Breaking News

Anggaran Dana Di Masa Krisis, Darimana?

Spread the love

Oleh: Siti Subaidah

( Pemerhati Lingkungan dan Generasi)

 

#MuslimahTimes — Wabah virus Covid-19 di Indonesia berdampak besar bagi Indonesia. Tak pelak hal ini menjadi perhatian besar, bukan hanya bagi pemerintah pusat sebagai pengatur kebijakan namun juga oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai objek yang paling merasakan dampak tersebut. Besarnya dampak tersebut tentu harus ditanggulangi dan melibatkan seluruh elemen bangsa. Benar jika saat ini kita harus bergandeng tangan menyelesaikan masalah ini namun tetap thepointofresolutianisthegovernmentdecision.

Saat ini sudah terdapat beberapa lembaga keuangan multilateral seperti Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB), serta negara-negara sahabat yang sudah menawarkan bantuan ke Indonesia untuk menangani Covid-19. Belum lagi dengan IMF yang telah siap dengan dana ” Coronaloan” yang menyasar negara  berkembang dan negara berpendapatan rendah. Bahkan diketahui  sudah ada 20 negara yang mengantre untuk mendapatkan pinjaman tersebut. Apakah Indonesia salah satunya?

Saat ini yang dilakukan oleh pemerintah yakni berencana akan membuka rekening khusus untuk menampung donasi dari pelaku usaha guna membantu penanganan virus corona atau Covid-19 di Indonesia. Nantinya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai gugus tugas yang akan mengelola rekening tersebut.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menambahkan dari segi anggaran, pemerintah sebetulnya siap untuk mendukung proses percepatan penanganan pandemik virus corona di dalam negeri. Namun opsi ini dibuka, untuk membantu meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintah. (Merdeka.com)

Sejujurnya jika kita lihat, penggalangan dana yang dilakukan oleh negara maupun dari inisiatif masyarakat sampai saat ini belumlah cukup untuk mengcover segala keperluan yang dibutuhkan untuk mengatasi wabah corona ini. Mungkin untuk penyediaan  APD dan Hazmat Suit (Pakaian  Dekontaminasi) untuk tenaga medis di sejumlah daerah serta penyemprotan disinfektan di wilayah tertentu dapat tertangani. Namun pemenuhan kebutuhan masyarakat ekonomi kecil ini yang tidak akan terpenuhi dari dana tersebut sebagai dampak dari selfcarantina yang dianjurkan pemerintah.

Pukulan telak jelas menimpa masyarakat kelas bawah terutama mereka yang menggantungkan biaya hidup dari pendapatan harian. Jika tak keluar rumah maka tidak makan. Inilah pula yang menjadi salah satu bahan pertimbangan pemerintah hingga saat ini tidak memberlakukan karantina daerah. Karena dalam peraturannya ada kewajiban negara dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan jelas ini membutuhkan dana besar.

Dana Darurat Menurut Para Pengamat ekonomi

Minimnya dana yang digelontorkan untuk penanganan wabah Covid-19 oleh pemerintah menuai kritik tajam dari sejumlah pengamat. Hal ini karena menurut mereka ada sejumlah dana yang bisa dialokasikan dan diakomodir untuk penanganan wabah ini. Pertama, Dana Desa. Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun  menilai penggunaan Dana Desa yang ditransfer dilonggarkan sampai 70-80 persen untuk jaring pengaman sosial yang memperkuat gotong royong sosial di perdesaan. Dana Desa bisa dialihkan untuk program pembelian produk pangan hasil panen produk pertanian desa yang belum bisa dipasarkan. Hasil pembelian hasil panen pertanian desa tersebut digunakan sebagai safetyfoodatau semacam bank pangan desa.

Kedua, pemangkasan anggaran hingga 20%. Sejumlah pengamat menilai hal ini harus dilakukan jika berkaca pada krisis ekonomi yang melanda Indonesia di tahun 2008.  Ditahun itu yang terjadi hanyalah perlambatan ekonomi tetapi anggaran saat itu tegas dipotong 10% di Kementerian dan daerah. Maka diharap saat ini pemerintah melakukan pemangkasan yang bisa dialihkan untuk membantu masyarakat miskin dan usaha kecil informal.

Ketiga, menerbitkan surat utang negara. Wakil Ketua Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI), Harryadin Mahardika mengatakan dalam keadaan yang darurat seperti sekarang, pemerintah bisa mengeluarkannya dan kemudian Bank Indonesia (BI) bisa membelinya. Kebijakan ini seolah-olah mencetak uang untuk menjadi modal dalam mengatasi wabah corona ini. Selama ini bisa dipertanggungjawabkan, pemerintah bisa menambah untuk mencetak. 

