Breaking News

Repotnya Menjadi Laki-laki di Dunia Patriarki

Spread the love

Oleh. Kholda Najiyah
(Founder Salehah Institute)

Muslimahtimes.com– Menjadi laki-laki, kadang serba salah. Meski konon hidup di sistem patriarki, di mana ia berkuasa dan mendominasi, tetapi tak selamanya ‘menang’. Hidup menuntut dia untuk tangguh dan bekerja keras. Selaras dengan tugas-tugas laki-laki yang maskulin, banyak tuntutan pekerjaan yang membutuhkan pikiran dan otot. Di sisi lain, ketika berhadapan dengan perempuan, laki-laki harus bersedia mengalah agar tidak dicap sebagai kurang empati. Jadi, menjadi laki-laki di dunia patriarki memang harus tangguh, misalnya:

1. Laki-laki Harus Mengalah pada Perempuan

Ketika dihadapkan pada situasi tertentu, laki-laki harus mengalah pada perempuan. Kalau tidak, ia akan dicap sebagai makhluk yang egois dan tidak empati. Seperti: laki-laki harus rela berdiri di kendaraan umum demi memprioritaskan perempuan. Laki-laki harus membukakan pintu mobil pasangannya, mengalah saat adu pendapat, dituntut minta maaf walau tidak salah, selalu disalahkan atas masalah rumah tangganya, dan dituntut harus mengubah dirinya menjadi versi terbaik harapan istrinya.

2. Laki-laki Harus Membantu kaum Perempuan

Ketika dihadapkan pada situasi tertentu, laki-laki harus sigap membantu kaum perempuan. Khususnya dalam kehidupan rumah tangga, tidak ada alasan baginya untuk membiarkan perempuan mengerjakan sendiri semua pekerjaan sesuka dia. Bisa-bisa laki-laki dicap sebagai orang yang tega dan tidak peka. Misal ketika motor perempuan mogok, laki-laki di sekitarnya yang tidak menolong akan dicap kejam. Padahal jika yang mogok motor laki-laki, perempuan wajar jika tidak menolong. Seorang suami yang tidak mengantar istri belanja, dicap tega. Padahal mungkin istrinya memang ingin bebas belanjanya. Begitulah, menjadi laki-laki memang serba salah.

3. Laki-laki Bertugas Mengangkat Beban Berat

Sudah menjadi tugas laki-laki yang selalu kebagian pekerjaan yang berkaitan dengan fisik. Dalam hal logistik, transportasi atau angkat beban lainnya. Misal mengangkat air galon, memasang gas, mengangkat karung beras, membetulkan genteng bocor, menjadi sopir antarjemput anggota keluarga, dan sebagainya. Laki-laki akan dicap pemalas kalau memilih pekerjaan yang ringan-ringan. Apakah perempuan yang selalu protes menghendaki kesetaraan dengan laki-laki mau menukar peran dengan yang seperti ini? Tidak perlu bukan?

4. Laki-laki Tidak Boleh Mengeluh

Menjadi laki-laki harus selalu menampakkan diri sebagai sosok yang kuat dan tangguh. Tidak boleh mengeluh, nanti dicap lemah. Tidak boleh menangis, nanti dicap cengeng. Tidak boleh curhat, nanti dianggap banci. Akhirnya, laki-laki memikul beban berat sendiri. Memikirkan solusi sendiri. Memikirkan masa depannya sendiri. Ya, tidak ada yang bertanggung jawab atas dirinya, kecuali dia sendiri. Sementara, ia punya tanggung jawab memikirkan kaum perempuan, anak-anak, orang tua dan bahkan mungkin adik-adik yang masih menjadi tanggungannya. Laki-laki hanya bisa mengadu pada Allah Swt, tidak seperti perempuan yang masih bisa mencari kambing hitam atas masalah yang dia hadapi. Laki-laki tidak bisa, tidak boleh dan tidak mungkin.

5. Laki-laki Tidak Boleh Lembek

Menjadi laki-laki dituntut untuk bisa memimpin, bertanggung jawab dan tegas. Itu pun masih ada batasan lagi, yaitu tidak boleh keras, egois dan otoriter, tetapi harus tetap dengan gaya yang simpatik dan lembut. Susah sekali bukan? Laki-laki juga dituntut untuk pintar, berpendidikan tinggi, sukses dan kaya. Hanya dengan cara itu ia akan dipandang terhormat, dihargai dan dicintai para perempuan. Coba saja kalau laki-laki tidak sukses, pasti dianggap rendah dan disepelekan.

6. Laki-laki Harus Jaga Diri dan Tahan Syahwat

Menjadi laki-laki harus rela tersiksa menahan nafsu syahwat, di tengah perempuan yang bebas terpampang di ruang publik hari ini. Sementara para perempuan sendiri tidak sadar kalau mereka telah memicu syahwat laki-laki dengan penampilan dan pose-posenya. Foto-foto dan video perempuan cantik, bahkan yang berhijab sekalipun, memaksa laki-laki harus kuat iman. Harus kuat menahan pandangan dan memalingkan diri dari syahwat.

Ya, di era liberal saat ini, sulit menghindari pertemuan dengan perhiasan di dunia ini, yaitu para perempuan cantik. Perempuan yang ia temui di perjalanan menuju tempat kerja, karyawan satu kantor yang selalu dandan rapi dibanding istrinya di rumah, relasi kerja yang selalu tampil menarik dalam setiap negosiasi, adalah godaan syahwat yang luar biasa. Laki-laki harus bisa menahan diri. Duh! Sulitnya jadi laki-laki.

Sementara perempuan, yang katanya terkungkung di dunia patriarki, sebetulnya hidup cukup nyaman. Hidup di sistem patriarki tak selamanya penuh derita. Jujur, kodrat perempuan memang butuh untuk dilindungi, dibantu dan dinafkahi. Ketika laki-laki menjadi pemimpin yang adil, lalu memberi perlindungan, membantu dan menafkahi perempuan, bukankah seharusnya itu sudah cukup? Begitulah. Manusia memang serba tidak paham dengan maksud Allah menciptakan laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan keseimbangan.

Laki-laki dan perempuan yang sama kedudukannya di hadapan Allah Swt, namun masing-masing diberi keistimewaan sesuai kodratnya. Allah Swt berfirman dalam surat An-Nahl:97 yang artinya: “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (*)