Breaking News

Dusta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sejahterakan Rakyat

Spread the love

Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt
(Pegiat Literasi dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Muslimahtimes.com– Mengacu pada Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.
KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, yang meliputi pengolahan, ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan/atau ekonomi lain.

Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja, serta disediakan lokasi untuk usaha UMKM dan koperasi.
Diharapkan KEK dapat memberikan dampak ekonomi di berbagai bidang, mulai dari serapan tenaga kerja, pemberdayaan masyarakat sekitar, pemberdayaan UMKM, peningkatan aktivitas ekonomi, peningkatan PDRB daerah dari aktivitas usaha di KEK, hingga terbentuknya pusat-pusat perekonomian baru di suatu wilayah.

Hingga Desember tahun 2023, 20 KEK di Indonesia telah berhasil mencatatkan capaian investasi sebesar Rp167,2 triliun, meningkat Rp62,9 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.

Indonesia hingga akhir 2023 ini tercatat memiliki 20 kawasan ekonomi khusus (KEK) yang fokus pada manufaktur dan pariwisata. Dari 20 KEK ini, 10 KEK fokus di pariwisata dan 10 sisanya di manufaktur.
Adapun, KEK manufaktur antara lain. KEK Kendal, KEK Gresik, KEK Nongsa dan KEK Galang Batang. Sementara itu, KEK pariwisata mencakup KEK Tanjung Lesung, KEK Lido, KEK Sanur, KEK Kura-kura Bali dan KEK Tanjung Keyalang.
Sekilas nampak bahwa kebijakan pemerintah untuk membangun KEK nampak menguntungkan kehidupan rakyat, dan lebih jauh bisa menaikan pamor negara dimata dunia, sebab mampu menjadi tempat menghasilkan produk yang setara dengan produk dunia sehingga bisa bersaing di tingkat internasional.

Namun benarkah demikian? sebab sisi lain KEK akan membuka tabir gelap KEK yang luput dari perhatian, yaitu potensi keterjajahan negeri dan terusirnya anak negeri dari tempat tinggalnya. Terkait KEK, pada tataran faktanya, semua pihak hanya berkutat menghitung jumlah investasi dari investor manca negara yang diprediksi masuk, yaitu peluang memperoleh sejumlah dana yang akan masuk, yang diperoleh melalui jalan investasi untuk membangun ekonomi negeri. Padahal para investor tentu akan datang dengan syarat-syarat yang membuat kita harus tunduk dengan syarat yang mereka (pihak investor) tetapkan.

Jikapun pada akhirnya ekonomi negeri terbangun, dengan berkembangnya UMKM dan pusat-pusat perekonomian dalam masyarakat, namun tetap faktanya tidak bisa dinikmati oleh rakyat kebanyakan. KEK hanya akan dinikmati oleh segelintir elite kapitalis.

Kawasan ekonomi khusus yang dibangun dari dana investasi para investor asing, memberikan peluang bagi pihak asing untuk masuk menguasai negeri ini dengan mudah. Tidak hanya dana investasi yang masuk, namun juga orangnya berupa tenaga ahli juga akan mengikuti masuk, datang bekerja di negeri ini. Dan yang pasti akan menyingkirkan tenaga kerja ahli anak negeri. Jikapun tidak tersingkir, tenaga ahli dalam negeri akan duduk di strata di kelas dua setelah tenaga ahli asing, dengan nilai upah/gaji yang tentu jauh di bawah tenaga ahli asing.

Maka sudah dipastikan negeri ini akan dibanjiri oleh para pekerja asing, yang akan menempati posisi pekerjaan yang strategis. Apalagi jika mengingat hampir 60% tenaga kerja di Indonesia hanya lulusan SMP, menurut survei yang dilakukan APTISI (Assosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia). Maka, bisa dipastikan jika rakyat Indonesia hanya akan bekerja mengisi lapangan pekerjaan sebagai buruh kasar dengan gaji/imbalan/bayaran yang kadang tidak cukup untuk membeli kebutuhan hidup.

Belum lagi akan timbul kesenjangan ekonomi dan sosial antara KEK dan non-KEK. Sebab KEK akan berkembang dengan sifat eksklusifnya yang secara alam bawah sadar akan memisahkan diri dari kehidupan masyarakat secara umum, sebagai kawasan elite.

Belum lagi infiltrasi budaya luar yang masuk kenegeri ini yang berpotensi menambah kerusakan sosial budaya masyarakat kita. Sebab para investor dan tenaga kerja asing pasti akan dibanjiri oleh investor asing berikut budayanya. Apalagi dengan berbagai kelebihan yang dimiliki oleh asing terutama kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berpotensi semakin mendongkrak kearoganan mereka saat tinggal di negeri ini, hal yang akan membuat masyarakat kita semakin menjadi insecure dengan kondisi dirinya.

