Breaking News

Pasien Covid Padat, Anggaran Nakes Malah Tersendat

Spread the love

Oleh. Zidniy Ilma

Muslimahtimes.com – Pandemi Covid-19 di Indonesia telah berlangsung selama lebih dari satu tahun. Data terakhir, Jum’at, 03 Juli 2021, kasus positif telah mencapai 2.228.938 kasus. Pasien meninggal 59.534 orang. Dilansir dari website resmi Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, ada 29 kota atau kabupaten yang termasuk zona merah, 339 kota atau kabupaten di zona oranye, dan zona kuning ada 121 kota atau kabupaten, data 13 Juni 2021. Tentu data ini telah berubah, melihat kondisi pandemi yang semakin tak terkendali.

//Covid-19 Everywhere//

Begitu banyak rumah sakit di Indonesia yang kewalahan menghadapi pandemi ini. Setiap harinya akan selalu ada pasien baru yang datang. Bahkan tak jarang mengalami kekurangan tempat dan tenaga. Seperti yang terjadi di Bekasi. Rumah Sakit Umum Daerah Chasbullah Abdulmajid memasang tenda darurat untuk menampung pasien di halaman rumah sakit tersebut. Tenda darurat dadakan ini digunakan untuk skrining dan menunggu hasil tes untuk menentukan pasien bersangkutan positif Covid-19 atau tidak. “Begitu pasang tenda malam, paginya sudah penuh dengan 30 tempat tidur. Fungsi tenda itu untuk mengurai pasien terinfeksi Covid-19 atau tidak,” kata Kusnanto Saidi selaku Direktur RSUD Chasbullah Abdulmajid. Tak hanya membuat tenda darurat dadakan, mereka juga terpaksa mengubah ruang IGD menjadi ruang rawat inap pasien Covid-19. Dengan diubahnya IGD menjadi ruang rawat inap, yang sebelumnya RSUD Kota Bekasi memiliki 265 tempat tidur, kini bertambah menjadi 365 tempat tidur perawatan dan sudah terisi semua dengan 368 pasien Covid-19. (Kamis, 24/6/2021). Sekaligus dikatakan bahwa mereka mendapat tambahan tenaga sukarelawan guna membantu pihak rumah sakit yang mengalami titik jenuh, lelah menangani Covid-19.

Setelah dari Bekasi, sekarang kita menuju bagian tengah wilayah Indonesia, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), tepatnya Kota Bima. Puskesmas (PKM) Parado baru saja mengetahui bahwa salah seorang dokter dan 16 tenaga kesehatannya terjangkit Covid-19. Berawal dari sang dokter yang merasa mengalami gejala Covid setelah dirinya selesai menangani pasien. Ia pun melakukan swab dan diikuti oleh 40 orang yang memiliki kontak erat dengannya. Diketahui bahwa tes swab dokter menunjukkan hasil positif beserta 16 tenaga kesehatan lainnya. Dikarenakan banyak yang positif, Kepala Puskesmas Parado, H Agus menutup pelayanan di PKM selama 5 hari ke depan dan dialihkan ke PKM Monta. Kemudian Agus mengimbau kepada pegawai yang terpapar untuk isolasi mandiri di rumah. Hanya dokter yang diisolasi di RSUD karena kondisinya melemah.

Kini saatnya mengungkap kondisi di bagian timur Indonesia, yaitu Papua. Berdasarkan data Satgas Covid-19, Papuan menjadi salah satu provinsi dengan tingkat penularan cukup tinggi. Tercatat hingga Kamis (24/6) jumlah kasus positif di Papua sudah mencapai 20.767 kasus. Dari sebelumnya tanggal 4 Juni, 877 kasus. Jadi diperkirakan bahwa di Papua terdapat setidaknya 100 kasus positif Covid per harinya. Belum lagi dikatakan bahwa pemerintah Papua mengindikasi varian delta telah masuk ke wilayahnya. Tentu ini menambah PR mereka, dikarenakan varian baru delta penyebarannya lebih masif dibanding varian-varian lainnya.

//Anggaran RS dan Nakes Seret//

Dari pemaparan data diatas, ditambah berbagai berita di media, menyadarkan kita bahwa Covid-19 memanglah nyata, bukan rekayasa semata. Virus ini tidak pilih-pilih tempat. Semua berpeluang kena selama tidak mematuhi protokol kesehatan dan juga penanganan yang asal-asalan. Ditambah fasilitas dan tenaga kesehatan yang tidak memadai, sedangkan pasien terus berdatangan setiap harinya. Sedari awal pemerintah sudah menganggap remeh pandemi ini, sekarang setelah situasinya seperti ini, merasa kewalahan dan merasa lelah untuk membenahi semuanya.

