Breaking News

Rencana Reshuffle, Akomodasi Politik Belaka?

Spread the love

Oleh : Norma Sari

 

#MuslimahTimes — Rapat Paripurna DPR pada Jumat (9/4/2021) menyetujui Surat Presiden Nomor R-14/Pres/03/2021 perihal Pertimbangan Pengubahan Kementerian. Sehari sebelumnya (8/4/2021), hal itu telah dibahas dalam Rapat Konsultasi Pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Sejumlah hal pun disetujui. Pertama, penggabungan sebagian tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sehingga menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Riset Teknologi. Kedua, pembentukan Kementerian Investasi untuk meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan. Kementerian Investasi adalah kementerian yang benar-benar baru, meskipun sudah ada lembaga Badan Koordinasi Penanaman Modal yang dipimpin Bahlil Lahadalia dan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi yang dipimpin Luhut Binsar Panjaitan.

 

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ahmad Syaikhu merespons soal isu perombakan kabinet (reshuffle) Indonesia Maju Jilid II. Syaikhu berharap, reshuffle dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan untuk kepentingan  akomodasi politik, melainkan untuk membantu kerja presiden dalam menjalankan roda pemerintahan kedepan. Syaikhu menuturkan, bahwa reshuffle merupakan hak prerogatif presiden. Namun dirinya mengingatkan Presiden Jokowi untuk tidak hanya terbatas memilih calon menteri dari kalangan profesional non partai. Menurutnya ada banyak kalangan profesional di dalam partai yang juga memiliki kemampuan baik. “Yang penting kita punya bahwa dalam isu-isu reshuffle ini bukan sekedar akomodasi politik tetapi betul betul pada esensinya, yaitu bagaimana yang terpilih itu memang orang-orang yang mempunyai kredibilitas akseptabilitas yang betul betul memadai bukan asal-asal akomodasi politik saja,” kata Syaikhu di Kantor DPP PKS, Jakarta, Rabu (14/4) malam.

 

Adapun soal tawaran dari Istana, menurut Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra menyebutkan partainya enggan untuk mengambilnya. Dengan berada di luar pemerintah, Partai Demokrat bisa menjadi pengawas dan check and balance. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin pun menilai adanya power interplay (tarik ulur) kepentingan politik di sekitar Presiden Jokowi membuat reshuffle belum terjadi. Seperti isu PAN akan masuk koalisi Jokowi. Ada resistensi dari parta-partai koalisi pendukung Jokowi menyikapi isu ini. Nasdem masih menolak masuknya PAN karena dianggap tidak ikut berdarah-darah dan berkeringat di pilpres.

 

Isu reshuffle sebenarnya sesuatu yang sama sekali tidak menyentuh akar persoalan umat. Seharusnya para politisi dan negarawan berani berpikir tentang pergantian sistem, bukan sebatas bongkar pasang figur pemimpin, tetapi bertahan dalam sistem yang sama. Sebab, sistem sekuler demokrasi nyatanya merupakan sistem gagal. Lihat saja korupsi, kemiskinan, dan jor-joran impor, tak pernah sepi diproduksi sistem ini.

 

Islam merupakan Diin yang diturunkan Allah Swt kepada Rasulullah Muhammad Saw untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan manusia lain dalam aspek poleksosbudhankam. Dengan kata lain Islam adalah ideologi (mabda’) yang memiliki solusi problematika manusia serta metode praktis dalam menerapkan solusi problem. Islam memiliki sistem bernegara yang khas yaitu negara Islam.

 

Rasulullah dan para Sahabat telah mencontohkan bagaimana mekanisme pergantian kepemimpinan dalam Islam. Tersebab model kepemimpinan Islam bukan berupa sistem kementerian (wuzara’), maka tidak akan terjadi reshuffle  kabinet dalam Islam. Meski demikian pemimpin negara sebagai kepala negara Islam memiliki wewenang untuk mengangkat struktur/pejabat negara sesuai kebutuhan penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Pemimpin negara boleh mengangkat satu atau lebih muawwin atau pembantu pemimpin di bidang pemerintahan. Sebagaimana Rasulullah Saw sebagai kepala negara Islam di Madinah telah menunjuk Abu Bakar dan Umar bin Khatthab ra sebagai pembantunya. Pemimpin negara juga memiliki wewenang untuk mengangkat para wali (pejabat setingkat gubernur), para amil (pejabat setingkat walikota), panglima perang dan lainnya.

 

Sama sebagaimana pemimpin negara, seluruh pejabat negara yang diangkat oleh pemimpin negara wajib terikat dengan syariat dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Pejabat negara akan “di-reshuffle ” ketika mereka mengurusi urusan umat melenceng dari syariat Islam. Inilah perkara mendasar yang membedakan pergantian kepemimpinan dalam Islam dan sistem sekuler. Dasar pergantian kepemimpinan dalam Islam hanya diletakkan pada ketakwaan pada Allah Swt. demi kemaslahatan warga negara, bukan kepentingan pribadi maupun segelintir golongan.