Breaking News

Rasisme pada Sesama Orang Asia, Salah Siapa?

Spread the love

Oleh. Fatimah Azzahra, S. Pd

 

MuslimahTimes.com“Wajahmu jelek sekali.”

Bagaimana perasaan kita saat bertemu pertama kali dengan orang asing, dan kalimat yang ia lontarkan justru menghina wajah kita?

Marah, kesal, geram, sedih, semua bercampur jadi satu. Itu mungkin yang juga dirasakan oleh Indah Asmigiati. Ia bertemu orang Korea di salah satu aplikasi mengobrol antarnegara, Ome TV. Tak disangka justru hinaan yang didapatkan saat berbincang. Astagfirullah.

Ibarat Teko

Saya teringat salah seorang ustaz pernah berkata bahwa manusia itu ibarat teko. Ia mengeluarkan isinya. Kalau yang dia ucapkan kalimat yang baik, berarti memang isinya baik. Demikian juga sebaliknya, jika yang keluar justru kalimat yang buruk. Maka berarti buruklah isi teko itu.

Diri kita ibarat wadah yang siap diisi oleh beragam hal. Hal yang baik bisa masuk, begitu pula hal yang buruk. Bergantung pilihan kita mau mengisinya dengan hal yang baik atau buruk.

Standar Cantik

Sudah jadi rahasia umum, operasi plastik marak dilakoni oleh penduduk negeri ginseng. Tuntutan pekerjaan dan pergaulan memaksa mereka untuk melakukan operasi plastik. Setidaknya operasi kelopak mata agar tidak terlalu sipit katanya. Wajar bagi mereka meminta hadiah sweet seventeen dengan operasi plastik. Bahkan operasi plastik diibaratkan investasi demi lancarnya karir dan pergaulan. Beauty privilege bahasa kerennya.

Menderita ya. Begitulah kalau standar yang dipakai tidak sesuai fitrahnya. Fitrah iman yang Sang Pencipta berikan. Buat apa sibuk mengubah sesuatu yang tidak akan ditanya di hari kiamat kelak? Sampai rela menggelontorkan uang yang tak sedikit.

Islam Pembebas

Tak berlebihan jika dikatakan bahwa Islam adalah agama pembebas. Pembebas dari standar duniawi. Pembebas dari belenggu ‘kata orang’ dan standar manusia. Menurut orang Korea, cantik itu wajah mungil, kulit putih, rambut panjang. Menurut orang Barat, cantik itu kulit coklat, eksotis kata mereka. Menurut orang Turki yang berhidung mancung, cantik itu justru pesek. Menurut orang Mauritania yang dikepung kelaparan sehingga banyak warga yang langsing bahkan kurus kering, cantik itu berbadan gempal dan gemuk. Jadi, mengikuti standar cantik orang tak akan ada habisnya.

Islam membebaskan kita dari standar itu semua dengan pernyataan bahwa Allah tak akan bertanya pada kita di hari penghisaban kelak, kenapa warna kulit kita begini tak begitu, kenapa rambut kita begini tak begitu, kenapa tinggi badan kita segini tak segitu? Semuanya tak akan ditanyakan. Yang akan ditanyakan adalah bagaimana respon kita menerima ketetapan yang Allah berikan. Ridakah kita terlahir sebagai orang Asia yang berkulit sawo matang, dengan hidung agak mancung ke dalam, juga rambut yang kecoklatan?

Ditambah lagi, dalam Islam, tampilan fisik juga harta tidak menunjukkan kemuliaan seseorang. Ganteng atau cantik tak lantas membuat manusia jadi mulia atau dapat tiket shortcut masuk surga. No! Banyak kisah Sahabat yang rela meninggalkan harta demi masuk Islam, berubah jadi kucel karena tak terawat seperti saat kaya. Dan Rasul katakan, kondisi mereka setelah berhijrah jauh lebih baik. Seperti kisahnya Mush’ab bin Umair yang sempat terkenal karena rupawan dan wanginya saat sebelum hijrah.

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (Saw) bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim)

Kisah Julaibib pun patut direnungkan. Wajahnya terkesan sangar, pendek, bungkuk, hitam, dan fakir. Kainnya usang, pakaiannya lusuh, kakinya pecah-pecah tidak beralas. Tak ada yang mau berteman dengannya. Tidak ada pula rumah untuk tempat berteduh, tidur pun hanya beralaskan tangan dan kerikil, serta berselimutkan angin yang dingin.

Suatu hari, Rasulullah menegur Julaibib, bertanya mengapa ia tak menikah juga. “Siapa yang mau denganku?” tanyanya. Akhirnya Rasul membawa Julaibib ke rumah salah satu pemuka Anshor. Untuk menikahkan Putri sang pemuka dengan Julaibib. Kedua orangtua sang wanita sungguh gusar, tapi tidak dengan putri mereka. Saat tahu bahwa Rasul yang datang bersama Julaibib, ia lantas berkata, “Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah? Demi Allah, kirim aku padanya. Dan demi Allah, karena Rasulullah yang meminta, maka tiada akan membawa kehancuran dan kerugian bagiku.”

Ingatkah kita dengan Firman Allah yang artinya, “Dan tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)

Wanita tersebut dan Julaibib pun menikah. Tak lama kemudian, Julaibib syahid di medan perang. Rasulullah sangat kehilangan Julaibib. Tapi, para bidadari surga sudah berebut menyambut kedatangannya.

Masyaallah. Harta, rupa, tahta sungguh tak ada apa-apanya di hadapan Allah Swt. Jangan sampai kita pun terjebak standar dunia yang semu.

Inilah potret buruk penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Rasisme, bullying merajalela. Masihkah kita betah hidup di dalamnya? Sudah saatnya membumikan kembali aturan dari Sang Pencipta kita, yakni Islam sebagai aturan kehidupan yang mulia.

Wallahu’alam bish shawab.