Breaking News

Utang dan Kesejahteraan Rakyat

Spread the love

Oleh: Astik Drianti, S.P., M.P

(Dosen di Universitas Kutai Kartanegara Tenggarong)

 

#MuslimahTimes — Utang pemerintah RI mencapai Rp. 4.180 T dengan posisi utang pemerintah pada bulan Januari 2018 sebesar Rp. 3.953,66 T, Februari Rp. 4.043,8 T Maret Rp. 4.136,39 T dan April Rp. 4.180,61 T.  Utang ini terdiri dari Pinjaman dan Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Pinjaman ini terdiri dari pinjaman luar negeri bersumber dari pinjaman bilateral, multilateral, pinjaman komersial dan suppliers dengan total Rp. 773,9 T. Sedangkan dari penerbitan Surat Utang atau SBN  berasal dari SBN berdenominasi rupiah dan denominasi valuta asing (valas) dengan total 3.407,14 T (liputan6.com 17 Mei 2018).

Peningkatan utang pemerintah ini  menunjukkan pemerintah tidak mampu mengakselerasi  pertumbuhan ekonomi, produktivitas utang terbukti belum mampu mendorong pertumbuhan investasi sektor produktif secara signifikan. Sehingga output perekonomian relatif stagnan (Pikiran rakyat, 21 Maret 2018).

Peningkatan utang pemerintah ini salahsatunya dipicu dari belanja pemerintah.  Dalam APBN 2018 belanja negara memiliki nilai yang sangat besar yakni sebesar 2.220,7 T dalam sektor belanja negara untuk pengadaaan barang dan jasa, dan berpotensi mengalami kebocoran. Contoh pada kasus Hambalang negara dirugikan Rp. 703 M dan kasus  E-KTP negara dirugikan 2,3 T. (Tribunnews.com, 22 maret 2018). Dan yang terakhir adalah anggaran untuk kegiatan tahunan IMF di mana Indonesia menjadi tuan rumah dan menyediakan anggaran sebesar  1 Triliu rupiah untuk menjamu anggota IMF yang hadir, yang mana mereka tidak memiliki kepentingan dan kontribusi terhadap Indonesia.

Besarnya utang pemerintah mencapai level yang membahayakan karena utang pemerintah setara dengan 29,88 persen PDB kita, dengan melemahnya nilai tukar rupiah akan semakin meningkatkan nilai utang pemerintah. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka kondisi gagal bayar akan terjadi dan indonesia akan dinyatakan pailit, pemerintahan dapat di tutup seperti yang pernah terjadi di AS dan Yunani yang di nyatakan bangkrut oleh Uni Eropa.

Tingginya utang dapat membuat sebuah negara tergadai, Maldives bisa menjadi contoh, bagaimana utang negara tersebut terhadap investor dalam hal ini Tiongkok membuat mereka harus merelakan lahan  mereka kepada negara tersebut (rmol.co 18 Februari 2018), demikian juga Sri Lanka yang terpaksa melepaskan pengelolaan pelabuhan mereka kepada Cina karena tidak mampu membayar utang negara kepada Tiongkok (republika.co.id 31 Juli 2017).  Hal ini juga sangat mungkin terjadi di Indonesia ketika negeri ini tidak berhati-hati terhadap utang.

Utang juga membuat sebuah negara mengalami tekanan, hal ini yang dirasakan oleh menteri perhubungan Sri Lanka, yang menyebutkan mereka mengalami tekanan geopolitik, pun yang dirasakan oleh mantan presiden maldives.

Utang sesungguhnya terkait dengan kemampuan negara menyeimbangkan antara penerimaan negara dan belanja negara.  Dalam hal ini adalah pos-pos penerimaan dan pos-pos belanja, ketika suatu negara di biayai oleh utang maka kedaulatannya dan rakyatnya akan tergadai kepada pemberi utang. Melihat yang terjadi di negeri ini dimana penerimaan negara mengandalkan sektor pajak, mka wajar jika banyak terjadi kekurangan dalam anggaran sehingga wajar pula muncul kalimat “kekayaan sumberdaya alam tidak menjamin kesejahteraan rakyat”.  Terlebih lagi, dengan kebijakan tax amnesty yang diharapkan dapat membawa masuk uang milik pengusaha ternyata tidak sesuai target, dan ada kasus-kasus pengemplangan pajak dengan jumlah besar, semakin membuat negeri ini kesulitan untuk membiayai pemerintahannya, akhirnya utang adalah langkah mudah dan cepat serta tanpa resiko, karena masa berkuasa hanya lima kali dua tahun, yang artinya utang serta bunganya dapat diwariskan kepada pemerintahan berikutnya.

Sesungguhnya Islam memandang penting kedaulatan sebuah negara, sehingga semua aspek yang dapat melemahkan kedaulatan negara harus diperhatikan dan di kurangi, termasuk didalamnya utang.  Islam telah menetapkan, negara harus menggunakan anggaran belanjanya untuk mensejahterakan rakyat, bukan untuk mengembalikan modal kampanye. Sehingga belanja negara bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat. Dari sisi penerimaan Islam telah menetapkan pos-pos penerimaan diantaranya kharaj,usyr, jizyah, wakaf, zakat dan hasil dari pengelolaan sumberdaya alam yang termasuk dalam kepemilikan umum. Semua pos ini akan dikelola oleh negara dalam rangka pelayanan kepada masyarakat dan mensejahterakan masyarakat. Ketika pos penerimaan ini kurang untuk membiaya negara, maka negara boleh mengambil pajak/dharibah. Namun itu hanya untuk sementara,sampai kondisi keuangan negara mencukupi. Halnya utang, negara diperbolehkan berhutang kepada pihak-pihak tertentu dengan persyaratan yang telah di tetapkan oleh syariat tentunya.

Rasul telah mencontohkan, bagaimana beliau meminta bantuan kepada pihak yang mampu untuk membantu masyarakat madinah yang mengalami paceklik dan kondisi keuangan beliau tidak memungkinkan untuk membantu masyarakat. Kemudian usman bin affan menyedekahkan unta yang penuh berisi bahan makanan untuk masyarakat madinah ketika itu.  Atau bagaimana beliau juga menawarkan kepada sahabat untuk membeli sumur seorang yahudi supaya airnya dapat di gunakan oleh masyarakat. Demikian juga Rasul telah membagi harta ghanimah, serta tebusan perang untuk membangun pendidikan di madinah, yakni dengan mewajibkan para tawanan perang untuk mengajarkan baca tulis. Atau Rasul juga menyediakan dokter yang dihadiahkan kepada beliau untuk mengobati masyarakat yang membutuhkan. Hal ini menunjukkan bagaimana islam senantiasa mengutamakan kesejahteraan masyarakat tanpa membahayakan kedaulatan negara.

================================

Sumber Foto : Liputan6

Leave a Reply

Your email address will not be published.