Breaking News

PEREMPUAN DALAM PUSARAN ZAMAN

Spread the love

Oleh : Rahmiani. Tiflen, Skep

(Revowriter Papua Barat)

 

 

#MuslimahTimes — Prostitusi merupakan salah satu profesi tertua di dunia. Menurut sejarah, perilaku ini telah ada semenjak 4.000 tahun yang lalu. Dalam sebuah kajian ilmiah bahkan ditemukan fakta-fakta terkait prostitusi ini diantaranya adalah sebuah studi yang dilakukan oleh Ehsan Rostamzadeh dari Faculty of Law Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) dan rekan-rekannya.

 

Dikatakan bahwa prostitusi pertama kali muncul pada peradaban Mesir dan kemudian berkembang pada peradaban-peradaban kuno lainnya, seperti peradaban Asyura, Babilonia, dan Iberia. Disamping itu masih banyak lagi kajian studi terkait prostitusi ini yang sangat membuat kita geleng-geleng kepala. Diantaranya adalah yang tertuang dalam buku Love For Sale: A World History of Prostitution ini ditulis oleh Nils Johan Ringdal, disebutkan bahwa di wilayah Mesopotamia yang terletak di antara sungai Tigris dan Eufrat, terdapat berbagai suku yang tinggal di wilayah tersebut. Bangsa Sumeria yang hidup di Mesopotamia antara 5.500 hingga 4.000 tahun Sebelum Masehi merupakan orang-orang pertama yang membangun kuil.

 

Pada masa itu, perempuan-perempuan yang mengabdi pada Dewi Ishtar, dewi cinta dan perang, akan menawarkan jasa kepada pada pria yang memberikan uang ke kuil mereka. Jasa yang ditawarkan adalah untuk menggunakan kekuatan suci yang berasal dari tubuh mereka. Sedangkan Dewi Ishtar sendiri merupakan pelindung dari pada pekerja seks yang disebut sebagai harimtu, baik itu yang menawarkan diri mereka di luar kuil, ataupun di tempat-tempat minum. Demikian sekelumit sejarah perkembangan prostitusi di dunia.

 

Hal tersebut tidak jauh berbeda dalam sejarah peradaban manusia sebelum datangnya Islam. Justru kehidupan kaum perempuan sangatlah miris. Setiap orang memandang hina kepadanya. Jangankan memuliakan, menganggapnya sebagai manusia saja tidak. Orang-orang Yunani bahkan menganggap kaum perempuan sebagai sarana kesenangan saja. Orang-orang Romawi memberikan hak atas seorang ayah atau suami menjual anak perempuan atau istrinya. Orang Arab pun tidak jauh berbeda, mereka memberikan hak atas seorang anak untuk mewarisi istri ayahnya. Kaum perempuan pada masa itu tidak mendapat hak waris dan tidak berhak memiliki harta benda. Hal itu juga terjadi di Persia, Hidia dan negeri-negeri lainnya. (Lihat al Mar`ah, Qabla wa Ba’da al Islâm, Maktabah Syamilah, Huqûq al Mar`ah fi al Islâm: 9-14)

Pada masyarakat Arab ketika itu. Mereka biasanya mengubur anak-anak perempuannya hidup-hidup tanpa dosa dan kesalahan. Allah berfirman tentang mereka,

 وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ . يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ

 

“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-Nahl [16]: 58)

 

Hal tersebut secara terus menerus berlangsung dan exist hingga hari ini. Tidak terkecuali dengan kasus yang terjadi baru-baru lalu di kota Malang (beritajatim.com). Dalam laman beritanya tertulis bahwa seorang anak laki-laki berinisial RBH (16) berlaku sebagai seorang mucikari untuk kemudian menjajakan para anak perempuan dibawah umur kepada laki-laki hidung belang. Melalui sosial media Facebook foto anak-anak gadis itu akan dimasukkan dalam sebuah grup yang didalamnya terdiri dari para lelaki hidung belang, sehingga dari foto-foto tersebut, mereka dapat melakukan transaksi dengan sang mucikari dengan kisaran harga antara 500 hingga 700 ribu sekali kencan. Sungguh ironis sekali. Praktek bejat ini terjadi secara terus menerus sepanjang abad. Laksana jamur di musim hujan.

