Breaking News

Sinetron Suara Hati Istri dan Konteksnya Sebagai Pembawa Ideologi Kapitalis

Spread the love

Oleh. Helmiyatul Hidayati, S. Ikom.

 

 

#MuslimahTimes — Sinetron Suara Hati Istri yang tayang di stasiun TV Indosiar kini ramai menjadi perbincangan karena kontroversi yang ditimbulkan. Banyak netizen sampai artis memberikan kritik pada sinetron ini. Pasalnya dikarenakan ada adegan ranjang yang dilakukan oleh aktris protagonist, diperankan oleh Lea Ciarachel, namun sang aktris ternyata masih berusia 15 tahun. Sementara lawan main prianya merupakan pria dewasa.

 

Buntut dari kontroversi ini, selain sejumlah netizen melayangkan petisi agar sinetron ini dihentikan. Indosiar sebagai pihak pemberi hak tayang telah dipanggil oleh KPI dan memutuskan untuk mengganti Lea Ciarachel dengan aktris lain yang berusia lebih dewasa.

 

Terlepas dari kontroversi karena usia sang aktris yang masih muda. Jalan cerita pak Tirta (nama peran utama) dengan tiga istri memberikan gambaran tentang rumah tangga penuh kejanggalan dan ketidaknyamanan tanpa adanya penerapan aturan Islam.

 

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah (habluminallah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (hablumminanafsi) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablumminannas).

 

Kehidupan rumah tangga, baik yang monogamy dan poligami pun telah diatur di dalam Islam dan Rasulullah sebagai pemberi teladan. Bagi yang memilih rumah tangga monogamy maka contohlah rumah tangga rasulullah SAW dab Siti Khadijah RA. Bagi yang memilih rumah tangga poligami maka contohlah rumah tangga rasulullah SAW dengan Aisyah, Shafiyah, Hafshah, Salamah dll

 

Sinetron suara hari istri memang menyatakan bahwa kisahnya terinspirasi dari kisah nyata para istri yang terdzolimi. Fakta seperti ini memang tidak bisa kita pungkiri bahwa memang benar adanya di tengah masyarakat. Namun saying sekali sinetron ini, seperti kebanyakan sinetron lain di Indonesia hanya menyajikan konflik tanpa ada solusi atau porsi konfliknya jauh lebih besar daripada penyelesaiannya. Sehingga jalan ceritanya akan terus mengular dan rumit tanpa batas episode. Lama-lama cerita pun akan terasa tidak realistis.

 

Berbeda dengan drama dari luar, misalnya drama The World of The Marrid Couple dari Korea Selatan. Tentang perselingkuhan seorang suami, namun karakter protagonist diciptakan mampu menyelesaikan konflik dengan segala lika-likunya sehingga terlihat hasil akhirnya seperti apa. Dengan tidak adanya pelebaran konflik yang terlalu luas, maka drama-drama dari Korea Selatan masih Nampak realistis bahkan sekalipun pada drama fiksi.

 

Meskipun pada masa ini penggemar sinetron masih besar, namun factor ini akan menjadi salah satu factor yang akan membuat drama Indonesia ditinggalkan. Terlebih dalam sinetron suara hati istri, karena kisahnya tentang rumah tangga poligami, justru akan menambah stereotype buruk tentang poligami yang notabene merupakan ajaran Islam. Bukan tidak mungkin gara-gara sinetron, stereotype buruk akan berkembang menjadi kebencian dan penentangan pada syariat Islam.

 

Dalam ilmu komunikasi, inilah yang disebut dengan film sebagai pembawa konteks ideology. Hal ini bisa terjadi karena drama/film kini telah menjadi bagian dari dan dalam kehidupan masyarakat, terikat oleh seperangkat nilai yang mendasar, baik pada system kerjanya maupun fungsinya. Seperangkat nilai inilah yang disebut dengan ideology.

 

Di dunia ini sebenarnya hanya ada 3 (tiga) ideology yakni kapitalis, sosialis-komunis dan ideology Islam. Ketiganya merupakan ideology-ideologi di dunia yang saling bertentangan sehingga akan terus saling mengalahkan.

 

Drama atau film secara ideology merupakan anak kandung dari masyarakat industrial yang bercorak liberal-kapitalis karena dilahirkan dari Rahim kapitalisme. Dengan demikian konteks ideology drama/film mulai dari kelahiran hingga perkembangannya adalah konteks masyarakat liberal-kapitalis dengan ideology kapitalisme.

 

Ideology kapitalisme dan ideology sosialis-komunis berasaskan sekulerisme (pemisahan agama dengan kehidupan). Dalam ranah ideology kapitalis, agama hanya untuk ibadah ritual saja. Dalam ranah ideology sosialis-komunis, agama adalah candu.

 

Hal ini tentu berbeda dengan ideology Islam, dimana Islam sebagai ideology memiliki pengaturan kehidupan super lengkap dari tataran individu, masyarakat hingga negara. Tak terkecuali mengatur kehidupan rumah tangga yang meliputi tentang hak dan kewajiban suami dan istri baik pernikahannya monogami maupun poligami.

 

Saat ini dunia sedang ada dalam cengkeraman kapitalisme, maka tak heran jika kehidupan masyarakat sangat jauh dari syariat dan jauh dari maslahat. Hal ini tergambar dari betapa kacaunya konflik dalam sinetron suara hati istri yang banyak membuat netizen menjadi gerah dan keki.

 

Saluran-saluran media komunikasi massa seperti film dan drama pun dipenuhi dengan produk-produk yang mengandung pesan ideologi kapitalisme. Karena itulah tugas media sekarang.  Hal ini tentu berbeda dengan peran media massa di dalam Islam, yang digunakan sebagai edukasi untuk memperkuat pemahaman umat akan Islam itu sendiri. Sehingga output yang dihasilkan adalah manusia yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam yang kuat.

 

Bila setiap insan menikah sesuai tuntunan Rasulullah dan diniatkan karena Allah serta rumah tangga dijalankan sesuai dengan syariah, InsyaAllah sakinah akan menjadi rahmat dari Allah SWT. Aamiin..