Breaking News

Pesona Ekonomi Syariah di Mata Kapitalisme

Spread the love

Oleh. Sherly Agustina, M.Ag

(Penulis dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Muslimahtimes.com – Allah Swt. berfirman: “Apakah kamu beriman kepada sebagian Kitab dan ingkar kepada sebagian (yang lainnya)? Maka tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian itu di antara kalian selain kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari Kiamat mereka dikembalikan kepada azab yang paling berat. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Baqarah: 85)

Sektor ekonomi dan keuangan syariah mampu bertahan di tengah guncangan krisis karena pandemi Covid-19, hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dikatakan demikian karena dilihat dari rasio kecukupan modal perbankan syariah hingga kredit macet. Sri Mulyani pun mengatakan, di tengah banyaknya kinerja korporasi yang memburuk, sektor ekonomi dan keuangan syariah tetap bertahan. Padahal, perbankan terkena dampak, terutama di sisi kredit macet akibat krisis ini (Tempo.co, 12/3/21).

Perlu adanya dukungan dari seluruh pemangku kepentingan agar ekosistem ekonomi dan perbankan syariah bisa besar dan kuat. Menurut Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Hery Gunard. BSI aktif melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi terkait implementasi kurikulum keuangan syariah, penelitian, dan pengembangan produk serta layanan bank syariah. Untuk pengembangan, bank syariah bekerjasama dengan asosiasi seperti MES dan Asbisindo melalui forum diskusi dan seminar (detikFinance, 14/3/21).

Diketahui, BSI merupakan gabungan dari tiga bank syariah yang ada di Indonesia. Bank tersebut yaitu Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRI Syariah. Presiden Jokowi telah meresmikan BSI sebagai peluang ekonomi syariah mewarnai perekonomian di negeri ini. Karena menurutnya, Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia memiliki potensi market yang sangat bagus.

//Ekonomi Syariah di Mata Kapitalisme//

Gabungan bank syariah seakan membawa angin segar bagi keuangan atau perekonomian di Indonesia. Terlebih dalam kondisi krisis seperti saat ini akibat pandemi. Maka tak heran jika pemerintah mulai melirik dan terpesona pada ekonomi syariah. Mungkin pemerintah lupa bahwa pernah alergi dengan yang berbau syariah, tapi entah mengapa pada ekonomi syariah yang dipandang menguntungkan tidak alergi.

Lalu, apa yang menarik dari ekonomi syariah hingga membuat pemerintah terpesona? Menurut Sri Mulyani, keuangan syariah memiliki ketahanan yang cukup baik di tengah krisis dan resesi yang melanda negeri ini. Hal ini dilihat dari aset perbankan yang justru melesat sepanjang 2020. Pada Desember 2020, total aset perbankan syariah meningkat menjadi Rp608,9 triliun atau naik sebesar Rp538,32 triliun dari Desember 2019.

Direktur Utama Bank Syariah mengatakan, berdasarkan kapitalisasi pasar dalam jangka waktu lima tahun ke depan, BSI memiliki visi yaitu menjadi top 10 bank syariah global . Komitmen BSI melayani lebih dari 20 juta nasabah. Kemudian, berdasarkan aset dan nilai buku menjadi Rp50 triliun di tahun 2025 menjadi top 5 bank syariah global. Semua dilakukan agar BSI memiliki bargaining position di kancah perekonomian nasional bahkan internasional.

Namun demikian, menurut Sri Mulyani ekonomi syariah masih memiliki tantangan yaitu dari sisi market share. Saat ini perbankan konvensional masih unggul di atas perbankan syariah dalam menguasai mayoritas pasar keuangan. Selain itu, dari sisi aset industri keuangan non-bank syariah atau IKNB masih lebih rendah daripada IKNB konvensional, yaitu sebesar 4,43 persen.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, menurut Sri Mulyani pasar keuangan syariah bisa diperluas dengan perbaikan dari sisi Sumber Daya Manusia atau SDM dan pengembangan teknologi digital. Wakil Presiden pun mengapresiasi perkembangan ekonomi syariah di negeri ini. Beliau mengatakan, Indonesia harus meningkatkan pengembangan produk halal, ekonomi syariah, dana sosial syariah dan pengembangan perbankan syariah untuk menjadi pusat ekonomi syariah di dunia.

//Sistem Syariah Kafah Lebih Memesona dan Membawa Maslahat//

Betapa ekonomi syariah begitu diharapkan dan disupport dalam sistem kapitalisme. Mereka mungkin lupa, bahwa yang berlabel syariah tidak akan pernah matching dengan sistem yang diterapkan saat ini, yaitu kapitalisme-sekularisme. Bahkan sekularisme sangat alergi dengan yang berbau syariah, tapi memang watak kapitalisme selalu memandang sesuatu berdasarkan manfaat an sich.

Maka tak heran, jika yang berlabel syariah dipandang mampu membawa manfaat, maka akan dilirik oleh kapitalisme. Padahal, sistem yang berlabel syariah jauh lebih memesona, bermanfaat, dan membawa maslahat tidak hanya di bidang ekonomi saja tapi di seluruh bidang. Masuklah ke dalam Islam secara kafah, begitu firman-Nya (QS. Al Baqarah: 208).

Menerapkan dan menjalankan aturan Islam bukan seperti makan di prasmanan, bisa memilih sesuka hati. Misalnya, memilih yang sesuai hawa nafsu, saat bertentangan dengan hawa nafsu maka tak diambil atau dilaksanakan. Menjalankan aturan Allah harus kafah, karena syariat ada hanya untuk kemaslahatan bukan yang lain. Bisa jadi, dalam pandangan manusia buruk tapi dalam pandangan Allah baik..

Allah Swt. berfirman: “Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.” (TQS. Al Isra: 82).

Islam ada untuk menjadi penawar dan rahmat. Oleh karena itu, tentu menjadi solusi bagi seluruh permasalahan yang ada di muka bumi. Karena tidak mungkin Allah memberi masalah tanpa memberi solusi. Contoh, pandemi dan resesi yang terjadi saat ini, jika mau menerapkan aturan Allah maka akan mendapat solusi. Rasul sudah mencontohkan bagaimana menghadapi wabah yang menular, sistem ekonomi Islam mampu menghadapi krisis yang melanda karena berdasarkan pada akidah dan syariah Islam.

Selain masalah ekonomi, pendidikan, sosial, peradilan dan yang lainnya, Islam sudah memiliki aturan yang begitu sempurna. Hanya satu permasalahannya, apakah manusia mau menerapkannya atau tidak. Jika Islam diterapkan jelas akan memberi maslahat. Sejarah sudah membuktikannya selama berabad-abad, Islam mampu menguasai 2/3 belahan dunia dan kesejahteraan dirasakan bagi seluruh warga negara, baik muslim maupun kafir dzimmy.

Cukuplah menggunakan kaidah syara’:

[حَيْثُمَا كَانَ الشَّرْعُ فَثَمَّتِ اْلمَصْلَحَةُ]

“Di mana pun ada syariat, di situ pasti ada maslahat”.

Jika Islam diterapkan secara kafah akan menebar rahmat dan menjadi penawar, lalu masihkah manusia pilih-pilih dalam menerapkan syariah Allah di muka bumi? Padahal solusi sudah Allah tawarkan dengan sejelas-jelasnya. Masihkah manusia tak menggunakan akalnya untuk berpikir?

Allahu A’lam bi ash Shawab.