Breaking News

Sejahterakan Perempuan, Mimpi Demokrasi

Spread the love

Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban dan Kontributor Muslimahtimes.com)

Muslimahtimes.com–Netizen heboh akibat pernyataan Mahfud MD, calon wakil presiden nomor urut 3, yang dilontarkan saat menjawab pertanyaan dalam acara Tabrak Prof di Lampung, Kamis (25/1/2024) lalu.

“Membiarkan emak-emak dan ibu-ibu untuk melahirkan anak-anak yang tidak berakhlak, itu adalah satu dosa besar kepada bangsa ini. Bangsa ini akan hancur manakala generasi mendatang itu tidak punya etika dan tidak punya akhlak,” kata Mahfud saat itu.

Sejumlah warganet menerjemahkan pernyataan itu dengan menyebut bahwa Mahfud menilai seorang ibu berdosa besar bila melahirkan anak yang tak berakhlak. Sebagaimana pejabat lainnya, Mahfud MD pun meluruskan pernyatannya yang ia maksud adalah pemerintah berdosa bila membiarkan ibu-ibu tak mendapat pekerjaan yang layak dan tidak perlu bekerja dari pagi hingga sore supaya masih bisa mendidik anak-anaknya. Sehingga tak bisa mendidik anak dengan baik, bukan sang ibu yang berdosa.

“Kami katakan, besok perlindungan ibu-ibu itu dari sudut ketenagakerjaan akan kita beri perhatian untuk lebih sejahtera agar anak-anak itu bisa dididik dengan baik dan berakhlak,” kata Mahfud (kompas.com, 29/1/2024).

Dalam Bingkai Demokrasi Mungkinkah Perempuan Sejahtera?

Sudah selayaknya para ibu menikmati perannya mengasuh anak-anak dan berkhidmat pada suaminya, kenyataannya jauh panggang dari api, banyak yang harus berjibaku dengan maut lantaran harus mengadu nasib di negeri orang, menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Inilah kondisi para perempuan Indonesia yang tidak lagi mendapatkan perlindungan dari suami dan negaranya. Tak setiap PMI mendapatkan nasib baik bertemu dengan majikan yang baik dan manusiawi. Rata-rata mereka bekerja sebagai asisten rumah tangga atau pengurus orang sakit, yang terkadang memaksa mereka berinteraksi dengan nonmahrom atas nama pekerjaan. Namun yang mendapatkan ketidak beruntungan lebih banyak. Tidak digaji, disiksa majikan bahkan hingga menjadi korban human traficking.

Menurut Hermono selaku Dubes RI untuk Malaysia, 5.000 kasus yang menimpa PMI di Malaysia, ratusan di antaranya adalah kasus penganiayaan, termasuk penyiksaan fisik, gaji tidak dibayar, dan lain-lain. Data lima tahun terakhir, terdapat lebih dari 2.300 pekerja yang gajinya belum dibayarkan. Mirisnya, semua ini terjadi di tengah permintaan pekerja di sektor rumah tangga yang terus meningkat, bahkan mencapai lebih dari 66.000 pekerja (Data KBRI Malaysia, Februari 2023).

Langkah pemerintah adalah menerbitkan Permenaker 4/2023 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia, menggantikan Permenaker 18/2018. Menurut Menteri Ida Fauziah dalam Permenaker 4/2023, ada penambahan manfaat jaminan sosial untuk meningkatkan perlindungan dan pelayanan bagi PMI dari risiko sosial, baik karena kecelakaan kerja, kematian, maupun hari tua. Apakah menjadi solusi?

Belum lagi dengan konflik agraria yang mencabut ruang hidup ibu dan anak. Banyak dari perempuan dan anak terzalimi karena negara mendahulukan kepentingan oligarki , sementara rakyat terlunta-lunta meski telah ratusan tahun tinggal di rumah dan tanah air sendiri. Ditambah UU Cipta Kerja yang memuat pengaturan alih fungsi lahan atas nama proyek strategis nasional masa depan rakyat sendiri kabur.

Belum lagi dengan Program Pemberdayaan Ekonomi Perempuan yang sangat membebani para perempuan, secara singkat negara memaksa perempuan berdaya karena bisa berperan sebagai tulang punggung perekonomian negara. Harga mereka seharga faktor produksi materi bukan ibu pencetak generasi dan penjaga peradaban.

Semua ini sebenarnya bukti negara ini hanya meratifikasi peraturan negara kafir dalam sebuah kerjasama internasional seperti UN Women, G20 dan lain sebagainya. Pandangan kafir yang merendahkan perempuan diadopsi, sementara Islam yang menjadi agama mayoritas penduduknya, tidak dijadikan way of life atau cara pandang dalam kehidupan. Jelas yang terjadi adalah bencana bertubi-tubi. Generasi tak beradab dan berakhlak hanya salah satunya.

Kesejahteraan tinggal mimpi sebagaimana janji para paslon itu kelak ketika sudah duduk di tampuk kekuasaan. Begitu nyata bukti itu namun rakyat tak belajar dari kesalahan yang sudah-sudah. Sungguh miris!

Kemiskinan Akut Karena Salah Sistem

Persoalan utama buruknya generasi memang karena para ibu tak mendapatkan perhatian yang semestinya, terutama dari negara sebagai penerap sistem aturan. Padahal akar persoalannya adalah kemiskinan akut. Kapitalisme sebagai sistem ekonomi bangsa ini tak akan pernah memberikan keadilan akses kebutuhan pokok bagi setiap individu masyarakat dengan mudah.

Kemiskinan menjalar kepada aspek rendahnya pendidikan sehingga keterampilan sumber daya manusia sangat rendah sehingga hanya bisa masuk di sektor-sektor yang dianggap unskilled labor, kemiskinan juga membuat warga mudah terbawa proses migrasi ilegal tersebab ketidaktahuan serta prosesnya lebih mudah dan cepat.

Semestinya, pemerintah membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin untuk para suami atau pria baligh agar mudah mereka menunaikan tugas menafkahi keluarganya, negeri ini kaya akan sumber daya alam, baik di laut maupun di darat yang jika dikelola secara mandiri mampu menyejahterakan rakyat. Alih-alih demikian, negara malah terus menerus membuka kran investasi dan mempertahankan PMI sebagai jalan mendapatkan pendapatan negara. Rakyat menjadi tumbal tak jadi soal.

Masih banyak persoalan lainnya yang tak mampu diatasi dalam sistem kapitalisme, bahkan bertambah parah ketika demokrasi menjadi sistem politiknya, hanya melahirkan rezim regulator kebijakan, melanjutkan rezim sebelumnya.

Sistem Ekonomi Islam Sejahterakan Perempuan

Islam sebagai agama yang juga memuat solusi bagi setiap persoalan manusia, memiliki sistem ekonomi, dan ini adalah jaminan bagi kaum perempuan untuk sejahtera. Sistem ekonomi Islam bagian dari sistem Islam (Khilafah). Dalam konsep ekonomi Islam, nafkah perempuan ditanggung oleh walinya. Jika seluruh walinya tidak bisa, negaralah yang akan menafkahinya langsung.

Di sisi lain, perempuan diperbolehkan mengaktualisasikan keahliannya tanpa mengabaikan peran utamanya sebagai ibu. Mereka bisa menjadi dokter, dosen, pegawai, pengusaha, atau apa pun asal tetap terikat hukum syarak dan terjamin keamanannya.

Allah Swt berfirman yang artinya,”Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (TQS al-Maidah:50). Wallahualam bissawab