Breaking News

Paradoks Kebijakan Pencegahan Penularan Covid

Spread the love

Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd

Muslimahtimes– “Ramai pengunjung mal jelang lebaran abai protokol kesehatan.” (cnnindonesia.com, 4/5/2021)

Begitu bunyi headline di salah satu portal online ternama. Tidak bisa dimungkiri, pusat perbelanjaan di kota-kota besar di Indonesia ramai dibanjiri pengunjung menjelang lebaran 2021 ini. Di Bandung, pengunjung Pasar Baru Trade Center mencapai 10.000 orang. (Ayobandung.com, 3/5/2021)

Tanah Abang Jakarta diperkirakan dikunjungi oleh hampir 100.000 orang pada hari Minggu kemarin. (news.detik.com, 2/5/2021)

Hal serupa pun terjadi di kota besar lainnya. Hanya berbekal masker, pengunjung memberanikan diri berjubel demi berbelanja keperluan hari Raya.

Menyoal Kesadaran Individu

Pemandangan yang sungguh mengkhawatirkan. Apa jadinya jika ada Orang Tanpa Gejala di tengah pengunjung yang berjubel itu? Klaster covid yang besar akan muncul. Na’udzubillah.

Hari Raya memang hari yang spesial. Momen merayakan kemenangan setelah sebulan berpuasa menahan lapar dan dahaga. Selain itu, hari Raya juga jadi momen untuk membeli pakaian, sepatu, sendal, dan lainnya yang baru. Karena, bagi sebagian orang yang mendapatkan tunjangan hari Raya, momen inilah saatnya mereka berbelanja kebutuhan sandang baru. Selain ini, justru tak bisa berbelanja karena tak ada THR di bulan lainnya.

Hanya saja, seharusnya diingat bahwa kondisi kita pun sedang tidak baik-baik saja. Kita masih di tengah pandemi. Bahaya besar mengancam kita dan orang lain jika kita tidak hati-hati. Kematian bisa menghampiri.

Sayang seribu sayang, edukasi tentang pandemi tak sampai utuh pada masyarakat. Masih ada yang menganggap pandemi hoax, konspirasi, dan lainnya. Sehingga terkesan meremehkan kondisi pandemi yang ada.

Public Distrust

Kondisi kesadaran masyarakat pun diperparah dengan adanya public distrust. Yakni ketidakpercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Bagaimana tidak? Di satu sisi pemerintah melarang masyarakat untuk mudik, namun di sisi yang lain justru menganjurkan untuk berbelanja dan berpariwisata. Padahal, semuanya berpotensi menimbulkan kerumunan.

Fakta ratusan WNA yang dibiarkan masuk ke Indonesia pun semakin membuat rakyat mempertanyakan, bukankah ada resiko para WNA ini membawa covid varian baru yang lebih ganas? Belum lagi menyoal sanksi yang diberikan, seolah tebang pilih. WNA diijinkan masuk, rakyat diberi sanksi berat.

Buruknya penanganan pandemi dalam hal test, tracing dan treatment pun turut menurunkan bahkan menghilangkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Apalagi rakyat sudah hafal gurita korupsi yang kian menjadi. Dana bantuan sosial pandemi pun tega dikorupsi, tanpa penanganan yang berarti.

PR besar bagi pemerintah, karena kunci utama suksesnya penanganan pandemi adalah kepercayaan masyarakat atas kebijakan pemerintah. Kepercayaan akan menghasilkan sinergi antara rakyat dan penguasa. Sehingga pandemi bisa teratasi.

Wajah Buruk Kapitalisme

Inilah wajah sistem kapitalisme materialisme. Tolok ukur pada aktivitas, kebijakan distandarkan pada manfaat dan keuntungan materi. Seolah materi lebih berharga dari nyawa rakyat sendiri.

Negara pun hanya bersifat sebagai regulator, bak mandor yang menyerahkan tanggungjawab mengurusi rakyatnya pada swasta. Wajar dalam praktiknya kebutuhan tidak terdistribusi secara merata.

Penguasa pun sibuk menyenangkan diri dan stakeholdernya, para kapital. Rakyat dibiarkan terlunta-lunta sendiri. Berjuang memenuhi kebutuhan hidupnya ditengah himpitan pandemi. Sementara kebijakan tak ada yang berpihak pada rakyat sendiri. Lahirnya UU Ciptaker, pencabutan berbagai subsidi atas nama kemandirian, dll.

Islam Solusi

Sunnguh islam telah Allah turunkan menjadi solusi bagi ragam permasalahan kehidupan. Termasuk permasalahan pandemi dan bernegara. Dengan bekal iman dalam dada selalu menjadi penjaga, agar tidak ada rakyat yang terzalimi karena sekecil apapun kebijakan yang dikeluarkan penguasa.

Maka, lahirlah sosok Umar yang rela berpatroli sepanjang malam, mengetuk rumah rakyat yang kelaparan hingga memikul sendiri sekarung gandum dan lauknya. Tak hanya itu, dengan tangannya sendiri, sang amirul mukminin rida memasakkan makanan untuk rakyatnya.

Penguasa seperti ini akan dipercaya oleh rakyatnya. Karena takutnya pada Allah lebih besar daripada takutnya pada makhluk. Berlemah lembut pada rakyat dan keras pada musuh. Hal ini akan menimbulkan cinta dalam diri rakyat terhadap penguasa. Sehingga rakyat akan taat atas kebijakan apapun yang diberikan penguasa untuknya. Karena rakyat tahu, penguasa yang taat pada Allah takkan berani menzalimi.

Sinergi yang didukung dengan politik dan ekonomi yang kuat akan membuat pandemi bisa teratasi dengan baik. Seperti yang pernah terjadi saat Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan.

Masihkah kita berharap pada kapitalisme ini? Sudah saatnya kita beralih pada solusi hakiki yang datang dari ilahi dan membawa keberkahan bagi semua lapisan masyarakat, yakni islam kafah.

Wallahua’lam bish shawab.