Breaking News

Tujuan Pendidikan Tinggal Kenangan

Spread the love

Oleh: Vinci Pamungkas, S.Pd
(Praktisi Pendidikan, Anggota Komunitas Revowriter)

Setiap tanggal 2 Mei, Indonesia memperingati hari pendidikan nasional. Tanggal ini diambil berdasarkan
hari lahir Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar dewantara. Pendiri lembaga pendidikan taman sisiwa.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan yang ingin dicapai seharusnya selaras dengan metode pendidikan. Selaras dengan
kurikulum. Selaras dengan sarana dan prasarana sekolah. Namun, pada faktanya jauh panggang dari api.
Tujuan yang pertama disebutkan adalah agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa. Iman dan takwa berhubungan dengan mata pelajaran pendidikan agama. Namun kurikulum hanya menjatahkan 2 jam pelajaran dalam 1 minggu. Pendidikan agama tidak masuk ke dalam deretan
mata pelajaran ujian nasional (UN).
Bandingkan dengan mata pelajaran matematika, fisika, kimia, ekonomi, dll. Semuanya mata pelajaran
yang di-UN-kan. Jam pelajarannya 3-6 jam per minggu. Bahkan demi nilai yang tinggi di mata pelajaran itu, Siswa-siswi belajar habis-habisan. Mengejar lewat bimbingan belajar (bimbel) atau les privat. Biaya jutaan tak dipermasalahkan orang tua.

Meskipun demikian, pemerintah daerah berusaha agar sektor informal ikut andil untuk mencapai tujuan
pendidikan. Dengan memutuskan syarat masuk SMP adalah memiliki ijazah sekolah agama/madrasah diniyah (MD). Ini berlaku untuk lulusan SD umum. SD Islam terpadu (IT), pesantren, dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) tak perlu lagi ijazah MD.

Hanya saja program ini belum efektif, hanya beberapa daerah yang menetapkan syarat ini. Hasilnya pun
masih nihil. Terbukti viral di berbagai media, anak SD melakukan tawuran. Bermodal senjata tajam.

Beredar pula video anak SD melakukan hubungan intim. Anak SD menggunakan narkoba. Anak SD saja sudah berani melakukan itu semua, apalagi anak SMP, SMA, dan mahasiswa.

Kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) kerohanian islam (rohis) cukup membantu para pelajar memahami
islam. Menambah tsaqofah islam. Menjadi pribadi yang mengagumkan. Miris, anak rohis malah dituding
teroris.

Walhasil, untuk mencapai satu poin pertama tujuan pendidikan nasional, Indonesia gagal total.

Dibandingkan dengan Islam, memang islam tidak husus menetapkan tujuan pendidikan. Islam menetapkan tujuan hidup manusia secara keseluruhan. Yaitu menggapai ridho Allah. Hal ini dapat
dicapai dengan melaksanakan seluruh perintahNya dan menjauhi seluruh laranganNya.

Islam menetapkan bahwa menuntut ilmu adalah wajib. Sebagaimana hadits: “Mencari ilmu itu wajib
bagi setiap muslim” (HR Ibnu Majah). “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun
muslim perempuan” (HR Ibnu Abdil Barr). ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”.
(HR. Turmudzi)

Ilmu yang bersifat fardhu ‘ain dan yang pertama kali dipelajari adalah aqidah islam. Ini merupakan dasar
dari ilmu-ilmu yang akan dipelajari. “Dari Jundub bin ‘Abdillah, ia berkata, kami dahulu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami masih anak-anak yang mendekati baligh. Kami mempelajari
iman sebelum mempelajari Al-Qur’an. Lalu setelah itu kami mempelajari Al-Qur’an hingga bertambahlah iman kami pada Al-Qur’an.” (HR. Ibnu Majah) “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz ke Yaman, ia pun berkata padanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari ahli
kitab. Maka jadikanlah dakwah engkau pertama kali pada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allah Ta’ala…” (HR. Bukhari & Muslim)

Berdasarkan dalil-dalil di atas, islam mengatur jenjang pra baligh atau SD untuk mempelajari aqidah
islam terlebih dahulu. Dibarengi dengan hapalan alquran. Inilah batu fondasi untuk menjadi seorang mukmin dan mutaqin. Lalu mempelajari syariat islam serta sains dan teknologi.
Sistem pendidikan dan kurikulumnya terkait dengan kebijakan Negara. Oleh karena itu, untuk mewujudkan pendidikan berbasis aqidah islam, maka wajib bagi Negara menjadikan aqidah islam sebagai asas negaranya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.