Breaking News

Tarif Naik Saat Ramadan Bertandang; Kapitalisme Wajib Ditendang

Spread the love

Oleh.  Tri Silvia

(Pengamat Kebijakan Publik)

 

Muslimahtimes.com–Bulan Ramadan baru memasuki masanya, namun halang rintang terus saja berhamburan. Bukan sebab tak sengaja, namun memang ditanam untuk mengecoh umat, demi memuluskan pikiran picik mereka para oknum. Mereka senantiasa memikirkan untung tanpa mengindahkan kerugian. Alhasil, umat Islam pun teralihkan, terbagi fokusnya demi melanjutkan hidup yang tak seberapa bagi para penebar tadi.

Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik lagi, kali ini giliran harga pertamax, bukan pertalite. Hal tersebut disampaikan pertama kali oleh Bapak Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, saat memberi kuliah umum di Gedung Rektorat Universitas Hasanuddin Makassar, pada Rabu (30/3/2021). Dalam acara tersebut, beliau menyampaikan bahwasanya pemerintah akan menaikkan harga Pertamax per tanggal 1 April 2022. (Tirto.id, 1/4/2022)

Tak hanya kenaikkan harga pertamax, sinyal kenaikan harga BBM lainnya pun kemudian muncul tidak lama setelah apa yang diungkapkan oleh Erick Thohir. Kali ini dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, yang memberikan sinyal akan ada lagi kenaikan bertahap atas bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji 3 kilogram (kg) pada tahun ini. Hal tersebut diungkapkan yang bersangkutan saat kunjungannya melihat progres LRT di Bekasi Timur pada Jum’at (1/4/2022). (Kompas.com, 1/4/2022)

Apa yang diungkap oleh Luhut sepertinya akan lebih cepat terealisasi. Pasalnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, tak lama ini mengungkap rencana kenaikan tarif listrik, LPG 3 kg, pertalite, dan solar. Semua hal tersebut merupakan strategi pemerintah dalam menghadapi kenaikan harga minyak dunia. Ia menyampaikan hal tersebut pada acara Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, pada Rabu (13/4/2022). (Kompas.com, 13/4/2022)

Kenaikan harga pertamax nyatanya telah direalisasikan. Harga yang awalnya Rp9.000,- hingga Rp9.400,- kini telah naik menjadi Rp12.500,- hingga Rp13.000,-. Selain pertamax sebelumnya kita telah mengetahui tentang kenaikan harga minyak goreng usai upaya pemerintah untuk menetapkan HET tidak berhasil, lantas jauh sebelum itu ada juga kenaikan tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) juga Pph (Pajak Penghasilan), dan lain-lain. Kini masyarakat akan dihadapkan dengan kenaikan biaya listrik dan harga BBM lainnya berupa solar juga pertalite.

Semua hal tersebut jelas merupakan kebijakan zalim yang dibuat pemerintah saat ini. Kesulitan yang dihadapi rakyat dan bulan Ramadan yang menyapa nyatanya tidak membuat mereka berhenti untuk berbuat zalim pada rakyatnya sendiri. Hal ini pun dianggap sangat keterlaluan mengingat sumber daya alam Indonesia yang begitu melimpah ruah (baik SDA terbaharukan ataupun bukan), seharusnya bisa membawa Indonesia pada kemandirian ekonomi tanpa bergantung lagi pada harga dunia. Artinya, meski tidak mengikuti harga dunia, pemerintah tidak akan mendapatkan kerugian sama sekali.

Sebagaimana yang disebutkan diatas, Indonesia dengan sumber daya yang melimpah ruah seharusnya bisa membawa kesejahteraan untuk rakyat. Rakyat tak perlu lagi membayar mahal untuk sekedar mendapatkan minyak goreng ataupun bahan bakar minyak, baik pertalite, pertamax ataupun solar, begitupun listrik. Semuanya notebene merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang ketersediaannya menjadi kewajiban dari pemerintah. Tak lagi berbicara tentang untung rugi, orang kaya atau rakyat jelata, semuanya ditanggung oleh negara tanpa terkecuali.

Inilah yang dilakukan dalam sistem Islam, kedekatannya dengan rakyat bukanlah hubungan antara atasan dan bawahan, melainkan lebih dari itu. Mereka adalah para pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban nya,

“… Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya…” (HR. Bukhari Muslim)

Selain itu, dijadikannya mereka sebagai seorang pemimpin bukanlah untuk sok berkuasa atas rakyat yang dipimpinnya. Menipu rakyat sesuka hati, berwajah manis di hadapan rakyat padahal sedang bersiap mengeluarkan kebijakan menyengsarakan.

