Breaking News

UKT Mahal, Pendidikan Dikomersialkan

Spread the love

Oleh. Asha Tridayana, S.T.

Muslimahtimes.com–Belum lama ini terjadi protes dari sejumlah mahasiswa di beberapa perguruan tinggi negeri (PTN) terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Di antaranya Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Universitas Negeri Riau (Unri) hingga Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Namun, hal ini disanggah oleh Plt Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Tjitjik Sri Tjahjandarie, yang menyatakan bahwa pemerintah telah memberikan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) meskipun belum bisa menutup seluruh biaya operasional atau setara dengan biaya kuliah tunggal (BKT). (https://www.cnnindonesia.com 18/05/24)

Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) di PTN Kemendikbudristek bahwa besaran UKT dapat lebih tinggi dari BKT pada setiap program studi. Adapun kriterianya diterima melalui jalur kelas internasional dan jalur kerja sama, rekognisi pembelajaran lampau untuk melanjutkan pendidikan formal pada perguman tinggi, serta berkewarganegaraan asing. Pemimpin PTN juga dapat meninjau kembali besaran UKT bagi mahasiswa jika terdapat perubahan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa. Disamping itu, Tjitjik juga menyebutkan bila pendidikan tinggi merupakan pendidikan pilihan atau tersier, belum menjadi program wajib belajar 12 tahun yang saat ini masih menjadi prioritas dan fokus pemerintah. (https://www.cnbcindonesia.com 18/05/24)

Telah diketahui bahwa seluruh pembiayaan di PTN mengacu pada SSBOPT. Di samping itu, adanya perubahan PT menjadi PTN Badan Hukum juga berpengaruh dalam penentuan UKT. Kemudian program World Class Universicy (WCU) pada PT juga menetapkan sejumlah syarat tertentu yang pastinya memerlukan biaya mahal. Bermacam aturan dan program pendidikan di PT yang telah ditetapkan seolah untuk meningkatkan mutu dan kualitas PT. Namun, akhirnya berimbas pada kenaikan biaya UKT yang memberatkan mahasiswa dan orang tua.

Memang, pendidikan jenjang perguruan tinggi tidak diwajibkan tetapi sudah selayaknya lulusan sekolah menengah atas atau kejuruan ingin meneruskan pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini semestinya mendapat apresiasi dan dukungan penuh dari pemerintah, mengingat kondisi remaja saat ini yang minat belajarnya terbatas bahkan nyaris hilang. Karena mereka lebih senang dengan kehidupan hedonis atau sekadar ikut-ikutan. Sehingga sangat diharapkan penetapan biaya UKT dapat dilakukan pengkajian ulang demi kelancaran proses pendidikan dan masa depan generasi.

Terlebih lagi, adanya konsep triple helix yakni pemerintah, perusahaan dan perguruan tinggi yang menjalin kerja sama menjadikan orientasi tidak lagi pada kualitas pendidikan, tetapi memenuhi pangsa pasar dunia industri. Lulusan PT dituntut bekerja sementara capaian pendidikan selama kuliah tidak sepenuhnya diperhitungkan. Terlihat dari banyaknya lulusan yang bekerja tidak sesuai dengan program studi PT. Sungguh disayangkan, ilmu yang dipelajari dengan biaya UKT tinggi tetapi tidak dapat diaplikasikan saat bekerja. Bahkan tidak sedikit yang menjadi pengangguran karena kapasitas lowongan tidak sebanding dengan banyaknya jumlah lulusan.

Dengan begitu dapat dikatakan bahwa pendidikan di negeri ini masih jauh dari harapan sekalipun ditunjang dengan tingginya biaya UKT. Lagi-lagi, masyarakat yang menderita kerugian. Tidak ada jaminan pendidikan apalagi jaminan keberlangsungan hidup sejahtera. Justru keberadaan mahasiswa dimanfaatkan untuk kepentingan segelintir orang yang hanya mencari keuntungan di setiap kesempatan.

Kondisi tersebut sangat jauh berbeda apabila negara menerapkan Islam dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Nyatanya negara justru mengikuti paradigma Barat yakni kapitalisme sekulerisme yang berasaskan manfaat yakni diukur secara materi dan aturan agama sebatas ritual ibadah semata. Sehingga tidak mengherankan pendidikan dikomersialkan dan ilmu tidak lagi berarti. Pembelajaran sekadar transfer ilmu, tidak ada proses pembinaan yang memastikan ilmu yang diperoleh telah benar-benar dipahami.

Sementara Islam menjadikan pendidikan sebagai salah satu kebutuhan pokok yang ditanggung oleh negara. Negara berkewajiban mencukupi biaya yang diperlukan selama pendidikan. Sehingga peserta didik dapat fokus belajar tanpa khawatir kesulitan biaya. Hal ini dapat dilakukan oleh negara karena dalam Islam seluruh sistem kehidupan saling bersinergi menunjang satu sama lain. Seperti sistem ekonominya dalam hal sumber pemasukan negara berasal dari berbagai pos. Salah satunya hasil dari pengelolaan kekayaan alam yang melimpah. Sehingga tidak mustahil, negara yang menerapkan Islam mampu menyediakan pendidikan berkualitas dengan biaya murah bahkan gratis.

Di samping itu, adanya pendidikan tinggi dalam Islam memiliki tujuan untuk membangun kapasitas keilmuan, bukan memenuhi tuntutan industri. Sehingga fokus peserta didik pada capaian ilmu dan berusaha memaksimalkan potensi ilmu yang dimiliki. Akal mereka dapat berkembang dengan baik karena tidak terbebani dengan pemikiran terkait tingginya biaya pendidikan. Terbukti ketika Islam diterapkan secara kaffah selama 13 abad, banyak cendekiawan muslim yang berhasil di berbagai bidang bahkan menjadi penemu alat-alat mutakhir yang berguna dalam kehidupan.

Maka sudah saatnya membebaskan diri dari cengkeraman kapitalisme sekulerisme dan beralih pada penerapan Islam kaffah. Negara yang berhasil menerapkan Islam akan terjamin pendidikannya bahkan seluruh aspek kehidupan akan terpenuhi dengan baik. Allah swt berfirman, “Untuk setiap umat di antara kamu (umat Nabi Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami jadikan peraturan (syariat) dan jalan yang terang.” [QS. Al-Maidah (5): 48]

Wallahu’alam bishowab.