 

Sekarang mari kita bahas secara mendalam, apakah yang melatarbelakangi sehingga prostitusi kian langgeng dari dahulu sampai hari ini. Kasus demi kasus yang terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia ini adalah disebabkan oleh sebuah konsep pemikiran yang bernama sekulerisme. Bagaimana tidak dengan sekulerisme maka manusia dijauhkan dengan aturan agama atau aturan Sang Pencipta. Sekulerisme menjadikan manusia mengambil dan membuat aturan sendiri demi kepentingan diri serta kelompoknya dalam rangka meraih kemaslahatan. Aturan Tuhan dianggap tidak relevan dalam mengatur kehidupannya.

 

Kemudian bersama itu pula lahirlah paham liberalisme, yaitu kebebasan dalam segala hal. Baik itu kebebasan beragama, berpendapat, berekspresi, maupun kebebasan lainnya. Jika ditarik benang merah antara prostitusi dan liberalisme maka kita akan mendapatkan sebuah poin penting dimana, karena kebebasan berekspresi inilah yang mengakibatkan tumbuh subur kegiatan prostitusi. Orang tidak peduli lagi dengan rasa malu, bagi mereka itu adalah hak mereka selama tidak mengganggu ketertiban umum.

 

Bersama itu pula lahirlah paham kapitalisme, yang mana segala sesuatu diukur dengan materi. Apapun dilakoni demi mendapatkan materi yang berlimpah. Walaupun harus menjual diri. Apalagi dengan sistem kapitalisme ini menjadikan kekayaan tidak tersebar merata di kalangan masyarakat, privatisasi terjadi pada sebagian kalangan tertentu saja. Akibatnya banyak warga yang sulit medapat pekerjaan. Bahkan untuk makan sehari-hari pun sulit rasanya. Kapitalisme menjadikan Kesenjangan sosial yang makin dalam. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.

Berbeda dengan Islam. Bahwa Islam adalah risalah sempurna yang diturunkan Allah Subhanahu Wata’ala kepada Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasalam untuk dijadikan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Islam bukan saja sebagai sebuah agama ritual semata akan tetapi Islam adalah way of life. Memuliakan manusia sebagaimana mestinya serta menjunjung harkat dan martabat perempuan.

 

Cahaya Islam pun terbit menerangi kegelapan, memerangi segala bentuk kezaliman dan menjamin setiap hak manusia tanpa terkecuali. Perhatikan firman Allah ta’ala tentang bagaimana seharusnya memperlakukan kaum wanita dalam ayat berikut:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

 

“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa [4]: 19)

 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun sering mengingatkan dengan sabda-sabdanya agar umat Islam menghargai dan memuliakan kaum wanita. Di antaranya:

 اِسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا

 “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim: 3729)

 

 خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku.” (HR Tirmidzi, dinyatakan shahih oleh Al Albani dalam “ash-shahihah”: 285)

 

Dr. Abdul Qadir Syaibah berkata, “Begitulah kemudian dalam undang-undang Islam, wanita dihormati, tidak boleh diwariskan, tidak halal ditahan dengan paksa, kaum laki-laki diperintah untuk berbuat baik kepada mereka, para suami dituntut untuk memperlakukan mereka dengan makruf serta sabar dengan akhlak mereka.” (Huqûq al Mar`ah fi al Islâm: 10-11)

 

Maka demikianlah, hanya dengan Islam saja Kehormatan dan kemuliaan perempuan dapat terjaga. Wallahu ‘alam bis showab.