Maka, bukan sejahtera yang akan diperoleh oleh masyarakat secara umum dengan KEK ini, namun kesempitan dan kesengsaraan hidup yang akan dituai masyarakat banyak. Sebab perkembangan KEK hanya akan menguntungkan dan dinikmati oleh pihak investor saja, yang menjadikan tanah kita menjadi mesin uang untuk mereka. Cukup menanamkan modal dan mendatangkan tenaga ahli yang mereka miliki, sudah dapat menjadikannya menikmati keuntungan besar, di tengah masyarakat kita yang tetap terbelakang sebab kurang terurus.

Penguasa akan sibuk melayani kebutuhan para investor pemilik modal, dibanding melayani kebutuhan rakyat sendiri. Jadilah penguasa negeri ini menjadi budak para investor pemilik modal, yang berpotensi pada lupa akan kewajibannya sebagai pelayan urusan masyarakat. Sibuk dengan urusan investasi, yang berpotensi pada terbengkalainya urusan rakyat banyak.

Inilah sisi lain KEK yang tak pernah masuk dalam hitungan, yaitu malah menjadi celah baru masuknya penjajahan gaya baru ke negeri ini, dengan penjajahan ekonomi yang menyengsarakan kehidupan rakyat, dengan mengotak-kotakan kawasan dan membedakan perlakuannya, yaitu memberikan perlakuan istimewa pada KEK dan melupakan kewajiban pengurusan pada non-KEK.

Padahal sejatinya yang sebenar-benarnya harus dilakukan adalah mengedukasi seluruh rakyat agar lebih terpelajar, meningkat skill dan kemampuannya, sehingga bisa bersaing dengan negara lain, dan mampu menduduki seluruh posisi strategis dalam pengembangan kemandirian bangsa dalam segala bidang, dan menyejahterakam seluruh rakyat dengan cara yang tidak menimbulkan ketimpangan ekonomi, sosial, budaya, juga memberikan pelayanan terbaik untuk seluruh rakyatnya, bukan mengklaster rakyat dengan membuat kawasan-kawasan khusus yang pada faktanya hanya akan dinikmati oleh segelintir kaum elite negeri ini dan disaat yang sama mengenyampingkan pengurusan terhadap kebutuhan rakyat banyak. Wallahu’alam.

Oleh. Ayu Mela Yulianti, SPt
(Pegiat Literasi dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Muslimahtimes.com–Mengacu pada Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus, KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.
KEK terdiri atas satu atau beberapa zona, yang meliputi pengolahan, ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, energi, dan/atau ekonomi lain.

Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja, serta disediakan lokasi untuk usaha UMKM dan koperasi.
Diharapkan KEK dapat memberikan dampak ekonomi di berbagai bidang, mulai dari serapan tenaga kerja, pemberdayaan masyarakat sekitar, pemberdayaan UMKM, peningkatan aktivitas ekonomi, peningkatan PDRB daerah dari aktivitas usaha di KEK, hingga terbentuknya pusat-pusat perekonomian baru di suatu wilayah.

Hingga Desember tahun 2023, 20 KEK di Indonesia telah berhasil mencatatkan capaian investasi sebesar Rp167,2 triliun, meningkat Rp62,9 triliun dibandingkan tahun sebelumnya.

Indonesia hingga akhir 2023 ini tercatat memiliki 20 kawasan ekonomi khusus (KEK) yang fokus pada manufaktur dan pariwisata. Dari 20 KEK ini, 10 KEK fokus di pariwisata dan 10 sisanya di manufaktur.
Adapun, KEK manufaktur antara lain. KEK Kendal, KEK Gresik, KEK Nongsa dan KEK Galang Batang. Sementara itu, KEK pariwisata mencakup KEK Tanjung Lesung, KEK Lido, KEK Sanur, KEK Kura-kura Bali dan KEK Tanjung Keyalang.
Sekilas nampak bahwa kebijakan pemerintah untuk membangun KEK nampak menguntungkan kehidupan rakyat, dan lebih jauh bisa menaikan pamor negara dimata dunia, sebab mampu menjadi tempat menghasilkan produk yang setara dengan produk dunia sehingga bisa bersaing di tingkat internasional.

Namun benarkah demikian? sebab sisi lain KEK akan membuka tabir gelap KEK yang luput dari perhatian, yaitu potensi keterjajahan negeri dan terusirnya anak negeri dari tempat tinggalnya. Terkait KEK, pada tataran faktanya, semua pihak hanya berkutat menghitung jumlah investasi dari investor manca negara yang diprediksi masuk, yaitu peluang memperoleh sejumlah dana yang akan masuk, yang diperoleh melalui jalan investasi untuk membangun ekonomi negeri. Padahal para investor tentu akan datang dengan syarat-syarat yang membuat kita harus tunduk dengan syarat yang mereka (pihak investor) tetapkan.

