Oleh : Fadkhuli jannati S.P M.P
(Alumni Magister Pertanian Universitas Brawijaya)
MuslimahTimes–Hampir lima tahun berjalannya masa kepemimpinan rezim saat ini, pembangunan infrastruktur merupakan program terpentingnya. Bahkan sering kita dengar dalam pidatonya, presiden menyatakan bahwa “Pondasi Bangsa dan Negara ini adalah Pembangunan Infrastruktur” Terbukti dengan semakin meningkatnya anggaran pembangunan infrastruktur dari tahun ke tahun. Tahun 2019 ini anggaran belanja infrastruktur mencapai 420 triliun, meningkat 157% dibanding th 2014 yang hanya 163 triliun (www.cnbnindonesia.com)
Pembangunan infrastruktur tidak bisa lepas dari persoalan lingkungan (ekosistem), tata ruang dan wilayah.
Pengamat perkotaan, Marco Kusumawijaya, menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur jika tidak dihubungkan dengan lingkungan (ekosistem), tata kota dan wilayah, alih-alih bisa memberikan solusi dan manfaat bagi masyarakat, sebaliknya justru bisa sangat merugikan masyarakat sekitarnya karena bisa jadi masyarakat sekitar tidak merasakan manfaat dari infrastruktur yang telah dibangun, tapi justru terkena dampak negatifnya.
Marco menilai saat ini pemerintah masih menjadikan pembangunan infrastruktur terpisah dengan pembangunan wilayah sekitarnya, sekarang yang terjadi adalah “Land Value Capture” oleh swasta pemodal dengan korbannya adalah rakyat
Fakta saat ini, jika musim hujan tiba, bencana banjir melanda negeri ini, hampir di seluruh pelosok negeri baik di Jawa maupun luar Jawa.
Salah satu penyebabnya adalah pembangunan infrastruktur yang tidak dikaitkan dengan rancangan lingkungan (ekosistem), tata ruang dan wilayah, misalnya tanpa memperhatikan resapan air/ drainase, tanpa memperhatikan topografi, dll.
Banjir terparah melanda Sentani Jayapura, dengan korban jiwa 70 orang, 43 luka-luka, 1500 orang mengungsi. Kepala penerangan daerah militer XVIII Cendrawasih, Kol.Inf.Muh Aidi, memprediksi jumlah terus bertambah karena banyak warga yang melaporkan kehilangan kerabat mereka. Adapun kerusakan akibat banjir meliputi: 350 rumah rusak berat, 3 jembatan rusak berat, 8 drainase hancur, 4 ruas jalan rusak berat (www.cnnindonesia,com)
Sutopo Purwo Nugroho , Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) menduga, selain curah hujan, banjir Sentani disebabkan rusaknya ekosistem gunung Cycloop, Jayapura Papua karena pembabatan hutan (detik.com).
FOKER ( Forum Kerjasama LSM Papua) jauh-jauh hari memperingatkan pemerintah Indonesia bahwa pembangunan jalan Trans Papua merupakan ancaman nyata bagi hutan dan masyarakat asli Papua (www.greenpeace.org)
Selain dampak negatif kerusakan lingkungan dan ekosistem, pembangunan lingkungan juga ternyata menyisakan masalah lain.
Peneliti lembaga pelestarian SDA, Iqbal Damanik, menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur menempati urutan ke-3 penyebab kasus konflik agraria di Indonesia, data catatan tahunan Konsorsium Pembangunan Agraria (KPA) 2018, sepanjang 2017 terjadi 94 konflik akibat pembangunan infrastruktur (www. alinea.id).
Contoh: pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kulonprogo Jateng, warga menolak pembangunan karena mengancam kelestarian lingkungan, aksi protes warna sampai memakan 1 korban jiwa bernama Patmi, petani Kendeng (www.alinea.id)
Serikat Petani Indonesia (SPI) Kendal Jateng, tolak ganti rugi pembebasan lahan yang tidak adil untuk proyek Tol Batang-Semarang, 140 KK (dari 9 desa) dirampas tanah dan haknya (spi.or.id)
//Pembangunan Infrastruktur dalam Sistem Khilafah//
Infrastruktur adalah hal penting dalam membangun dan meratakan ekonomi sebuah negara demi kesejahteraan bagi rakyatnya. Karena itu Khilafah wajib membangun insfrastruktur yang baik, bagus, dan merata ke pelosok negeri. Dasarnya adalah kaidah, “Mâ lâ yatim al-wâjib illâ bihi fahuwa wâjib (Suatu kewajiban yang tidak bisa terlaksana dengan baik karena sesuatu, maka sesuatu tersebut hukumnya menjadi wajib).
Ada empat poin penting pembangunan infrastruktur publik dalam Islam, yakni:
Pertama, dalam sistem ekonomi dan politik Islam, pembangunan infrastruktur dalam Islam adalah tanggungjawab negara, bukan sebagai ajang mencari keuntungan atau ajang untuk melancarkan hubungan diplomatik dengan negara lain.
Prinsip ini sangat berbeda dengan pola pembangunan infrastruktur dalam sistem kapitalistik yang menjadikan proyek infrastruktru sebagai ajang mencari keuntungan (lihat proyek jalan tol yang senantiasa berbayar)
Kedua, sistem ekonomi Islam dalam naungan khilafah membahas secara rinci dan tuntas masalah kepemilikan [milkiyyah], pengeloaan kepemilikan [tasharruf], termasuk distribusi barang dan jasa di tengah-tengah masyarakat [tauzi’] juga memastikan berjalannya politik ekonomi [siyasah iqtishadiyyah] dengan benar. Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam, khilafah akan mempunyai sumber kekayaan yang cukup untuk membiayai penyelanggaraan negara. Termasuk memastikan terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar rakyatnya, baik kebutuhan pribadi maupun kelompok, seperti sandang, papan, pangan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Pada saat yang sama, ekonomi negara tumbuh dengan sehat, karena produktivitas individu yang terjaga. Dengan begitu, ketika negara mengalami situasi di mana harus membangun infrastukturnya, maka negara mempunyai banyak pilihan sumber dana karena, masalah penyelenggaraan negara dan pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya juga sudah selesai.
Ketiga, rancangan tata kelola ruang, lingkungan (ekosistem) dan wilayah. Dalam negara khilafah pembagunan didesain sedemikian rupa sehingga ramah lingkungan/ ekosistem (memperhatikan serapan air/ drainase, ruang terbuka hijau, tidak merusak lingkungan dan ekosistem), serta mengurangi kebutuhan transportasi. Sebagai contoh, ketika Baghdad dibangun sebagai ibukota, dibangunlah masjid, sekolah, perpustakaan, taman (ruang terbuka hijau), irigasi, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan, pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah.
Dengan demikian, warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, baik untuk menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang sesuai standar.
Keempat, pendanaan pembangunan infrastruktur khilafah berasal dari dana Baitul Mal, tanpa memungut sepeser pun dana dari masyarakat. Hal itu sangat memungkinkan, karena kekayaan milik umum dan kekayaan milik negara memang secara riil dikuasai dan dikelola oleh negara. Dan sumber kekayaan negara khilafah membentang di sepanjang dunia karena wilayah khilafah tidak dibatasi sekat-sekat nasionalisme.
[Fz]