Inilah sejumlah dana yang nilai dapat diambil oleh pemerintah sebagai bentuk kebijakan dalam menangani wabah ini. Lalu bagaimana sudut pandang Islam terkait krisis ekonomi saat ini? Dana apa saja yang bisa dipakai jika merunut pada hukum syara?

Islam Dalam Mengatasi Krisis Ekonomi

Kondisi darurat pun pernah dirasakan oleh umat tatkala Islam memimpin seperti yang terjadi dimasa Umar Bin Khattab yang kala itu  kota Madinah di landa paceklik. Beliau segera mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi krisis tersebut secara cepat, tepat dan komprehensif yakni, pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh baitul mal. Musim paceklik yang terjadi saat itu selama 9 bulan. Dalam kurun masa tersebut seluruh warga Madinah dalam keadaan kelaparan. Umar yang saat itu sebagai seorang kepala negara membagi  tugas kepada para perangkat negara di bawah beliau hingga level pekerja, bahu-membahu dan sigap menyelesaikan persoalan yang ada. Khalifah Umar ra. tidak berpangku tangan atau sekadar perintah sana, perintah sini saja. Beliau langsung turun tangan mengkomando dan menangani krisis tersebut. Beliau langsung memerintahkan mendirikan posko untuk para pengungsi, memastikan setiap petugas memahami pekerjaan yang dilimpahkan dengan  benar

Khalifah Umar ra juga memberi makanan kepada orang-orang badui dari Dar ad-Daqiq, sebuah lembaga perekonomian yang berada pada masa pemerintahan Umar. Lembaga ini bertugas membagi tepung, mentega, kurma dan anggur yang berada di gudang kepada orang-orang yang datang ke Madinah sebelum bantuan dari Mesir, Syam dan Irak datang. Dar ad-Daqiq kian diperbesar agar bisa membagi makanan kepada puluhan ribu orang yang datang ke Madinah selama sembilan bulan, sebelum hujan tiba dan memberi penghidupan.

Namun, ada kala dimana krisis yang terjadi di masyarakat tidak dapat ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah pusat karena berbagai hal, misalnya kondisi keuangan di baitul mal yang tidak mencukupi. Maka kebijakan yang diambil adalah meminta bantuan kepada wilayah daulah yang kaya dan mampu memberi bantuan.

Sebagaimana yang diceritakan di dalam buku The Great Leaderof Umar bin Khattab karya Dr. Muhammad ash-Shalabi, Khalifah Umar langsung bertindak cepat ketika melihat kondisi keuangan Baitul Mal tidak mencukupi penanggulangan krisis. Khalifah Umar segera mengirim surat kepada para gubernurnya di berbagai daerah kaya untuk meminta bantuan.

Gubernur Mesir, Amru bin al-Ash mengirim seribu unta yang membawa tepung melalui jalan darat dan mengirim dua puluh perahu yang membawa tepung dan minyak melalui jalur laut serta mengirim  lima ribu pakaian kepada Khalifah Umar.

Muawiyah bin Abu Sufyan mengirim tiga ribu unta membawa makanan dan bantuan dari Irak datang membawa tepung. Khalifah Umar memerintahkan agar bantuan itu dibagi secara merata kepada seluruh penduduk tanpa terkecuali. Para korban krisis diceritakan mendapat bantuan sebanyak apa yang dibawa oleh satu unta. Kita sudah tahu bahwa unta mampu membawa barang yang sangat banyak, melebihi berat tubuhnya.

Gambaran diatas memperlihatkan para gubernur dengan semangat ukhuwah islamiyah dan manajemen pemerintahan yang rapi serta saling menopang, langsung sigap menyiapkan dan memberikan bantuan dengan jumlah yang sangat banyak. Bantuan itu benar-benar bisa membantu secara tuntas semua kebutuhan yang diperlukan bahkan cukup hingga mereka mampu bekerja sendiri mencari rejeki.

Inilah hal yang dilakukan seorang khalifah ketika negerinya dilanda krisis, cepat tanggap dalam menyelesaikan kebutuhan masyarakat. Tak ada satu celahpun yang dilalaikan sehingga warga tidak ada yang kelaparan meskipun dalam keadaan krisis. Inilah yang harusnya dicontoh oleh negara kita, perhatian penuh terhadap kebutuhan perut rakyat. Bukan malah memikirkan perekonomian negara namun nyawa rakyat taruhannya. Wallahua’lambishawab

Leave a Reply

Your email address will not be published.