Breaking News

Yang Seharusnya Mengayomi Mengapa Kini Menciutkan Nyali?

Spread the love

Oleh. Rut Sri Wahyuningsih

(Kontributor Muslimahtimes.com)

Muslimahtimes.com–Rempang Galang terus menegang, meskipun dikatakan sudah ada kesepakatan terbaru dengan rakyat Rempang, Menteri Investasi/ Kepala Badan koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil mengatakan bahwa banyak kerugian yang akan dirasakan, baik dari segi pendapatan pemerintah maupun perekonomian masyarakat jika potensi investasi di Rempang tidak jadi terealisasikan.

“Ini investasinya total Rp300 triliun lebih, tahap pertama itu Rp175 triliun. Kalau ini lepas, itu berarti potensi pendapatan asli daerah (PAD) dan penciptaan lapangan pekerjaan untuk saudara-saudara kita di sini itu akan hilang,” ujar Bahlil (Inewsid.com, 20/9/2023). Belum lagi dengan perintah Panglima TNI Laksamana Yugo Margono kepada anggotanya untuk memiting rakyat Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Ia artikan memiting adalah merangkul.

“Lebih dari masyarakatnya itu satu orang miting satu. Ya kan TNI-nya umpanya, masyarakatnya 1.000 ya kita keluarkan 1.000. Satu miting satu itu kan selesai. Nggak usah pakai alat, dipiting aja satu-satu,” ungkap Laksamana Yudo Margono. “Tahu itu dipiting? ya itu dipiting aja satu-satu,” tegas Yugo (SRIPOKU.COM, 19/9/2023).

Ke Mana Pengayom Rakyat Berpihak?

Ucapan Laksamana Yugo Margono ini menuai kritis keras termasuk dari Ustaz Abdul Somad (UAS) hingga beliau meminta definisi ‘piting’ pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) direvisi. “Mohon agar Kamus Besar Bahasa Indonesia direvisi. Ada makna lain dari kata piting, yaitu merangkul,” tulis Ustaz Abdul Somad lewat status instagramnya @ustadzabdulsomad_official pada Selasa (19/9/2023).

Dalam halaman KBBI, hanya terdapat tiga makna dari kata dasar ‘piting’, antara lain: pertama, piting, memiting, yakni mengapit atau menjepit dengan kaki atau lengan. Kata dasar itu bisa digunakan dalam kalimat: dengan cepat ia menubruk musuh itu lalu (piting) batang lehernya.

Kedua, kata dasar itu bisa digunakan dalam kalimat: kedua anak itu (piting-memiting). Ketiga,  Pitingan, yakni cara (hasil) memiting. Kata dasar itu bia digunakan dalam kalimat: Ia merobohkan lawan dengan teknik (pitingan) yang baru dipelajarinya. Dan sebagaimana kebiasaan para pesohor di negeri ini, berkata-kata tanpa berpikir, hingga ketika telah menimbulkan kekacauan mereka meminta maaf.

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono akhirnya meminta maaf atas ucapannya yang menghebohkan masyarakat. “Saya mohon maaf, sekali lagi mohon maaf atas pernyataan kemarin yang mungkin masyarakat menilai seolah dipiting, itu karena bahasa saya dipiting itu saya orang ndeso yang biasa  melaksanakan waktu kecil sering piting-pitingan dengan teman saya, karena saya kira dipiting lebih aman kita tidak punya alat, sejak orde baru tidak ada, sejak Undang-Undang TNI tidak dilibatkan untuk memakai alat seperti jaman dulu tidak ada,” kata Yudo usai membuka secara resmi latihan gabungan terpadu Asean Solidarity Exercise 01-Natuna Tahun 2023, yang bertempat di Dermaga Batu Ampar, Kota Batam, Selasa (19/9/2023) (Harian Aceh Indonesia, 20/9/2023)..

Dengan entengnya pula, Yudo mengaku kata piting yang ia lontarkan tempo hari hanya perumpamaan, nyatanya tidak ada pengerahan pasukan. Apakah pantas, dari lisan penguasa terlebih militer mengatakan sesuatu yang ambigu, padahal sejatinya terang sekali maknanya. Ke mana sebenarnya keberpihakannya? Sementara di lapangan, aparat dengan pangkat di bawahnya akan patuh pada perintah atasan. Rakyat lagi yang terzalimi.

Penguasa Amanah Lahir dari Rahim Islam

Rasulullah Saw. bersabda,”Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim” (HR Tirmidzi).

Hadis ini sangat jelas mengenai kedudukan pemimpin yang zalim kepada rakyatnya, di saat amanah kekuasaan diizinkan Allah Swt. ada di pundaknya. Siapa pun hari ini akhirnya paham, masalah Rempang bukan semata karena rakyat Rempang ” rewel” namun ini ada kezaliman atas tanah tumpah darah mereka. Penguasa dengan semena-mena mengusir mereka dan lebih mengutamakan melanjutkan pengembangan investasi di sana. Benarkah proyek itu untuk rakyat? Benarkah akan mampu membuka lapangan pekerjaan yang luas, rakyat yang mana, jika untuk memulai saja rakyat sudah terusir.

Penguasa zalim tidak lahir dari rahim Islam, melainkan sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Kapitalisme dalam sistem ekonomi dan demokrasi dalam sistem politiknya telah menjadi satu gabungan sistem tak manusiawi. Yang hanya memperturutkan hawa nafsu, menambah pundi keuntungan meski rakyat tergusur dan teraniaya.

Rasulullah saw. mendoakan para pemimpin zalim ini, ‘Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia,” sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim. Maka, sebagai muslim kita tak boleh mendiamkan kezaliman ini berlangsung terus menerus, sebaliknya kita harus terus menyuarakan penerapan syariat di seluruh aspek kehidupan manusia. Wallahualam bissawab.