Breaking News

Proyek Liberalisasi di Balik Kemelut Pernikahan Dini

Spread the love

 

Oleh. Ummu Najla

(Komunitas Ibu Peduli Generasi)

Muslimahtimes.com – Angka pernikahan dini yang semakin melonjak menjadi sorotan. Pada tahun 2019, hanya terdapat 23.700 permohonan dispensasi pernikahan dini (di bawah 19 tahun). Namun, pada Januari-Juni 2020, meningkat menjadi 34.000 permohonan, 97% di antaranya dikabulkan.. Beragam faktor melatarbelakangi pernikahan usia muda. Beberapa di antaranya sebagai solusi persoalan ekonomi keluarga, pengaruh norma agama dan budaya setempat, serta minimnya edukasi terkait pernikahan dini. (BBC.com)

Fakta ini menimbulkan pihak-pihak tertentu merasa berang dan kebakaran jenggot. Muncullah sekelompok warga negara yang merasa dirugikan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan diajukan untuk uji materi Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, terkait batas usia perkawinan anak. Alhasil, MK pun mengabulkan gugatan tersebut. Jakarta, Kamis (13/12). Lantas apakah ini menjadi kemenangan gemilang para pejuang gender? Ada motif apakah di balik gugatan ini? Bagaimana pula hukum pernikahan dini dalam Islam?

//Proyek Liberalisasi//

Pernikahan dini dianggap tabu oleh sebagian kalangan terutama penggiat gender. Berbagai dalih digulirkan demi menjegal upaya tersebut, beberapa diantaranya adalah menganggap pernikahan dini (PD) merupakan salah satu penyebab dari tingginya angka perceraian di masyarakat. PD berdampak buruk pada kualitas sumber daya manusia Indonesia. PD menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). PD menyebabkan berbagai isu kesehatan. PD menghambat agenda-agenda pemerintah seperti program Keluarga Berencana (KB) dan Generasi Berencana (Genre) oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). PD Menganggu program pengentasan kemiskinan dan wajib belajar 12 tahun. Dan dalih-dalih lainnya yang terkesan dipaksakan.

Mirisnya tak hanya puas dengan perang narasi, para Penggiat gender pun berupaya melakukan upaya sistematis untuk menjegal PD melalui gugatan uji materi UU Perkawinan Anak. Alhasil, perjuangan tersebut berbuah manis dengan ketok palu MK. Tentunya, kemenangan gemilang ini patut dikritisi. Pasalnya, gugatan tersebut syarat misi yang ditunggangi liberalisasi. Betapa tidak, keberhasilan itu membuahkan hasil kompilasi hukum yang berimbas pada rusaknya tatanan hukum-hukum Islam.

Kini, para remaja yang ingin segera menikah untuk menjaga kehormatannya, justru terganjal karena bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak. Juga bertentangan dengan pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan yang mengatur batas minimal usia perkawinan laki-laki adalah 19 tahun sementara perempuan adalah 16 tahun.Walaupun, notabene mereka sudah balig dan siap menikah, namun jika berusia di bawah 18 tahun masih dianggap kategori anak-anak.

Walhasil, pergaulan bebas dan free sex pun menjadi budaya baru di kalangan remaja. Aborsi dan kriminalitas pun tumbuh subur sebagai imbas dilarangnya pernikahan yang sah hanya karena faktor usia. Inilah proyek liberalisasi yang sukses menggiring remaja ke arah nestapa dan kehancuran. Menjauhkan dari kebenaran dan melanggengkan kemaksiatan.

//Hukum Pernikahan Dini Dalam Islam//

Miris, proyek liberalisasi yang syarat kepentingan dan berstandar pada hawa nafsu semata kini melanda umat Islam. Hukum yang bertumpu pada logika absolut, temporal, minim dalil dan akidah justru dijunjung tinggi di negeri ini. Sementara hukum Islam yang permanen dan pasti kebenarannya justru dipinggirkan begitu saja. Perlahan namun pasti umat secara tidak sadar dijauhkan dari ajaran Islam.

Ironisnya, para remaja yang ingin menikah untuk menjaga kehormatan pun harus berhadapan dengan payung hukum UU perkawinan. Padahal Islam jelas telah meridai muda-mudi yang sudah siap menikah untuk menyegerakannya demi menjaga kehormatan. Islam tidak menentukan batas usia dalam pernikahan. Namun takliq (pembebanan) hukum diberikan kepada yang sudah baligh. Bagi siapapun yang sudah siap menikah dan melaksanakan hak dan kewajiban dalam pernikahan maka menyegerakan pernikahan adalah sunnah bagi mereka.

Allah Swt berfirman:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan yang perempuan.” (QS an-Nur : 32)

Allah Swt berfirman:
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS At-Thalaq : 4).

Rasulullah saw bersabda:
“Dari Aisyah ra (menceritakan) bahwasannya Nabi SAW menikahinya pada saat beliau masih anak berumur 6 tahun dan Nabi SAW menggaulinya sebagai istri pada umur 9 tahun dan beliau tinggal bersama pada umur 9 tahun pula.” [Hadis Shohih Muttafaq ‘alaihi].

Namun bagi para remaja yang tak mampu menjaga pergaulannya bahkan bisa dikhawatirkan terjerumus ke dalam kemaksiatan dan zina jika tidak segera menikah, maka hukum sunnah menjadi wajib atasnya. Karena jelas perbuatan zina, free sex dan sejenisnya sangat dilaknat dalam Islam.

Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al Isra : 32)

Inilah bukti bahwa Islam sangat menjaga kesucian dan akhlak. Islam tidak akan membuka jalan dan pintu peluang umatnya dalam jurang kehinaan seperti liberalisme. Islam adalah agama yang haq dan sesuai fitrah manusia. Maka sudah saatnya umat kembali pada penerapan Islam kafah bukan justru mencampakkannya. Waallahu ‘alam bishowabb.