Breaking News

Pajak Tulang Punggung Ekonomi Kapitalis: Zalim!

Spread the love

Oleh: Agustinae

MuslimahTime.com-Indonesia sedang dihebohkan dengan adanya wacana tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kebutuhan pokok atau sembako. Tidak berselang lama, wacana rencana penghapusan bebas pajak bagi lembaga pendidikan pun bergulir. Hal ini ramai dibicarakan setelah draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bocor ke publik. Dengan munculnya wacana ini, bermunculan pula tanggapan dari berbagai lapisan masyarakat yang tentunya menuai pro dan kontra. Lalu pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi? Bagaimana seharusnya negara dapat menempatkan pajak dan menempatkan sumber pendapatan negara? Yuk kita telurusi faktanya.

Dilansir dari CNN Indonesia (Sabtu, 12/06/2021), Kementerian Keuangan buka suara perihal polemik wacana mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap sejumlah kebutuhan masyarakat, termasuk di antaranya sembako dan sekolah. Dalam cuitan di akun @FaktaKeuangan, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Infromasi Kemenkeu, Rahayu Puspasari menjelaskan bahwa draft tersebut merupakan wacana ke depan dan tidak untuk saat ini. “Draft RUU merupakan wacana ke depan yang melihat perkembangan kondisi ekonomi Indonesia. Jelas belum jadi fokus hari ini, karena Indonesia masih harus dibantu,” kata Rahayu. “Pemerintah paham sekali sembako itu bahan pokok. Itu sebabnya saat ini jadi salah satu objek yang di subsidi PEN.” tuturnya.

Rencana kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ini akan tertuang dalam perluasan objek PPN yang diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dalam draf revisi UU Nomor 6 pengenaan pajak itu diatur dalam Pasal 4A.

Dilansir dari AntaraNews (13-06-2021),Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, meminta pemerintah khususnya Kementrian Keuangan membatalkan rencana mengenakan pajak PPN terhadap sektor sembako dan pendidikan, yang tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Menurut beliau rencana kebijakan ini bertentangan dengan sila ke-5 Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dan sektor sembako-pendidikan juga sangat berkaitan dengan naik turunnya inflansi.

Dalam sistem kapitalisme yang menerapkan kebijakan ekonomi liberal, kebijakan ini tentu dianggap mampu membantu negara mencapai kestabilan ekonomi dan bisnis karena mampu menyesuaikan pengeluaran negara dengan pendapatan yang diterima pajak. Oleh karena itu, cara yang mudah digunakan untuk mendapatkan dana yang dapat menutupi defisit anggaran negara serta membantu melunasi utang yang membengkak adalah dengan menjadikan pajak sebagai solusi untuk menyelamatkan keuangan negara. Inilah sebabnya dalam sistem kapitalisme pajak menjadi sumber pendapatan tetap bagi negara.

Maka wajar apabila negara mempropagandakan dengan gigih terkait kewajiban membayar pajak karena perekonomiannya memang bertumpu pada pajak, akibatnya semua jenis barang dikenakan pajak. Dengan adanya kebijakan ini maka yang menanggung beban adalah rakyat dan bisa dipastikan bahwa kesejahteraan rakyat semakin jauh. Apabila kebijakan ini benar-benar diterapkan, maka sesungguhnya penguasa telah bertindak zalim terhadap rakyatnya.

Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam yang mampu menempatkan pajak dan menempatkan sumber pendapatan negara sesuai pada tempatnya. Karena dalam Islam pajak bukan dijadikan objek untuk menekankan pertumbuhan, bukan untuk menghalangi orang kaya, atau menambah pendapatan negara kecuali diambil semata untuk membiayai kebutuhan yang ditetapkan oleh syara’. Dalam sistem pemerintahan Islam juga tidak akan menetapkan pajak tidak langsung termasuk pajak pertambahan nilai, pajak barang mewah, pajak hiburan, pajak jual-beli, dan pajak macam-macam yang lain.

Sistem pemerintahan Islam juga tidak akan menetapkan biaya apa pun dalam pelayanan publik, seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Semuanya diberikan dengan gratis dan terbaik. Begitu pula dengan negara tidak akan memungut biaya-biaya administrasi, termasuk biaya denda layanan publik, seperti PLN, PDAM, Telkom, dan sebagainya. Dalam sistem pemerintahan Islam juga tidak tidak akan memungut biaya pembuatan SIM, KTP, KK, surat menyurat dan sebagainya. Karena ini semua merupakan kewajiban negara kepada rakyatnya.

Sudah seharusnya rakyat mendapatkan apa yang menjadi hak milik mereka dan sudah seharusnya pula rakyat mendapatkan pelayanan yang baik karena sejatinya rakyat adalah raja, dan sebagai raja sudah menjadi hal yang wajar jika ingin mendapatkan pelayanan yang bagus.

Oleh karena itu, sudah seharusnya para penguasa berhati-hati dengan kebijakan nya, karena Rasulullah Saw pernah memberikan peringatan tentang pemimpin yang menyusahkan atau memberatkan rakyatnya. Konsekuensi yang harus ditanggung pun tidaklah main-main karena menyangkut nasibnya kelak di akhirat yang abadi.

Rasulullah Saw bersabda, “Ya Allah, siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia berkata lembut kepada mereka, maka berlaku lembutlah kepada dia” (HR Muslim dan Ahmad).