Breaking News

TELAAH KRITIS SURAT KEPUTUSAN BERSAMA TIGA MENTERI

Spread the love

Oleh : Mariyam Sundari

 

Bismillah.

 

Surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut sekolah negeri di Indonesia mendapat tantangan keras dari wakil ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas. Ia menilai SKB yang di buat mendagri Tito Karnavian, Mendikbud Nadiem Makarim, dan Menag Yaqut Cholil Quomas itu akan mengarahkan Indonesia menjadi negara sekuler.

 

Hal itu disampaikan nya saat di wawancarai oleh TvOne terkait SKB yang di buat sebagai buntut kasus protes salah satu orang tua murid atas aturan yang mewajibkan anak sekolah menggunakan kerudung di kota Padang (4/2/2021). SKB menetapkan semua aturan yang mewajibkan atau melarang pakaian keagamaan tertentu harus di cabut alias tidak berlaku lagi.

 

Ia menyintir pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945 yang menurut nya mengandung kehendak bangsa ini menjadi bangsa yang religius bukan bangsa yang sekuler.

 

Menurut Abbas, UU dan peraturan serta kebijakan yang di buat pemerintah dan DPR dalam semua bidang kehidupan termasuk dalam dunia pendidikan semestinya didasari pada nilai-nilai dari ajaran agama.

 

“Untuk itu, terkait pakaian anak-anak sekolah, negara justru seharusnya mewajibkan anak didiknya agar berpakaian sesuai dengan ajaran agama dan keyakinan nya masing-masing. Sehingga tujuan dari sistem pendidikan nasional yang kita canangkan yaitu untuk membuat peserta didik bisa menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan seterusnya dapat tercapai” tegasnya.

 

Sejalan dengan Abbas, mubaligah sekaligus aktivis muslimah nasional, ustazah Asma Amnina mengatakan bahwa kehadiran SKB ini memang membuktikan dari hari ke hari bangsa ini makin tegas dan lantang memproklamasikan diri sebagai negara sekuler yaitu pemisahan agama dari kehidupan.

 

Sebenarnya, sejak awal sistem di negara ini telah menganut paham sekuler, karena suatu negara ketika menyatakan adanya pemisahan agama dari kehidupan, yang selanjutnya pemisahan agama dari negara berarti negara tersebut adalah negara sekuler sebagaimana yang telah dijelaskan Al’alamah Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Nizhomul Islam tentang makna sekularisme, papar ustazah Asma kepada Mnews (5/2/2021).

 

“Sejengkal demi sejengkal, negara sekuler akan menghapus syariat Islam. Mulai pemisahan agama dari politik dan pemerintahan dengan adanya pelarangan “jihad dan khilafah”, lalu masalah poligami, perubahan hukum waris, dan sekarang masalah jilbab”, lanjutnya.

 

Menurut ustazah Asma, jilbab adalah pakaian yang menjadi cerminan keimanan seorang muslimah kepada Allah SWT. Tak ada selisih pendapat para ulama mengenai kewajiban jilbab bagi seorang muslimah.

 

“Dengan adanya SKB ini, syariat jilbab menjadi terancam. Artinya, sekularisme telah merampas hak seorang muslimah untuk menjalankan aturan Rabb-nya“ ujarnya miris.

 

Ia pun mengajak agar masyarakat terus bersuara lantang melawan segala bentuk kezaliman dan arogansi penguasa terhadap syariat Islam dan umat Islam. Untuk mengukuhkan tekad dalam menjaga Islam dan kemuliaan umat Islam.

 

“ Ingatlah umat Islam adalah umat yang satu. Tak ada pemisahan agama dari kehidupan, tak ada pemisahan agama dari negara yang ada hanya berpegang teguh pada syariat Islam yang kaffah.’inna shalati wanusuki wamahyaaya wamamaati lillahirobbil’aalamiin’. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup ku dan mati ku untuk Allah SWT semata! Pungkasnya.

 

Dari paparan para tokoh dan ahli, yang mengkritisi sekaligus menolak terkait adanya surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri dapat di telaah kritis sebagai berikut :

 

Telaah Kritis

  • Bentuk kebijakan pendidikan yang makin mengarah kepada sekuler (radikal)

*Sekularisme harus di jauhkan Negara tidak boleh netral, tidak boleh melarang atau tidak boleh mewajibkan.

  • Pendidikan harusnya dilandasi kepada agama.

*Agama adalah asas perilaku.

  • Mewajibkan kewajiban adalah bagian dari pendidikan.

*Keteladanan dan pembiasaan adalah bagian dari pendidikan.

  • Agama adalah aspirasi bukan sekadar inspirasi moderasi adalah bentuk minder waardig complex.

*Agama adalah kesadaran dan ketaatan bukan tuduhan (intoleran).

  • Kepala negara dan kepala daerah harusnya melaksanakan kewajiban agama melalui kebijakan publik.

*Bukan malah phobia kepada peraturan yang mengacu pada agama (perda syariah).

Aspek Mikro Individu

Wajib menutup aurat baik muslim maupun muslimah. Allah SWT berfirman yang artinya: “ Wahai anak cucu Adam ! Sesungguhnya kami telah menyediakan pakaian untuk menutupi aurat mu dan untuk perhiasan bagimu. Tetapi pakaian takwa itulah yang lebih baik. Demikian lah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka ingat” (Qs. Al a’raf 26).

Berbusana muslimah syar’i memakai kerudung dan jilbab. Allah SWT berfirman yang artinya : Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istri mu, anak-anak perempuan mu dan istri-istri orang mukmin, “ Hendaklah mereka menutup kan jilbab nya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu agar mereka mudah di kenali, sehingga mereka tidak di ganggu. Dan Allah maha pengampun, maha penyayang. (Qs. Al ahzab 59)

Aspek Makro

 

Untuk non muslim membiarkan mereka berpakaian dengan kepercayaan nya masing-masing. Untuk wanita non muslim wajib menutup aurat menggunakan jilbab dan kerudung, sehingga tidak ada bedanya antara wanita muslim dan non muslim dalam berpakaian karena di atur sesuai syariat.

Aspek Politik

 

  • Negara ini makin bergerak ke arah sekuler (radikal) di tandai dengan dominasi corporate state-oligarki.
  • Pendidikan di negara ini sebagai sub sistem pun juga makin bergerak ke arah sekuler (radikal).

Politik Pendidikan Perspektif Islam.

 

  • Islam menjadi asas dalam seluruh aspek pendidikan (diantaranya kurikulum)
  • Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk individu yang berkepribadian Islam dan menguasai ilmu teknologi. Termasuk aturan berbusana di sekolah dan tempat umum.
  • Negara menyediakan sarana pendidikan untuk mengembangkan ilmu dan penelitian.

Kesimpulan

 

Sepanjang bangsa ini masih mengukuhi paradigma sekuler yang di suport oleh negara yang berparadigma sekuler maka pendidikan dalam negeri ini tetap dalam masalah. Satu-satunya jalan untuk mengubahnya adalah dengan meninggalkan sistem pendidikan sekuler berikut sistem politik yang menerapkannya. Dan beralih kepada pendidikan Islam yang akan mewujudkan generasi berkualitas yang tegak di atas akidah sohih berkeyakinan bahwa Allah ta’ala adalah pencipta dan pengatur kehidupan.

Wallahu’allamm bi ash showwabb.