Breaking News

Nasib Malang Sang Pahlawan di Negeri Kaya Membentang

Spread the love

 

Oleh : Ifa Mufida (Praktisi Kesehatan Kota Malang)

 

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, memang menjadi julukan pahlawan pendidik di Negeri Kita. Iya, mereka adalah guru-guru, sang pencetak Generasi. Berbicara tentang Pencetakan Generasi masa depan maka tak bisa dilepaskan dari peran Guru dalam proses pendidikan. Di sekolah, guru lah yang memberikan bimbingan dan pengajaran kepada anak bangsa. Maka, di pundak para guru lah sebenarnya kualitas generasi mendatang dipertaruhkan. Meski tidak bisa dipungkiri, kurikulum pendidikan berperan besar terhadap proses pendidikan, akan tetapi keseriusan proses mendidik yang diberikan seorang guru tidak bisa dipandang remeh. Maka sudah sepantasnya lah mereka mendapatkan pengahargaan yang begitu mulia baik dari penghargaan moril dan penghargaan secara materi untuk menjamin kehidupan mereka.
Indonesia adalah Negeri yang Kaya Raya. Sepanjang bentang pulau-pulau nya, di sana banyak sekali ditemukan mineral-mineral dan bahan tambang yang memiliki nilai yang mahal. Negara ini punya pertambangan emas terbesar dengan kualitas emas terbaik di dunia yang sekarang dikelola oleh PT Freeport. Negara ini juga punya cadangan gas alam terbesar di dunia tepatnya di Blok Natuna. Negara ini juga punya hutan tropis terbesar di dunia. Hutan tropis ini memiliki luas 39.549.447 Hektar, dengan keanekaragaman hayati dan plasma nutfah terlengkap di dunia. Selain itu, memiliki lautan terluas di dunia, dikelilingi dua samudra, yaitu Pasific dan Hindia hingga tidak heran memiliki jutaan spesies ikan yang tidak dimiliki negara lain. Negara ini memiliki tanah yang sangat subur, karena memiliki banyak gunung berapi yang aktif menjadikan tanah di negara ini sangat subur. Terlebih lagi negara ini dilintasi garis katulistiwa yang banyak terdapat sinar matahari dan hujan. Yang terakhir, negara ini punya pemandangan yang sangat eksotis dan lagi-lagi tak ada negara yang bisa menyamainya. Bisa dibayangkan, jika ini dikelola dengan baik oleh Negara, maka pasti sejahteralah rakyat Indonesia, termasuk Guru sang pahlawan Kita?
Oh tidak, faktanya tidak demikian. Cerita pilu kerap menyertai pahlawan tanpa tanda jasa ini. Yang sering terdengar, para guru ini hanya bergaji ratusan ribu rupiah. Bukan hanya itu, kebanyakan dari mereka juga mengabdi hingga puluhan tahun. Gaji untuk Guru Honorer tak lebih dari 400-700 ribu per bulan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat hampir setengah dari jumlah guru di Indonesia ternyata masih berstatus tenaga honorer K2. Menurut bapak Menteri Kemedikbud, banyaknya jumlah tenaga guru honorer disebabkan oleh kurangnya tenaga pengajar berstatus PNS di Indonesia. Sehingga Dinas Pendidikan di daerah maupun kepala sekolah memilih mengangkat tenaga honorer sebagai pengajar supaya proses pembelajaran tak terhambat (cnnindonesia.com). Demikianlah, demi keberlanjutan proses pendidikan anak negeri akhirnya banyak guru yang direkrut meski statusnya masih honorer, walaupun dengan gaji yang sangat tidak layak.

Maka pantaslah jika pada peringatan hari Guru di Indonesia tahun ini banyak diwarnai dengan demo-demo dari para guru honorer yang menuntut kejelasan nasib mereka. Demo ini pun terjadi di berbagai daerah Indonesia. Yang dituntut mereka hanya, yakni menunut kejelasan nasib mereka baik secara status dan gaji yang layak. Ini sebenarnya tuntutan yang tak perlu mereka ajukan, karena sudah menjadi hak mereka yang harus dijamin oleh Negara. Akan tetapi, pada momen yang sama yakni pada peringatan Hari Guru Nasional, Bapak Presiden belum menetapkan kejelasan nasib yang mereka tuntut. Ucapan terima kasih sudah diberikan, namun seolah itu hanya basa-basi. Karena janji untuk mensejahterakan mereka sebenarnya harus dipikir secara nyata. Dianggarkan dari awal berapa besaran pengeluaran untuk menggaji mereka, pun juga sumber pendapatan nya. Termasuk status yang jelas, karena selama ini guru sudah dibebani dengan segudang tupoksi yang cukup menyita waktu mereka.