Jikapun pada akhirnya ekonomi negeri terbangun, dengan berkembangnya UMKM dan pusat-pusat perekonomian dalam masyarakat, namun tetap faktanya tidak bisa dinikmati oleh rakyat kebanyakan. KEK hanya akan dinikmati oleh segelintir elite kapitalis.

Kawasan ekonomi khusus yang dibangun dari dana investasi para investor asing, memberikan peluang bagi pihak asing untuk masuk menguasai negeri ini dengan mudah. Tidak hanya dana investasi yang masuk, namun juga orangnya berupa tenaga ahli juga akan mengikuti masuk, datang bekerja di negeri ini. Dan yang pasti akan menyingkirkan tenaga kerja ahli anak negeri. Jikapun tidak tersingkir, tenaga ahli dalam negeri akan duduk di strata di kelas dua setelah tenaga ahli asing, dengan nilai upah/gaji yang tentu jauh di bawah tenaga ahli asing.

Maka sudah dipastikan negeri ini akan dibanjiri oleh para pekerja asing, yang akan menempati posisi pekerjaan yang strategis. Apalagi jika mengingat hampir 60% tenaga kerja di Indonesia hanya lulusan SMP, menurut survei yang dilakukan APTISI (Assosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia). Maka, bisa dipastikan jika rakyat Indonesia hanya akan bekerja mengisi lapangan pekerjaan sebagai buruh kasar dengan gaji/imbalan/bayaran yang kadang tidak cukup untuk membeli kebutuhan hidup.

Belum lagi akan timbul kesenjangan ekonomi dan sosial antara KEK dan non-KEK. Sebab KEK akan berkembang dengan sifat eksklusifnya yang secara alam bawah sadar akan memisahkan diri dari kehidupan masyarakat secara umum, sebagai kawasan elite.

Belum lagi infiltrasi budaya luar yang masuk kenegeri ini yang berpotensi menambah kerusakan sosial budaya masyarakat kita. Sebab para investor dan tenaga kerja asing pasti akan dibanjiri oleh investor asing berikut budayanya. Apalagi dengan berbagai kelebihan yang dimiliki oleh asing terutama kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berpotensi semakin mendongkrak kearoganan mereka saat tinggal di negeri ini, hal yang akan membuat masyarakat kita semakin menjadi insecure dengan kondisi dirinya.

Maka, bukan sejahtera yang akan diperoleh oleh masyarakat secara umum dengan KEK ini, namun kesempitan dan kesengsaraan hidup yang akan dituai masyarakat banyak. Sebab perkembangan KEK hanya akan menguntungkan dan dinikmati oleh pihak investor saja, yang menjadikan tanah kita menjadi mesin uang untuk mereka. Cukup menanamkan modal dan mendatangkan tenaga ahli yang mereka miliki, sudah dapat menjadikannya menikmati keuntungan besar, di tengah masyarakat kita yang tetap terbelakang sebab kurang terurus.

Penguasa akan sibuk melayani kebutuhan para investor pemilik modal, dibanding melayani kebutuhan rakyat sendiri. Jadilah penguasa negeri ini menjadi budak para investor pemilik modal, yang berpotensi pada lupa akan kewajibannya sebagai pelayan urusan masyarakat. Sibuk dengan urusan investasi, yang berpotensi pada terbengkalainya urusan rakyat banyak.

Inilah sisi lain KEK yang tak pernah masuk dalam hitungan, yaitu malah menjadi celah baru masuknya penjajahan gaya baru ke negeri ini, dengan penjajahan ekonomi yang menyengsarakan kehidupan rakyat, dengan mengotak-kotakan kawasan dan membedakan perlakuannya, yaitu memberikan perlakuan istimewa pada KEK dan melupakan kewajiban pengurusan pada non-KEK.

Padahal sejatinya yang sebenar-benarnya harus dilakukan adalah mengedukasi seluruh rakyat agar lebih terpelajar, meningkat skill dan kemampuannya, sehingga bisa bersaing dengan negara lain, dan mampu menduduki seluruh posisi strategis dalam pengembangan kemandirian bangsa dalam segala bidang, dan menyejahterakam seluruh rakyat dengan cara yang tidak menimbulkan ketimpangan ekonomi, sosial, budaya, juga memberikan pelayanan terbaik untuk seluruh rakyatnya, bukan mengklaster rakyat dengan membuat kawasan-kawasan khusus yang pada faktanya hanya akan dinikmati oleh segelintir kaum elite negeri ini dan disaat yang sama mengenyampingkan pengurusan terhadap kebutuhan rakyat banyak. Wallahu’alam.