Breaking News

Prostitusi Anak: Wajah Kelam Anak Indonesia

Spread the love

Oleh. Ummu Salman

(Pegiat Literasi) 

Muslimahtimes.com– Eksploitasi anak terus terjadi dengan berbagai mekanisme. Salah satu mekanisme eksploitasi tersebut adalah dengan memanfaatkan media sosial. Seperti yang baru-baru ini tertangkap oleh Polda Metro Jaya, yaitu seorang perempuan berinisial FEA (24 tahun), muncikari pada kasus prostitusi anak di bawah umur atau perdagangan orang melalui media sosial.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, menyebutkan bahwa ada dua anak terjerat dalam kasus prostitusi tersebut, yakni SM (14) dan DO (15) yang mengenal pelaku dari jaringan pergaulan. Pelaku ditangkap pada Kamis (14/9). Pelaku FEA juga memasang tarif bagi perempuan berstatus perawan ditawarkan sebesar Rp 7 hingga Rp 8 juta per jam dan untuk nonperawan ditawarkan Rp 1,5 juta per jam. Pelaku FEA mendapat bagian 50 persen dari setiap transaksi. Dia mengaku menjadi muncikari dari April sampai September 2023.(news.republika.co.id, 24/9/2023)

Kasus serupa juga terjadi di Medan, diungkapkan oleh Ketua Forum Panti Kota Medan Besri Ritonga, bahwa sebanyak 41 anak menjadi korban eksploitasi oleh pengelola dua panti asuhan di Kota Medan. Besri menjelaskan untuk kasus di Panti Asuhan Yayasan Tunas Kasih Olayama Raya yang beralamat di Jalan Pelita didapati ada 26 anak. Sedangkan di Panti Asuhan Karya Putra Tunggal Anak Indonesia yang terletak di Jalan Rinte ditemukan ada 15 anak. (detik.com, 23/9/2023)

Negara Gagal Melindungi Anak

Realita ini menunjukkan bahwa anak berada dalam lingkungan yang tidak aman. Realita ini juga menunjukkan betapa rusaknya kehidupan manusia hari ini, dimana manusia memanfaatkan manusia lainnya demi mendapatkan keuntungan yang bahkan anak-anak pun menjadi korban keserakahan sebagian orang. Kehidupan nista ini adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Sistem ini telah menjauhkan kehidupan dari agama sehingga manusia tidak lagi memikirkan halal dan haram. Selama sebuah usaha menghasilkan keuntungan yaitu dapat menghasilkan uang, mereka akan mengerjakannya. Mindset sebagian orang hari ini hanya untuk meraih kenikmatan jasadiyah (fisik) sepuasnya. Walhasil, anak-anak pun berada dalam kondisi lingkungan yang tidak aman karena mereka berpotensi menjadi korban.

Kondisi ini semakin diperparah dengan fakta tentang negara yang berlepas tangan dari tanggung jawabnya mengurusi rakyat. Negara yang berdasarkan sekularisme kapitalisme ini hanya mencukupkan diri dengan membuat regulasi tentang perlindungan anak, yang tanpa dipastikan apakah regulasi tersebut mampu menyelamatkan kehidupan anak-anak atau tidak.

Negara sekularisme kapitalisme juga sekadar mencukupkan diri dengan peringatan dan penghargaan kabupaten kota layak anak (KLA), padahal peringatan ini tidak lebih hanya seremonial semata.

Begitu juga ketika negara memberikan sanksi kepada pelaku kejahatan terhadap anak-anak, namun sanksi itu tidak sama sekali memberikan efek jera kepada pelaku. Dengan kondisi seperti ini, jelas sistem kehidupan dalam kapitalisme sekularisme terbukti telah gagal memberikan perlindungan kepada anak-anak.

Sistem Islam Melindungi Anak

Satu-satunya sistem yang mampu dan terbukti melindungi anak-anak hanyalah sistem Khilafah. Khilafah merupakan institusi yang diperintahkan oleh syariat untuk mewujudkan maqasids syariat, yang salah satunya adalah melindungi anak-anak. Mekanisme akan dilakukan dari berbagai aspek, yang akan menutup celah eksploitasi anak.

Faktanya kehidupan yang pertama bagi anak-anak adalah berawal dari keluarga, maka syariat mengatur bahwa anak-anak mempunyai gak untuk mendapatkan orang tua yang salih dan shalihah, diberi nama yang baik, dipahamkan hakikat kehidupan, juga ditanamkan standar kemuliaan, bahwa kemuliaan itu adalah ketika ia bermanfaat untuk Islam dan umatnya. Dengan konsep ini, anak-anak akan memiliki konsep kehidupan yang benar sehingga mereka terjaga dan terlindungi dari pemikiran yang batil.

Adapun konsep kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, dan papan anak-anak, ditanggung oleh walinya yaitu ayah. Jika ayah meninggal, maka kewajiban nafkah ini akan berpindah kepada sanak saudara.

Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 233: “…Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut…”

Dari aturan tersebut, maka anak-anak mendapatkan jaminan dari keluarga. Namun tentunya syarat ini saja tak cukup untuk menjamin kehidupan anak-anak, karena selain kehidupan dalam keluarga, anak-anak juga hidup dalam masyarakat, maka disinilah pentingnya peran masyarakat dan negara dalam menjaga keamanan mereka.

Adapun dari aspek ekonomi, maka Khilafah akan menjamin tersedianya lapangan pekerjaan bagi setiap individu laki-laki, agar mereka bisa bekerja. Lapangan pekerjaan dalam Khilafah begitu luas, sehingga dipastikan setiap kepala keluarga mampu memenuhi kebutuhan anak-anaknya secara makruf.

Kemudian jika anak-anak itu yatim piatu, dimana ia tidak memiliki sanak saudara, maka Khilafah akan menanggung penambahan bagi anak tersebut. Kebijakan semacam ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Dengan mekanisme seperti ini, maka tidak akan ada anak-anak yang ridho dirinya dieksploitasi hanya karena ingin mendapatkan uang seperti para korban FEA.

Sistem pergaulan dalam Khilafah akan menjaga kesucian dan kemuliaan warga negaranya. Sistem pergaulan Islam akan menghapus praktek perzinaan, dan praktik haram lainnya, sebagaimana yang marak terjadi hari ini dengan berbagai modus. Maka, masyarakat akan bersih dari “profesi” sebagai muncikari, PSK, gigolo dan sejenisnya.

Khilafah juga akan menindak tegas oknum-oknum yang masih melakukan eksploitasi anak-anak. Sanksi akan diberikan sesuai dengan kejahatan mereka. Penerapan sanksi ini akan menutup celah bagi tindakan menjadi muncikari, perdagangan manusia dan kejahatan lainnya.

Wallahu ‘alam bishowwab