Di tengah-tengah kondisi yang seperti ini, dimana Covid-19 semakin masif penyebarannya, justru pembayaran insentif nakes malah mengalami kemacetan. Tenaga kesehatan (nakes) yang merupakan garda terdepan dalam menangani pandemi ini mengaku belum mendapat insentif sejak Januari. Ketua Satgas Covid-19 DPP PPNI, Jajat Sudrajat mengatakan bahwa pihaknya mendapat banyak keluhan dari rumah sakit rujukan Covid-19. Bahkan Jajat membeberkan bahwa ada rekannya yang belum menerima insentif nakes di tahun 2020 lalu. “Insentif perawat di RS rujukan Covid-19 (RS Bahteramas) belum terbayarkan dari bulan September – Desember 2020,” ujar rekan Jajat melalui pesan yang diteruskan kepada detikcom. Di Kuningan, masalah insentif nakes ini bahkan rata-rata belum menerima selama 8 sampai 10 bulan. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan, Susi Lusianti menuturkan bahwa insentif nakes Covid-19 terakhir diberikan pada September 2020.

Nakes berharap, insentif ini bisa cepat diterima dan tidak tersendat lagi. Karena selain lelah menangani pasien yang membludak, para nakes juga harus berjuang lebih untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Mochamad Ardian Noervianto menyatakan bahwa faktor penyebab macetnya pembayaran insentif nakes diantaranya karena adanya keterlambatan pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran – satuan kerja perangkat daerah (DPA – SKPD). “Kurangnya koordinasi Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan Dinas Kesehatan belum melakukan pertanggungjawaban atas penggunaan insentif bagi tenaga kesehatan,” papar Ardian (Jum’at 18/6). Ardian juga menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan upaya guna mendorong percepatan penyerapan APBD oleh pemerintah daerah yaitu dengan melakukan asistensi secara langsung dan dilaksanakan berkala kepada pemerintah daerah yang masih rendah penyerapannya.

Insentif nakes yang seret dan alami kemacetan berbuah mogok kerja para nakes di beberapa daerah. Contohnya seperti yang terjadi di Sumatera Selatan, tepatnya di RSUD Ogan Ilir, puluhan tenaga medis yang menangani pasien Covid-19 melakukan mogok kerja. Faktor terbesarnya adalah karena insentif nakes yang belum juga diterima. Selain itu juga dikarenakan alat pelindung diri (APD) yang mereka gunakan tidak seusai standar. Mereka juga mengaku bahwa hanya menerima honor bulanan sebesar Rp 750.000, yang tentu saja tidak mungkin cukup untuk diberikan kepada keluarga di rumah. Terbaru adalah yang terjadi di RSUD Nabire. Para nakes mogok kerja dan bahkan melakukan demostrasi. Direktur RS Nabire, Dokter Andreas Pekei mengatakan, “kita juga bosan, dari tahun ke tahun selalu demo baru dapat insentif. Jadi kalau mau kasih kasih, tidak ya tidak. Kami minta kejelasan pak pejabat Bupati”. Pada hari itu, Rabu 30/6/2021 sekitar pukul 11.00 hingga 15.00 WIT puluhan tenaga kesehatan melakukan mogok kerja dan sama sekali tidak memberikan pelayanan kepada pasien selama jam tersebut.

//Kesehatan dan Perekonomian Berjalan Beriringan//

Ditengah kegaduhan pemerintah daerah dalam menyelesaikan masalah insentif nakes, pemerintah pusat sibuk menyelaraskan faktor kesehatan dan perekonomian yang diharapkan mengalami kemajuan berbarengan. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada Konferensi Pers, Senin (21/6), bahwa di tahun 2021 ini ekonomi Indonesia tetap tumbuh di tengah pandemi. Hal ini ditunjukkan oleh sejumlah indikator mulai tumbuhnya perekonomian di dalam negeri, yang juga dipengaruhi proyeksi ekonomi global karena optimisme terhadap vaksinasi. Meski anggaran APBN 2021 mengalami defisit, Sri Mulyani tetap optimis hingga akhir tahun pertumbuhan ekonomi akan tetap positif. Namun ditekankan ketika melakukan aktivitas ekonomi, masyarakat tetap harus menaati protokol kesehatan. Sri Mulyani menegaskan pentingnya masyarakat mengetahui faktor yang menopang atau mendukung pemulihan ekonomi, yaitu keberhasilan pengendalian perebakan virus corona, baik melalui vaksinasi, serta penerapan protokol kesehatan yang ketat. Bila pengendalian Covid-19 berjalan baik, maka pemulihan ekonomi dapat lebih cepat dilakukan.

Dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomi Universitas Surabaya (Ubaya), Firman Rojadi Djoemadi mengatakan bahwa betapa pentingnya untuk menjaga penanganan Covid-19 agar tetap berada pada jalur yang benar, untuk mengantisipasi terjadinya gelombang kedua atau ketiga pandemi di Indonesia. Karena ketika mengalami pelonjakan kasus maka akan berdampak pada pembatasan ekonomi. Kemudian akan merubah proyeksi ekonomi yang telah direncanakan di APBN dan diperkirakan mencapai 5,7 persen dari PDB. “Seminggu terakhir ini ada lonjakan ya, nah ini yang akan dikhawatirkan.

