Breaking News

Narasi Buruk Islamophobia dalam Irama Gambus

Spread the love

Oleh. Rut Sri Wahyuningsih

(Institut Literasi dan Peradaban)

Muslimahtimes.com – Siapa tak kenal Nisa Syaban, vokalis grup Syaban Gambus, yang konsen dengan musik beraliran Timur Tengah. Mereka fokus pada musik bergenre gambus, musik Jazirah Arab. Didirikan sejak awal 2017. Berawal dari sering mengisi acara pernikahan hingga akhirnya memilih YouTube sebagai media promosi mereka.

Album pertama mereka dirilis pada 23 Mei 2018 yang bertajuk Ya Maulana ‘meledak’, hingga orang yang antimusik berbau-bau Arab justru berbalik suka hingga mengoleksinya. Grup band ini juga sering mengcover lagu-lagu islami. Salah satu lagu coveran mereka yang viral adalah Istri Rasullah.

Seperti biasa, jika ada sesuatu yang viral, maka rumah produksi film akan terus menguntitnya dan hal inipun terjadi pada grup Sabyan Gambus. Produser Millenial Pictures, Putut Wijanarko tertarik dan menuangkan perjalanan band mereka dalam sebuah film.

Sebanyak 80 persen kisah nyata mereka sukses diabadikan Amin Ishaq sebagai sutradara. Film ini pun telah tayang di bioskop pada 27 Juni 2019 lalu. Band ini banyak menginspirasi anak muda, mereka menjadi ikon generasi millenial, yang modern tapi islami. Tak heran jika sejumlah penghargaan mereka terima diantaranya Musik Indonesia 2018 dan 2019 sebagai Karya Produksi Lagu Berlirik Spiritual Islami Terbaik dan Pendatang Baru Paling Ngetop di ajang penghargaan SCTV Music Awards 2019.

Namun, sederet prestasi gemilang seolah hilang begitu saja saat Nisa Syaban tersandung kasus. Netizen mencaci, membully, membuka aib dan bahkan memviralkannya di media sosial. Tak ada lagi tabbayun ataupun saling menjaga kehormatan sesama Muslim. Yang lebih miris saat dikaitkan dengan kerudung sebagai simbol kemuslimahannya.

Selingkuh ataupun perbuatan maksiat lainnya bukanlah semata salah pribadi manusia. Adakalanya karena rangsangan dari luar, terutama aturan yang berlaku di dalam masyarakat itu. Negeri kita meskipun mayoritas beragama Islam namun tidak dengan sistemnya. Masih sekular, bahkan cenderung pobhia Islam dan ajarannya.

Masih ingat kasus SMAN 2 Padang, revisi buku-buku pelajaran PAI di semua jenjang oleh Kemenag, pelarangan tayangan film animasi anak Nussa Rara, sertifikasi dai dan lain-lain. Kemudian disahkannya UU RAN PE, UU ITE yang juga menyasar Islam sebagai agama yang sempurna. Hal tersebut merupakan narasi buruk kafir Barat, seolah Islam dan ajarannya menjadi biang keladi seluruh persoalan negeri ini.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang susah, Allah akan mudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya.” [HR. Muslim, no. 2699]

Sekularisme memang kian parah, menghasilkan kerusakan multidimensi. Negara seharusnya hadir sebagai penghilang kerusakan itu dengan mengadakan edukasi yang berimbang. Negara pula yang seharusnya menjadi penerap syariat, sebab maqasid syariah atau tujuan akhir diterapkannya syariat adalah mencapai keridaan Allah Swt.

Dengan melaksanakan syariah-Nya di muka bumi ini, baik sebagai pedoman hidup individual, hidup berkeluarga, maupun hidup bermasyarakat, maka kemaslahatan dan keberkahan dunia akhirat akan tercapai. Segala persoalan yang membelit kaum Muslim akan terselesaikan dengan baik dan bukan menjadi bulan-bulanan masyarakat.

Dalam hadis Rasulullah di atas, sangat jelas bahwa Allah akan menolong hamba-Nya yang menolong saudaranya. Namun hari ini sangatlah sulit diwujudkan. Sebab para penguasa pun tidak memberikan contoh itu. Lihatlah bagaimana perlakuan mereka kepada ulama. sungguh bisa menggambarkan bahwa mereka tak cinta ilmu, tak cinta penyampai kebenaran. Kekuasaan yang mereka miliki bukan dianggap amanah namun alat untuk memuaskan nafsu pribadi dan melayani tuan-tuan pemilik modal.

Imam Al Ghazali mengatakan, “Imarat ad dunya wa kharabuha min al mulk.”Berarti “Kelestarian dan kehancuran dunia sangat ditentukan oleh para penguasa”. Menurutnya, pemimpin harus sadar betul bahwa kekuasaan merupakan amanah Allah swt. Pemimpin yang selalu rindu dengan nasihat para ulama akan menumbuhkan buah keadilan bagi rakyatnya. Ulama yang dimaksud oleh Imam Al Ghazali adalah ulama yang benar-benar ikhlas.

Jika ada rakyatnya yang bodoh dalam agama, hingga kemudian tak menjalankan syariah karena kebodohannya, bahkan hingga berbuat maksiat, tentu yang kita pertanyakan adalah bagaimana pemimpinnya. Wallahu a’ lam bish showab.