Breaking News

Tingginya Beban Hidup Mematikan Fitrah Keibuan

Spread the love

 

Oleh. Siti Jubaidah

(Aktivis Dakwah Serdang Bedagai)

muslimahtimes.com – Sungguh miris, seorang ibu tega membunuh anaknya yang berusia 9 bulan. Ia membuang anaknya ke sungai karena alasan ribut dengan nenek si bayi. (humas.polri.go.id/03/02/2024)

Kasus serupa juga terjadi di Bangka dengan motif yang berbeda. Seorang ibu yang juga tega membunuh anak ke 3-nya yang baru dilahirkan. Motif pelaku dikarenakan sulitnya ekonomi.(Tribunnews. Com/23 Januari 2024)

Penyebab terjadinya kasus di atas adalah lemahnya ketahanan iman dan tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi. Lemahnya kepedulian masyarakat serta tidak adanya jaminan kesejahteraan negara atas rakyat individu per individu. Diakui atau tidak, penerapan kapitalisme telah memusnahkan fitrah seorang ibu. Hasil turunan dari ideologi kapitalisme adalah hedonisme, feminisme, dan materialisme. Kesemuanya telah berhasil memalingkan kaum ibu dari fitrahnya.

Kapitalisme sendiri memiliki akidah sekularisme, yaitu tak mengakui agama di dalam mengatur kehidupan manusia. Agama hanya dipakai sebagai pemanis manusia. Kalaupun nol agamanya juga tak mengapa. Hedonisme adalah pemikiran turunan dari mabda / ideologi kapitalisme, yakni pemikiran bahwa hidup hanya untuk bersenang senang. Pemikiran ini mengutamakan food, fun, dan fashion.

Feminisme adalah pemikiran yang membuat wanita ingin setara dengan laki-laki. Pemikiran ini juga menyeret kaum ibu dari fitrahnya.

Ditambah lagi dengan materialisme, yakni pemikiran yang hanya mementingkan materi saja. Segala sesuatu hanya diukur dengan kesenangan duniawi. Menjadikan para ibu materialistis.

Kapitalisme Jadikan Ibu Penopang Ekonomi Keluarga

Sebenarnya negeri ini adalah negeri yang kaya raya. Hanya saja sistem pengelolaan perekonomian negeri ini menggunakan sistem perekonomian kapitalisme yang menghendaki kekayaan alam dikuasai oleh kaum kapitalis. Penguasa dibatasi perannya hanya sebagai regulator. Penguasa dianggap tidak mampu mengelola kekayaan alam, sehingga pengelolaannya diserahkan pada pemilik modal. Alhasil, kekayaan negara hanya dikuasai segelintir elite dan tidak dirasakan oleh masyarakat. Dari sini dapat ditarik kesimpulan, sistem kapitalisme yang dianut negeri inilah yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan. Sehingga menyeret kaum ibu menjadi penopang ekonomi keluarga.

Bukan suami tidak bekerja, melainkan sulitnya lapangan pekerjaan dan minimnya gaji yang didapat para suami. Sehingga membuat wanita juga harus bekerja. Suami isteri sudah bekerja pun tetap tidak terpenuhi segala kebutuhan hidup. Negara seharusnya berkewajiban menjamin kebutuhan pokok masyarakat seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja serta keadilan dan keamanan. Namun kini kewajiban beralih pada individu masyarakat.

Islam Menjaga Fitrah Ibu

Sebenarnya Islam memandang bahwa peran utama perempuan adalah pertama, sebagai Ummu warabatul bait, yakni ibu dan pengurus rumah tangga. Di sini ibu mendapat amanah mendidik anak anaknya sebagai madrasatul ula, pendidikan pertama. Kedua, sebagai pengatur rumah tangga suaminya, sekaligus berperan sebagai istri diamanahi mengurus rumah. Kedua peran ini merupakan kewajiban bagi setiap ibu. Di dalamnya terdapat pahala yang luar biasa, bahkan kualitas generasi muda tergantung pada peran ibu dalam mendidiknya.

Peran selanjutnya adalah berkiprah dalam masyarakat, yakni ikut berupaya dalam memperbaiki masyarakat. Upaya memperbaiki masyarakat tak sepenuhnya dibebankan kepada laki-laki. Perempuan termasuk di dalamnya seorang ibu, memili peran penting di masyarakat, yaitu amar makruf nahi mungkar (QS. Ali Imran:110).

Terdapat juga hadist sahih, “Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran, hendaknya dia mengubah dengan tanganya, kalau tidak bisa hendaknya dengan lisanya, kalau tidak bisa hendaknya dengan hatinya, dan yang demikian adalah selemah lemah iman”(HR Muslim)

Seorang ibu juga boleh menjadi pegawai atau pemimpin dalam suatu dapertemen atau pemerintahan. Dengan catatan bukan pemimpin yang berada pada wilayah al-hukm al-amr (seperti khalifah, mu’awin, qodhi qudhat, qodhi mazholim, dan wali).

Seorang ibu juga boleh menjadi kepala Baitulmal, anggota Majelis wilayah, anggota Majelis Ummat, Qodhi Khusumat (hakim yang menyelesaikan perselisihan antar rakyat), Qodhi Hisbah (hakim yang langsung menyelesaikan pengurangan atas hak rakyat).

Seorang ibu juga boleh menjabat sebagai kepala dapertemen kesehatan, dapertemen pendidikan, dapertemen industri, dapertemen pedagangan, rektor Perguruan Tinggi atau kepala sekolah, kepala perusahaan, dan lain lain. Ibu memili akal sebagaiman laki-laki. Meskipun ia tak dibolehkan menjadi pemimpin negara atau wilayah, ibu tetap memiliki peran penting dalam mengurusi umat.

Menyadarkan masyarakat yang terpengaruh kapitalisme, sekularisme, hedonisme, feminisme, materialisme manjadi paham Islam. Itulah peran strategis para ibu. Fitrahnya terjaga oleh Islam. Namun tak hanya itu, selain menjadi istri atau ibu, ibu juga bisa bermanfaat bagi masyarakat. Membangun peradaban mulia yang berkah.

Wallahu a’lam bisawwab.