terdapat pengaturan tata kelola industri miras sehingga nilai ekonomis bisa maksimal dengan merambah pasar ekspor.

Dalam Lampiran III Perpres tersebut menyebutkan investasi miras hanya diperbolehkan di Provinsi Bali, NTT, Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Namun, kebijakan ini akhirnya dicabut, setelah menuai kontra ditengah masyarakat. Dari kalangan ulama mendasarkan pada standar keharamannya dalam pandangan Islam serta kemudharatan yang ditimbulkan. Hal ini pun diamini oleh kalangan politisi maupun pejabat publik melihat potensi kerusakan generasi di masa depan jika dibiarkan kebijakan ini berlanjut. Selain itu, dipandang seolah pemerintah mengedepankan kepentingan pengusaha daripada rakyatnya.

Tidak lama setelah itu, presiden menandatangani Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Dalam perpres yang ditandatangani pada 25 Mei 2021 ini, dijelaskan bahwa sejumlah ketentuan pada Perpres Nomor 10 Tahun 2021 diubah. Ketentuan mengenai industri minuman beralkohol juga diatur di Pasal 6 Perpres 49/2021. Dijelaskan bahwa bakal ada ketentuan perundang-undangan tersendiri untuk mengatur bidang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol.

Terlepas dari berbagai pengaturan di atas, data dan fakta menunjukkan minuman beralkohol menjadi salah satu sumber penerimaan cukai minuman bagi negeri ini. Kemenkeu melaporkan penerimaan cukai minuman mengandung etil dan alkohol (MMEA) mengalami pertumbuhan pada Januari-Maret 2022. Penerimaan cukai MMEA tercatat mencapai Rp1,6 triliun pada periode kuartal I 2022, menandai pertumbuhan 25,15% (year on year/yoy). Pada periode yang sama tahun 2021, penerimaan cukai ini mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya. Menurut Kemenkeu, penerimaan cukai MMEA pada kuartal I 2022 didukung oleh peningkatan produksi, khususnya dari dalam negeri. (katadata.co.id)

Kebijakan yang diambil pemerintah untuk sekadar mengatur tidak melarang adanya miras menunjukkan bahwa peran untuk melindungi jiwa warga negara diabaikan. Max Griswold, salah satu peneliti dari Institute for Health Metrics and Evaluation, yang dikutip oleh The Independent, menyebutkan bahwa penelitian menjelaskan bahwa konsumsi alkohol secara substantif berdampak pada kesehatan yang buruk. Itu berlaku di seluruh dunia. Penelitian itu mengestimasi bahwa mengonsumsi alkohol sekali dalam sehari dapat meningkatkan risiko kanker, diabetes dan tuberkulosis.

Paradigma berpikir berdasar asas manfaat dan materi menjadi penyebab abainya penguasa terhadap rakyatnya. Gambaran penerapan sistem kapitalis yang meniadakan peran agama dalam kehidupan. Tidak mengembalikan penyelesaian masalah bersumber pada Sang Pembuat Hukum.

Islam sebagai pandangan hidup, memastikan bahwa miras mendatangkan banyak kemadaratan. Bahayanya sedemikian rupa, tidak hanya bagi diri pribadi namun banyak peristiwa mengenaskan terjadi akibat konsumsi miras. Syaikh Ali ash-Shabuni dalam Tafsir Ayat al-Ahkam Min al-Qur’an mengatakan bahwa tidak pernah disebutkan sebab keharaman sesuatu melainkan dengan singkat. Namun, pengharaman khamr (miras) disebut secara terang-terangan dan rinci. Allah Swt menyebut khamr (dan judi) bisa memunculkan permusuhan dan kebencian di antara orang beriman, memalingkan Mukmin dari mengingat Allah, melalaikan shalat. Allah Swt juga menyifati khamr dan judi dengan rijs[un] (kotor), perbuatan setan, dan sebagainya.

Islam melarang total semua hal yang terkait dengan miras (khamr) mulai dari pabrik dan produsen miras, distributor, penjual hingga konsumen (peminumnya). Rasul saw. bersabda:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى اْلخَمْرِ عَشَرَةً: عَاصِرَهَا وَ مُعْتَصِرَهَا وَ شَارِبَهَا وَ حَامِلَهَا وَ اْلمَحْمُوْلَةَ اِلَيْهِ وَ سَاقِيَهَا وَ بَائِعَهَا وَ آكِلَ ثَمَنِهَا وَ اْلمُشْتَرِيَ لَهَا وَ اْلمُشْتَرَاةَ لَهُ

Rasulullah saw. telah melaknat terkait khamr sepuluh golongan: pemerasnya; yang minta diperaskan; peminumnya; pengantarnya, yang minta diantarkan khamr; penuangnya; penjualnya; yang menikmati harganya; pembelinya; dan yang minta dibelikan (HR at-Tirmidzi).

Dalam kitab, Siyar al-Muluk, diceritakan, ketika penguasa Bani Saljuk menenggak minuman keras bersama punggawa kerajaan, maka mereka pun didera oleh Qadhi Hisbah sebanyak 40 kali cambukan, hingga menanggalkan giginya. Menariknya, punggawa itu adalah salah seorang komandan militer. Ketika dicambuk, tak satupun anak buahnya membantunya, selain melihatnya.

Nabi saw. menyebut khamr sebagai ummul khaba’its (induk dari segala kejahatan):

اَلْخَمْرُ أُمُّ الْفَوَاحِشِ، وَأَكْبَرُ الْكَبَائِرِ، مَنْ شَرِبَهَا وَقَعَ عَلَى أُمِّهِ، وَخَالَتِهِ، وَعَمَّتِهِ

Khamr adalah biang kejahatan dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamr bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya dan saudari ayahnya.” (HR. ath-Thabarani)

Dengan demikian Islam menunjukkan tidak sekadar mengatur ibadah saja, namun mempunyai sistem sebagai solusi atas problematika umat. Butuh institusi pelaksana hukum-hukumnya, yaitu dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah.