Breaking News

Bencana Terus Terulang, Sudahkah Penguasa Serius Mengurus Rakyatnya?

Spread the love
Oleh. Ghaziyah Zaahirah
 (Anggota Komunitas Muslimah Cinta Qur’an)
Muslimahtimes.com–Banjir kembali terjadi, tidak hanya satu namun di beberapa wilayah di Indonesia. Semisal di wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dilansir dari Kompas.id, Hujan sejak Kamis malam hingga Jumat (6-7/7/2023) pagi mengakibatkan banjir dan longsor di beberapa titik di wilayah selatan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Jalur selatan Malang-Lumajang putus akibat longsor yang kemudian disusul putusnya jembatan di perbatasan kedua daerah itu.
Selain itu, banjir juga terjadi di di Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dikutip dari cnnindonesia.com, rumah warga terendam sejak Kamis lalu (6/7) setelah hujan lebat terjadi dari sore hingga malam hari. Dan beberapa daerah lainnya yang juga mengalami hal serupa.
Bencana ini tentu tidak terjadi begitu saja, tentulah ada beberapa sebab akibat yang mengiringinya. Memang sudah dimaklumi Indonesia merupakan salah satu wilayah yang rawan bencana secara geografis. Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim (panas dan hujan) dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu, dan arah angin yang cukup ekstrem. Tidak heran jika potensi bencana di Indonesia sangat besar, mulai dari gempa, gunung meletus, longsor, tsunami, banjir, kebakaran, dan sebagainya.
Hal ini tentu menuntut adanya sikap tanggap bencana yang dari semua pihak, terutama penguasa yang tugasnya adalah mengurusi urusan rakyat. Sudah menjadi kewajiban penguasa untuk melakukan mitigasi bencana sebaik dan seserius mungkin untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan.
Namun sayang seribu sayang, setiap terjadi bencana pemerintah nyaris selalu gagap dan lamban. Bahkan pada banyak kasus, pemerintah kalah cepat dengan LSM, ormas, atau masyarakat biasa. Tidak jarang juga, pemimpin negara lebih memilih lawatan daripada melihat daerah bencana, atau menjadikan turun lapangan sebagai bagian membangun citra.
Penguasa lagi-lagi tak bisa diharapkan. Bahkan kebijakan yang dibuat pun kadang cenderung yang menjadi penyebab bencana itu terjadi. Misal banyaknya pembangunan infrastruktur yang mengorbankan hutan. Bahkan tak jarang justru masyarakat yang menjadi sasaran sebagai pihak yang disalahkan karena berbagai alasan. Semisal minimnya pengetahuan, tidak mau direlokasi, tidak bisa diatur, dan lain sebagainya. Padahal semua menyangkut political will penguasa. Ketersediaan data dan informasi, minimnya pengetahuan masyarakat, ketersediaan teknologi, fasum, dan alat, semuanya adalah tanggung jawab para penguasa.
Dalam sistem kapitalis-demokrasi yang berasaskan sekularisme tak perlu heran lagi. Watak pemimpin yang diciptakan oleh sistem ini beriorientasi hanya pada manfaat. Manfaat menjadi goal utama, tak apa jika harus mengorbankan masyarakat. Pengurusan terhadap rakyat hanya setengah hati dan tidak serius. Rakyat dibutuhkan Ketika pemungutan suara, setelah itu diabaikan, bak kacang lupa kulitnya.
Berbeda dengan sekularisme kapitalisme, Sistem Islam menetapkan bahwa fungsi kepemimpinan adalah mengurusi urusan umat (rain) dan menjaga mereka (junnah). Oleh karenanya, penguasa wajib mengerahkan daya upaya untuk menyejahterakan umat dan menjauhkan mereka dari semua hal yang membinasakan.
Dalam konteks kebencanaan, penguasa dalam Islam dituntut untuk melakukan berbagai hal demi mencegah bencana, sekaligus menghindarkan masyarakat dari risiko bencana. Yang paling mendasar adalah dengan cara menerapkan aturan dan kebijakan yang tidak merusak lingkungan atau melakukan dan membiarkan hal-hal yang bisa mengundang azab Allah Swt.
Adapun basisnya adalah pelaksanaan perintah Allah yang tercantum dalam Al-Qur’anul Karim,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum : 41)
 
Pengusasa dalam Islam akan membuat berbagai kebijakan khusus, mulai dari penataan lingkungan dikaitkan dengan strategi politik ekonomi Islam yang menjamin kesejahteraan orang per orang. Di tempat-tempat yang rawan bencana, harus ada kebijakan yang lebih khusus lagi. Tentu tidak hanya menyangkut kesiapan mitigasi risiko, tetapi juga soal manajemen kebencanaan.
Mulai dari pendidikan soal kebencanaan, pembangunan infrastruktur, serta sistem peringatan dini dan penanganan bencana yang lebih sistemik dan terpadu. Begitu pun soal sistem logistik kedaruratan, serta sistem kesehatan yang menjadi bagian integral dari sistem penanganan terpadu kebencanaan benar-benar akan diperhatikan. Kondisi ideal seperti ini memang akan sulit diwujudkan dalam sistem sekarang. Kapitalisme sekuler telah menjadikan kepemimpinan tegak di atas kepentingan pemilik modal, bukan tuntunan Islam.
Oleh karenanya, sudah saatnya umat bersegera mewujudkan kepemimpinan Islam. Dimulai dengan aktivitas dakwah pemikiran yang bertarget memahamkan umat dengan akidah dan hukum-hukum Islam dengan pemahaman yang benar dan menyeluruh. Wallahu’alam.