Breaking News

Pemimpin Zalim dan Menipu Rakyat, Haruskah Ditaati?

Spread the love

 

Oleh Tri Cahya Arisnawati
(Ibu Rumah Tangga)

 

MuslimahTimes—Seperti tidak ada habis-habisnya dagelan yang dibuat oleh rezim saat ini. Hampir setiap hari rakyat dibuat geleng-geleng kepala dengan tingkah laku para elit politik saat ini, seakan kebohongan tak ingin berlama lama berpihak dengan mereka, satu persatu sudah menunjukkan keaslian sepak terjang mereka di dunia politik. Niat hati ingin menutup rapat dengan pencitraan sana- sini, namun akhirnya kebohongan pun terkuak. Tanpa mereka sadari, merekalah yang mengungkapkan sendiri kebohongan yang mereka lakukan. Fakta demi fakta mulai memahamkan rakyat saat ini bahwa ada yang tidak beres dengan negara tercinta mereka, Indonesia.

Tentu saja yang paling menjadi sorotan adalah pemimpinnya, masih hangat beritanya beberapa waktu yang lalu ketika Presiden Ir. Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa Jokowi mengeluarkan statement yang menjadi perhatian publik, seperti yang dikutip sinarharapan.co, minggu 17 Februari 2019. Dalam pidatonya, presiden mengatakan : “Kita ingin negara ini semakin baik dan saya akan pergunakan seluruh tenaga yang saya miliki, kewenangan yang saya miliki. Tidak ada yang saya takuti untuk kepentingan nasional, rakyat, bangsa negara. Tidak ada yang saya takuti kecuali Allah SWT untuk Indonesia maju.”

Pernyataan tersebut mengundang beragam reaksi dari kalangan masyarakat, banyak yang memuji pernyataan presiden tersebut, namun tidak sedikit juga yang meluruskan dan mengkritisi pernyataan sang petahana presiden. Sebab pernyataannya kontradiktif dengan segala kebijakannya selama 5 tahun dalam mengurus negara dan rakyatnya. Yang paling disorot publik adalah banyak data-data yang tidak valid yang dikemukakan sang petahana pada saat debat Capres-Cawapres putaran kedua. Presiden Jokowi menyebutkan data-data yang tidak valid bahkan dinilai beberapa pengamat sangat fatal. Dalam acara debat tersebut ada beberapa kebohongan presiden Jokowi yang paling disorot yaitu terkait dengan impor jagung, kebakaran hutan dan infrastruktur internet.

Terkait dengan impor jagung Jokowi mengatakan bahwa pada tahun 2018 pemerintah mengimpor jagung sebanyak 180.000 ton, padahal data shahih menunjukkan impor jagung semester 1 saja sudah mencapai 330.000 ton dan total impor jagung secara keseluruhan selama tahun 2018 adalah 737.228 ton.
Selain itu, Jokowi juga menyampaikan kebohongan lewat pernyataanya mengenai infrastruktur internet jaringan 4G yang sudah 100 persen di Indonesia bagian barat, tengah, dan 90 persen di timur.

Padahal data menunjukkan kurang dari 20 persen kabupaten dan kota bisa mengakses sinyal 4G.

Kebohongan berikutnya soal kebakaran hutan. Jokowi menyatakan sejak 2015 tidak pernah terjadi kebakaran hutan, namun faktanya tahun 2016-2018 telah terjadi kebakaran lebih dari 30.000 hektar lahan hutan. (Kompas.com 20 Februari 2019).

Bila diamati sang petahana di akhir masa jabatannya dan pencalonannya menjelang Pilpres bulan April mendatang nampak “gelagapan” menghadapi rivalnya, di suasana politik Indonesia yang semakin memanas menjelang Pilpres semakin nampak kebohongan-kebohongan yang diucapkannya, bukan hanya itu saja sang Presiden menjadi lebih tempramental menghadapi berbagai pemberitaan yang beredar mengenai dirinya di media. Hal itu, tentu semakin memahamkan rakyat siapa Jokowi dan bagaimana ia sebenarnya.

Sudah bukan rahasian umum lagi, Sang Petahana melakukan kebohongan bukanlah kali ini saja, di awal masa kampanye pencalonan dirinya sebagai Presiden tahun 2014 banyak sekali janji-janji yang sampai saat ini belum terealisasi.

Benarlah kata pepatah yang mengatakan sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya akan jatuh juga, sepandai-pandainya menyembunyikan kebohongan suatu saat akan terkuak juga.

Jadi, sangat berlawanan dengan kata-kata yang dia ucapkan bahwa “saya hanya takut kepada Allah.” Seperti tidak ada ruhnya (idrak silabillah), kata-katanya sarat tak bermakna, ditambah rakyat mengetahui bahwa rezim saat ini anti terhadap Islam dan para pengembannya,benarkah ia hanya takut kepada Allah?

Ketakutannya apakah hanya kepada Allah ataukah kepada orang-orang yang selama ini ada di belakangnya dan mengendalikan kebijakannya?