“Abu Ja’la (Ma’qil) bin Jasar r.a berkata: saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘tiada seorang yang diamanati oleh allah memimpin rakyat kemudian ketika ia mati ia masih menipu rakyatnya, melainkan pasti allah mengharamkan baginya surga’.” (HR. Bukhari Muslim)

Selain itu, Islam pun amat membenci pemimpin yang dzalim kepada rakyatnya. Sebagaimana yang disebutkan hadis berikut ini. Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan yang paling dekat kedudukannya di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedangkan orang yang paling dibenci Allah dan sangat jauh dari Allah adalah seorang pemimpin yang zalim.” (HR. Tirmidzi)

Seorang pemimpin atau khalifah dalam Islam memiliki tugas untuk menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan masyarakat dan kenegaraan. Semua hukum-hukum Islam yang menyangkut urusan  keagamaan, ekonomi, sosial, politik, pendidikan, dan budaya akan diterapkan secara nyata dalam bentuk legal dan diterapkan melalui bantuan tangan para punggawa militernya.

Adapun terkait dengan berbagai sumber daya alam yang termasuk dalam kebutuhan dasar masyarakat, maka hal itu dikembalikan sebagai bentuk kepemilikan umum. Dia akan dikelola oleh negara untuk sepenuhnya digunakan untuk kepentingan umum. Masyarakat berhak untuk memanfaatkannya tanpa membatasi yang lain, artinya semua masyarakat memiliki hak yang sama dalam pemanfaatan, tidak ada pembatasan antara satu pihak dengan pihak yang lainnya.

Adapun hasil dari pengelolaan resmi dari negara akan dikembalikan kepada masyarakat dengan cuma-cuma, ataupun dengan sedikit iuran untuk mengganti biaya produksi, tanpa bersifat menzalimi. Alhasil, hitung-hitungan atas untung-rugi pun tidak akan terjadi di masa tersebut, kala Islam diterapkan secara legal dalam hukum negara.

Jauh berbeda dengan saat ini, dimana negara hanya mementingkan keuntungan yang bisa mereka dapatkan dari masyarakat. Kuasa beberapa komoditas pun diberikan kepada para oligarki untuk kemudian mengekploitasi dan membentuk kartel sesuka hati. Alhasil, masyarakat pun ditekan sekuat mungkin untuk bisa memenuhi keinginan para oligarki, lantas dipersalahkan atas segala kebijakan buruk yang menimpa mereka.

Begitulah sikap para pemimpin saat ini. Sudahlah lepas dari tanggungjawab, mereka pun tak mau jadi pesakitan dengan melempar kesalahan pada rakyat kecil. Mereka selalu menuntut belas kasihan, dan rasa pemakluman masyarakat atas kebijakan-kebijakan mereka. Mereka membuat rakyat seolah tak bisa menolak setiap kebijakan zalim tersebut, dan mereka membuat masyarakat berpikir bahwa pemimpin mereka sudah berusaha namun tetap tidak bisa.

Sesungguhnya seorang khalifah atau pemimpin adalah perisai dan penanggung jawab umat. Ia memiliki wewenang untuk menerbitkan suatu peraturan dan kebijakan sesuai dengan hukum-hukum Allah. Ia memiliki kuasa untuk mengatur segala sendi kehidupan agar bisa berjalan sesuai dengan yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Alhasil, kemandirian ekonomi dan kebijakan Daulah Khilafah amat nyata, kala benar-benar dijalankan sesuai contoh dari Rasulullah saw dan para sahabatnya.

Begitu pula terkait dengan para mafia dan oligarki yang saat ini bergaya penuh kuasa, hanya dengan libasan kecil mereka pun akan segera tumbang dibuatnya. Para pemilik Hak Guna atas lahan tambang atau sumber daya alam lainnya juga harus merelakan penyesuaian atau bahkan pembatalan atas kontrak kerja yang mereka sepakati sebelumnya.

Begitulah gambaran kecil terkait dengan bagaimana sikap Daulah Khilafah pada sumber-sumber daya alam yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. Dan bagaimana seorang khalifah memainkan perannya sebagai penanggungjawab umat, sanggup untuk menjalankan sistem pemerintahan sesuai dengan pengaturan dari Al-Qur’an dan hadis.

Sungguh segala pertanyaan di atas hanya bisa terjawab tuntas dengan Islam, bukan yang lain. Sehingga, untuk menerapkannya pun benar-benar menjadi kebutuhan bagi rakyat, bukan lagi angan-angan kosong tanpa adanya sebuah realisasi. Semoga masa itu akan segera datang, masa ketika kita benar-benar bisa menendang sistem Kapitalisme yang ada saat ini, untuk segera menerapkan sistem universal yang membawa kedamaian bagi seluruh umat manusia, yakni sistem Islam.

Wallahu A’lam bis Shawab