Breaking News

Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat, Kapan Terwujud?

Spread the love

Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat, Kapan Terwujud?
Oleh : Rut Sri Wahyuningsih

Muslimahtimes – Peringatan hari buruh setiap tanggal 1 Mei selalu menimbulkan kontroversi tersendiri. Setiap tahun diperingati namun setiap tahun pula tak pernah ada kata sepakat. Semua pihak sama-sama bertahan pada pendapat masing-masing, yaitu tak mau berada pada pihak yang dirugikan. Duduk bersama pun tak akan bisa mendapatkan kata sepakat, sebab cara pandang pemerintah, buruh dan pengusaha berbeda bahkan seringkali bertolak belakang.

Dikutip dari CNBCIndonesia.com, 16 April 2020 , DPR dan pemerintah belum lama ini sepakat melanjutkan pembahasan RUU cipta lapangan kerja (Ciptaker). Merespons hal tersebut, elemen buruh mengancam menggelar demo besar-besaran.

Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) menyerukan agar DPR segera menghentikan pembahasan draf regulasi ini. MPBI yang merupakan gabungan tiga konfederasi buruh yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), kompak satu suara.

“Kami sudah membuat surat resmi kepada presiden dan ketua DPR untuk menggelar aksi besar-besaran secara nasional,” kata Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea, dalam konferensi video bersama awak media di Jakarta, Kamis, 16 April 2020.

Entahlah, meskipun menuai kritik, Pemerintah dan DPR terus membahas Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (sebelumnya bernama Cilaka atau Cipta Lapangan Kerja) yang disusun dengan metode omnibus. Dalam rapat kerja Selasa (15/4/2020) kemarin, hanya dua partai yang menyatakan menolak melanjutkan pembahasan. Sisanya, dengan berbagai alasan, memilih sebaliknya.

Masyarakat, terutama buruh menganggap, peraturan itu menghapus banyak hak-hak buruh yang tertuang dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pun pembahasannya tidak transparan. Pihak yang lebih banyak didengar–sekaligus diakomodasi kepentingannya–adalah pengusaha. Penolakan semakin menguat karena pembahasan peraturan ini ternyata masih dilanjutkan saat pandemi COVID-19.

DPR dan pemerintah tak bergeming, meskipun ratusan masyarakat telah meninggal karena virus yang belum ditemukan obatnya itu. Ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengatakan satu-satunya alasan DPR-pemerintah tetap membahas peraturan ini adalah karena mereka “tuli dan buta.”

Menurut Nining, penanganan pandemi adalah pekerjaan rumah yang semestinya lebih diprioritaskan saat ini daripada pembahasan RUU cilaka. Penanganan pandemi belum bisa dibilang maksimal: data masih amburadul, jumlah alat pelindung diri untuk petugas medis tak bisa disebut cukup, para pekerja di-PHK, sampai respons buruk masyarakat terhadap jenazah pasien.

Dampak lain dari krisis saat ini adalah perlindungan terhadap kelompok rentan yang masih amat minim. Koalisi Peduli Kelompok Rentan Korban COVID-19 (Pekad) menyebut perempuan adalah salah satu kelompok paling terdampak. Tekanan ekonomi dan tekanan psikis yang dialami keluarga ketika menjalani social distancing di dalam rumah berpotensi meningkatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan memperburuk kesehatan mental (tirto.id,16/4/2020).

Sungguh, tak pelak lagi, Rezim memang menangkan pengusaha dan sedang mengundang masalah baru. Jargon dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat rasanya kian jauh, entahlah kapan terwujud. Hal itu bisa kita lihat betapa ngototnya DPR, yang nota bene merupakan manifestasi rakyat, mewakili kepentingan dan suara rakyat namun lebih mementingkan nasib pengusaha dan investor dibanding maslahat rakyat.

Leave a Reply

Your email address will not be published.