Kakayaan alam Indonesia yang begitu melimpah ternyata tidak berkorelasi dengan kesejahteraan guru kita. Memang, karena kekayaan yang melimpah ternyata tidak dikelola oleh negara secara mandiri untuk dikembalikan kepada rakyat. Sebaliknya, kekayaan itu sebagian besar justru dikuasai asing dan segelintir konglomerat Indonesia. Sekali lagi rakyat menggigit jari. Inilah nasib negeri yang berpijak kepada kapitalisme. Sangat berbeda dengan pengaturan dalam sistem Islam, sistem yang berasal dari wahyu Ilahi.

Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum, antara lain untuk menjamin pembiayaan dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api” (HR Ibnu Majah).

Demikian, Islam tak hanya mengurusi masalah ibadah hamba kepada Robbnya saja. Namun mengatur seluruh permasalahan manusia yang lain, baik menyangkut dengan dirinya sendiri ataupun dengan orang lain. Selain pengaturan di bidang ekonomi, Islam juga memberikan perhatian yang besar dalam bidang pendidikan. Karena dalam Islam pendidikan termasuk dalam kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi. Dan menjadi kewajiban bagi setiap muslim.

Islam sangat memuliakan Guru, sebagai pendidik generasi penerus. Sepanjang sejarah penerapan Islam, guru diberikan penghargaan setinggi-tingginya. Mereka di perlakukan dengan baik dan diayomi. Segala macam kebutuhannya di fasilitasi oleh negara, bahkan tanpa segan-segan hadiah akan diberikan dengan cuma-cuma manakala Sang guru telah berhasil membuat karya yang dibukukan. Hadiah tersebut adalah emas, besarnya disesuaikan dengan berat dari buku yang berhasil ditulisnya. Subhanallah sungguh penghargaan yang luar biasa.
Belum lagi jika kita membicarakan gaji seorang guru. Di masa Umar bin Khattab ra beliau sangat peduli terhadap dunia pendidikan. Pada masanya, beliau selalu antusias dalam hal meningkatkan mutu pendidikan bagi generasi Muslim. Salah satu langkah yang dijalankan pada masa Khalifah Umar adalah menetapkan besaran gaji bagi setiap pengajar. Besarnya gaji guru adalah sebanyak 15 dinar untuk setiap bulannya. Dinar merupakan mata uang yang terbuat dari logam mulia, yaitu emas. Besarnya satu dinar setara dengan 4,25 gram emas. Jika kita kalkulasikan dengan perhitungan emas di masa sekarang (1 gram bernilai Rp 500.000,00) maka 1 dinar setara dengan Rp 2.125.000,00. Maka dapat kita perkirakan gaji seorang pahlawan tanpa tanda jasa tersebut sekitar Rp 31.875.000,00.

Sungguh nilai yang sangat luar biasa. Jika kita bandingkan dengan gaji guru di zaman milenial, maka akan sangat berbeda sekali. Kesejahteraan guru sejatinya hanya akan terwujud manakala sistem yang ada adalah sebuah sistem yang mampu menghargai peran dan fungsi guru seutuhnya. Tentunya hal tersebut hanya bisa diterapkan jika sistem yang ada sesuai pada hakikat manusia, sesuai dengan fitrahnya. Hanya dengan sistem Islam yang mampu menjadikan pendidikan sebagai tonggak awal dari peradaban serta mampu mencetak generasi yang tangguh.

Dengan demikian sudah saatnya kita kembali kepada Islam. Hanya dengan memegang teguh syariat Islam, segala problematika kehidupan saat ini bisa terselesaikan. Allah telah menjamin kesejahteraan umat yang bertakwa kepada-Nya sebagaimana firman dalam QS.Al A’raaf:96 berikut.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”
Allahua’lam bi showab.

Leave a Reply

Your email address will not be published.