Breaking News

Memalak Rakyat dengan Pajak Wujud Kegagalan Bukan Kemajuan

Spread the love

Oleh. Azimah Ummu Zaidan 

MuslimahTimes.com – Lagi lagi rakyat dibuat heboh dengan diberlakukannya pajak yakni penggunaan NIK sebagai NPWP. Kehebohan ini hingga membuat jagad maya viral dengan tagar stop bayar pajak. Anehnya, pajak digadang-gadang akan mampu mewujudkan kemajuan negara.

Dilansir dari media KOMPAS.com – Pemerintah mulai menerapkan penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP). Integrasi data antara NIK dan NPWP sudah dilakukan sejak 14 Juli 2022.

Staf Ahli Menteri keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, mengatakan bahwa integrasi KTP menjadi NPWP diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan kepatuhan wajib pajak (compliance gap) dalam sistem perpajakan Indonesia.

Jadi kepatuhan ada empat pilar, melalui kepatuhan wajib pajak untuk mendaftarkan diri, merupakan fungsi dari integrasi NIK jadi NPWP. Dengan integrasi ini tentu tidak semua orang yang mempunyai NIK harus bayar pajak,” ujarnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9, Senin (25/7/2022).

Penarikan pajak jelas meresahkan masyarakat apalagi sejak masa pandemi hingga saat ini banyak penderitaan yang dirasakan, mulai dari biaya kebutuhan hidup semakin mahal, lapangan pekerjaan semakin sempit akibat banyaknya perusahaan yang gulung tikar hingga berdampak banyaknya pegawai yang di PHK, gaji buruh yang minim,dll. Penderitaan ini semakin terasa manakala pajak dijadikan sumber pendapatan negara. Beban hidup terasa berat dan menjadi sesuatu yang wajar jika banyak yang menolak pembayaran pajak.

Kebijakan untuk menarik pajak terkesan memaksakan di tengah kondisi serba sulitnya kehidupan. Jikalau ini dikatakan untuk kemajuan negara, tentu ini sesuatu yang perlu diperhatikan dari segala aspek. Sepak terjang penarikan pajak dalam tata kelola negeri kita telah diaplikasikan sejak lama yakni sejak masa kolonial Belanda. Sehingga peraturan tentang pajak dimasukkan dalam UUD 1945 pasal 23 pada sidang BPUPKI. Dari perjalanan pemungutan pajak hingga saat ini apakah sudah membangun kemajuan negara? Tentu tidak, karena utang di negeri kita melalui IMF semakin membengkak hingga menyebabkan rusaknya seluruh aspek yang lain. Aspek perekonomian mengalami krisis, pendidikan semakin mahal hingga banyak yang putus sekolah hingga ditemukan bahwa kaum pelajar lebih tertarik berkiprah di media sosial dalam konten kreator daripada berkiprah di bangku sekolah sehingga negeri mengalami kemerosotan berpikir, hingga kriminalitas merajalela.

Pajak telah diaplikasikan sekian lama di negeri ini, namun tidak membawa hasil yang signifikan di tengah-tengah masyarakat. Tidak lain itu semua karena negeri kita masih dalam cengkeraman ekonomi kapitalis yang telah membebankan rakyat untuk membayar pajak. Memalak rakyat tanpa pandang bulu hingga terjadilah jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.

Konsep ekonomi kapitalis ini berjalan secara massif manakala pajak dianggap sebagai sumber pemasukan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana ini akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. Selain pajak yang dijadikan sumber pemasukan negara adalah utang. Utang negara yang berbasis ribawi membengkak hingga akhirnya atas hutang tersebut kekayaan Sumber Daya Alam di negeri kita telah dieksploitasi dan pengelolaannya di bawah kendali kekuasaan pihak pemodal asing yakni korporasi.

Adapun konsep ekonomi Islam mengatur tentang pajak yakni:

1. Pajak bukanlah sumber pemasukan negara akan tetapi yang menjadi sumber pemasukan negara adalah fa’i, kharaj, zakat, jizyah, ghanimah, usyur.

2. Pajak hanya dibebankan kepada kaum laki-laki dan orang kaya saja.

3. Pajak hanya boleh dipungut jika kas Baitumal kosong serta tidak cukup memenuhi kebutuhan masyarakat dan itu berlangsung sementara saja sampai kas Baitulmal tercukupi.

4. Adapun Pos Baitulmal maka itu digunakan untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran negara.

5. Hasil kepemilikan umum seperti SDA akan dimasukkan ke kas Baitulmal dan diperuntukkan bagi kesejahteraan umat serta pengelolaannya di bawah kendali negara, bukan korporasi.

Walhasil, semua penerapan dalam tata kelola aturan Islam akan berjalan secara optimal dengan aturan yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-Sunnah. Mekanisme pengaturan pajak dapat diaplikasikan dengan tujuan mengurusi seluruh urusan umat, baik kaya maupun miskin. Karena mengurusi urusan umat merupakan bagian dari amanah bagi seorang pemimpin yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah yang dijalankannya.

Wallahu ‘alam bis showab.