Breaking News

Hijrah dan Perubahan

Spread the love

Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(RedPel Muslimahtimes.com)

Muslimahtimes.com–Momentum tahun baru Islam, 1 Muharram, identik dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Makkah ke Madinah. Namun hijrah tersebut tak sekadar berpindah tempat, namun juga berpindah dari sistem kufur menuju sistem Islam. Sungguh, peristiwa hijrahnya Rasul mengandung pelajaran yang sangat berharga bagi umat muslim. Dalam momentum hijrah tersebut terjadi sebuah perubahan revolusioner bagi umat Islam dan bahkan menjadi cikal bakal terwujudnya peradaban Islam.

Hijrah dan perubahan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Jika berkaca pada peristiwa hijrah Rasul dari Makkah ke Madinah, maka kita akan dapati sebuah perubahan totalitas yang terjadi. Setelah 13 tahun berdakwah di Makkah, Allah memerintahkan beliau hijrah ke Madinah. Hal tersebut terjadi tepatnya setelah 73 orang laki-laki dan 2 orang perempuan dari Yastrib melakukan Baiat Aqobah ke-2 kepada Rasulullah saw. Adapun isi dari Baiat Aqobah tersebut di antaranya mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang mereka benci. Komitmen untuk berinfak baik dalam keadaan sempit maupun lapang, dan komitmen untuk beramar makruf nahi munkar.

Secara maknawi, hijrah Rasulullah saw bersama beberapa orang kaum muslimin berarti meninggalkan sistem hidup jahiliah di Makkah, menuju sistem Islam yang kemudian di terapkan di Madinah. Realitanya, di Madinah lah penerimaan terhadap dakwah terbuka lebar. Bahkan masyarakatnya menyerahkan diri untuk dipimpin oleh Rasulullah saw. Karena hadirnya kepemimpinan Rasulullah saw pulalah suku Aus dan Khazraj yang sudah puluhan tahun berseteru akhirnya bisa didamaikan.

Madinah pun berubah menjadi daulah Islam dengan Rasulullah saw sebagai kepala negaranya. Di sanalah syariat Islam diterapkan secara totalitas. Hukum -hukum Islam diterapkan secara praktis dalam kehidupan. Tolak ukur, pemahaman, dan standar perbuatan masyarakat pun pada saat itu seluruhnya adalah Islam saja. Bukan yang lain. Madinah Al-Munawarah menjadi daulah Islam pertama yang tegak dan menjadi titik awal tersebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia.

Pelajaran dari Hijrah Rasul

Umat Islam semestinya mampu menangkap pelajaran penting dari peristiwa hijrah Rasulullah saw, yakni bahwa kita dituntut untuk berubah dari satu kondisi yang tidak ideal kepada kondisi yang jauh lebih baik. Kondisi ideal tersebut terekam dalam penerapan sistem Islam secara kaffah di Madinah.

Dari sini umat Islam juga harus memahami bahwa hijrah tak mencukupkan dalam skala pribadi, namun juga hijrah secara totalitas dengan mengubah tatanan sosial dan politik masyarakat tempat kita hidup. Seorang muslim tak boleh hijrah dengan hanya mencukupkan diri pada perubahan individu, misalnya yang tadinya tidak menutup aurat menjadi menutup aurat, meninggalkan muamalah riba, dll. Namun seorang muslim juga harus menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari anggota suatu masyarakat dan warga dari sebuah negara yang secara dipaksa tunduk pada aturan yang ada. Oleh karena itu, untuk menopang hijrah individu tadi, tentu saja masyarakat dan negara pun harus sejalan dengan visi hijrah.

Jika tidak, maka hijrah individu bukan tidak mungkin akan berbalik arah, kembali kepada kondisi asalnya. Misalnya, banyak orang yang sudah memutuskan menutup aurat lalu kembali membukanya karena tergoda oleh lingkungan atau demi tuntutan pekerjaan. Sistem hidup yang mengadopsi sekularisme yakni pemisahan agama dari kehidupan tentu saja tidak mampu memfasilitasi secara sempurna bagi seorang muslim untuk menjalankan syariat Islam. Akan ada benturan-benturan yang dianggap tak sejalan dengan nilai-nilai sekularisme. Sebagaimana pernah terjadi, ketika sebuah sekolah negeri di Padang mewajibkan siswinya untuk berpakaian yang menutup aurat, langsung dipersoalkan.

Begitupun soal syariat keharaman riba, akan terjegal dengan maraknya muamalah ribawi yang justru direstui negara. Sejatinya, roda perekonomian kapitalisme akan terus berputar dengan adanya riba. Tentu hal itu sangat tidak sejalan dengan ajaran Islam. Maka, urgensitas hijrah sistemis merupakan hal yang tak bisa ditawar lagi. Perubahan secara sistematis wajib dilakukan sebagaimana halnya ketika Rasulullah meninggalkan sistem hidup buatan manusia dan menerapkan sistem hidup yang bersumber dari wahyu saja.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah mereka mau mencari hukum Jahiliyah. Siapa yang lebih baik hukumya bagi orang yang yakin?

(QS. Al-Maidah: 50)

Wallahu’alam bis shawab