Rakyat saat ini sudah cerdas, bisa mengamati dan menilai sepak terjang para elit politik. Apalagi selama memimpin Indonesia kebijakannya banyak yang menjurus berpihak pada kepentingan asing dan aseng. Benarkah pemimpin saat ini peduli dengan nasib rakyat? Apakah dengan harus berbohong untuk menunjukkan kepeduliaannya?

Rakyat saat ini sudah bisa menilai bagaimana seorang pemimpin yang amanah dan jujur, kalau dengan rakyatnya saja sudah pintar berbohong lantas bagaimana nasib negara ini ke depannya bila dipimpin oleh orang yang gemar berbohong?!

Sungguh sangat berat pertanggungjawabannya menjadi seorang pemimpin, namun saat ini jabatan pemimpin seperti menjadi ajang perlombaan. Bukan karena cinta dan peduli kepada negara dan rakyatnya melainkan untuk memenuhi hasratnya untuk berkuasa. Mereka saling sikut, berbohong dibalik janji-janjinya, fitnah sana sini hanya untuk memperoleh kursi kekuasaan, Ya Allah seperti inikah mental para pemimpin kami? Di saat rakyat menjerit karena kesulitan dan himpitan ekonomi, rakyat juga harus menyaksikan tingkah laku para pemimpinnya yang saling berebut kursi kekuasaan untuk memperkaya diri. Rakyat Indonesia sudah kenyang dengan tontonan tingkah laku pemimpinnya.
Padahal dalam islam, pemimpin negara bukanlah jabatan untuk memperkaya diri bukan pula untuk kesenangan duniawi. Namun, pemimpin negara adalah sebuah amanah dari Allah, perkara yang bisa berhadapan langsung dengan neraka ketika ada kezhaliman di dalamnya. Para sahabat pun sangat takut ketika mendapat amanah untuk menggantikan posisi rasul untuk memimpin umat. Takut akan ada kezhaliman ketika meriayah umat karena mereka paham konsekuensi untuk pemimpin yang zalim terhadap rakyatnya, yaitu neraka.

Diriwayatkan dari Al-Hasan: ‘ Ubaidillah bin Ziyad pernah menjenguk Ma’qil bin Yasar Al-Muzanni pada waktu sakit menjelang wafatnya. Lalu Ma’qil berkata, “Aku akan menceritakan sebuah hadis yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam Kalau aku tahu bahwa aku masih akan hidup, tentu aku tidak mau menceritakannya kepada mu. Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Seseorang yang diberi amanat oleh Allah untuk memimpin rakyat, lalu mati ketika ia sedang MENIPU rakyatnya, maka Allah mengharamkan baginya syurga.” (Shahih Muslim)

Hadist tersebut juga diperkuat oleh firman Allah. Allah ta’ala telah berfirman :

إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat ‘adzab yang pedih” [QS. Asy-Syuuraa : 42].

Wajibkah mentaati pemimpin zalim?
Pemimpin zalim yang masih menegakkan syariat Islam dalam mengelola negara; Daulah atau Khilafah maka wajib bagi kaum Muslimin untuk mentaatinya.

يَكُوْنُ بَعْدِيْ أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُوْنَ بِهُدَايَ وَلاَ يَسْتَنُّوْنَ بِسُنَّتِي وَسَيَقُوْمُ فِيْهِمْ رِجَالٌ قُلُوْبُهُمْ قُلُوْبُ الشَّيَاطِيْنِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ. (قَالَ حُذَيْفَةُ): كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: تَسْمَعُ وَتُطِيْعُ لِلْأَمِيْرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ

“Akan datang setelahku para pemimpin yang tidak mengikuti petunjukku, tidak menjalani sunnahku, dan akan berada pada mereka orang-orang yang hati mereka adalah hati-hati setan yang berada dalam jasad manusia.” (Hudzaifah berkata), “Wahai Rasulullah, apa yang aku perbuat jika aku menemui mereka?” Beliau menjawab, “Engkau dengar dan engkau taati walaupun punggungmu dicambuk dan hartamu diambil.” (HR. Muslim).

Namun sebaliknya, harus bersikap kritis melakukan amar ma’ruf nahi munkar terhadap pemimpin zalim melalui nasehat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سيد الشهداء عند الله يوم القيامة حمزة بن عبد المطلب ورجل قام إلى إمام جائر فأمره ونهاه فقتله

“Pemimpin para syuhada di sisi Allah, kelak di hari Kiamat adalah Hamzah bin ‘Abdul Muthalib, dan seorang laki-laki yang berdiri di depan penguasa dzalim atau fasiq, kemudian ia memerintah dan melarangnya, lalu penguasa itu membunuhnya”. [HR. Imam Al Hakim dan Thabaraniy]

Di sisi lain, apabila sang pemimpin zalim itu tidak mau menerapkan hukum Allah atau menegakkan syariat Islam yang mengatur negaranya, maka itu adalah pemimpin yang wajib diingkari. Dengan demikian para pemimpin zalim harus dijauhi, bukan malah dibela dengan berbagai alasan.
Wallahu’alam

[Mnh]

Leave a Reply

Your email address will not be published.