Pembatasan-pembatasan ketat akan dilakukan dan berarti rencana atau proyeksi ekonomi tumbuh itu bisa terkoreksi. Ujungnya apa kalau terkoreksi, kalau memang benar itu terjadi, ya defisit 5,7 persen itu mungkin tidak akan bisa dicapai. Jadi defistinya akan lebih besar dari yang direncanakan,” ucap Firman.

Benar apa yang dikatakan oleh Firman, defisit akan lebih besar dari yang direncanakan, melihat lonjakan kasus di berbagai daerah di Indonesia seperti yang telah dijelaskan di paragraf awal. Ditekankan untuk mematuhi protokol kesehatan, sedangkan rakyat sudah kehilangan kepercayaan kepada pemangku jabatan. Rakyat merasa telah begitu banyak pengkhianatan yang dilakukan oleh pemerintah. Dari dana bansos yang dikorupsi, pengesahan UU Ciptaker yang berdampak TKA bebas keluar masuk secara legal, kasus dana yang tidak tepat sasaran, rakyat yang terus dipalak dengan pajak, dan sederet kekecewaan lainnya.

//Sistem Demokrasi Lahirkan Penguasa Berorientasi Kapitalis//

Melihat lonjakan Covid-19 di Indonesia yang semakin parah, pemerintah harus cari cara lain selain kesehatan dan ekonomi yang dituntut berjalan beriringan. Memang dalam Islam juga sebenarnya ketika terjadi pandemi atau wabah, kesehatan dan ekonomi berjalan beriringan. Namun, mekanismenya jauh berbeda dari apa yang sedang terjadi saat ini. Dalam Islam, negara akan mengunci total wilayah yang berada dalam zona merah dan oranye. Wilayah yang berada dalam zona kuning, yang terinfeksi akan diisolasi, baik itu secara mandiri maupun di rumah sakit, dan tetap diawasi oleh negara. Mereka yang sehat, yang berada dalam zona kuning akan beraktivitas seperti biasanya. Sedangkan yang berada dalam zona hijau seluruhnya akan beraktivitas seperti biasa.

Mengapa solusi Islam seperti yang dijelaskan diatas tidak diambil oleh pemerintah? Jawabannya, melihat semakin parahnya atau semakin banyaknya daerah yang terkategori sebagai zona merah, tentu jika langkah tersebut diambil akan menurunkan sektor ekonomi secara drastis. Jangankan setelah kondisi sudah genting seperti ini, di awal-awal kemunculannya saja pemerintah justru mempersilahkan masuk TKA Cina, daerah pusat wabah ini terjadi. Ditambah dengan hutang yang telah menggunung, tentu pemerintah tidak akan mengorbankan sektor perekonomian. Jangankan untuk menyelamatkan nyawa rakyat, yang notabene akan merugikan sektor ekonomi cukup banyak, untuk memberikan insentif nakes yang menjadi haknya saja harus melewati birokrasi yang ribet, yang membuat pelaksanaannya akhirnya macet.

Tidak hanya itu, sistem demokrasi sedari awal pemilihannya saja memang sudah harus menggelontorkan dana yang fantastis. Selanjutnya, untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkannya, pejabat tersebut akan menempuh berbagai cara. Bahkan sampai menghalalkan segala cara. Dengan melegalkan kebijakan yang memberikan keuntungan bagi pribadi maupun kelompoknya atau dengan jalan pintas korupsi, yang keduanya sama-sama merugikan rakyta. Untuk itu, tidak heran jika para penguasa yang ada dalam sistem demokrasi kapitalis akan terus mengutamakan sektor perekonomiannya, yang mana perekonomian bagi mereka adalah perekonomian yang menguntungkan pribadi dan kelompoknya, bukan demi kemaslahatan rakyat.

Belum lagi sistem demokrasi ini ditopang oleh aturan keuangan berbasis riba dan keuangan nonriil. Pajak dan hutang dijadikan pendapatan utama. Sedangkan SDA yang melimpah ruah malah diserahkan kepada swasta dan asing. Satu per satu kekayaan alam negeri ini direbut oleh mereka yang seharusnya tidak berhak untuk mengelolanya. Sesuai dengan firman Allah:

وَلَنۡ يَّجۡعَلَ اللّٰهُ لِلۡكٰفِرِيۡنَ عَلَى الۡمُؤۡمِنِيۡنَ سَبِيۡلًا

Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin“. (QS. Al-Nisa’ [4] : 141)

Ayat ini adalah dalil larangan untuk memberikan jalan bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman. Kata sabiil(an) diungkapkan dengan lafal nakirah (tanpa alif lam) yang berarti maknanya bersifat umum.
Seandainya negara mau mengelola SDA yang ada secara mandiri, tentu negeri ini tidak lagi bergantung pada pemasukan pajak dan hutang riba. Tentu saja hal ini tidak akan bisa ditempuh oleh penguasa dalam sistem demokrasi kapitalis. Karena asas sistem ini adalah asas manfaat, juga telah terjadi kontrak antara mereka dengan swasta dan asing, dan seperti yang telah dijelaskan bahwa mereka lebih rela menzalimi rakyat demi kepentingan pribadi dan golongannya. Maka jelas bahwa sistem demokrasi lahirkan penguasa yang berorientasi kapitalis.