Breaking News

Liberalisasi Merenggut Hak Generasi

Spread the love

Oleh. Atiqoh Shamila
(Kontributor Muslimahtimes.com)

 

Muslimahtimes.com–Rasulullah saw bersabda, “Siapa pun yang memiliki tiga anak perempuan dan dia menampung mereka, menunjukkan belas kasihan kepada mereka, dan mendukung mereka, surga pasti dijamin untuknya.” Oleh karena itu, seseorang bertanya kepada Nabi, bagaimana jika mereka hanya memiliki dua putri. Nabi menjawab, “Dia mendapat pahala itu meskipun anaknya hanya dua.” Beberapa dari mereka yang hadir percaya jika Nabi ditanya tentang hanya satu anak perempuan, dia akan menjawab pahala tersebut juga berlaku (Disahihkan oleh al-Albani).

Menurut hadis di atas, memiliki anak perempuan dan mampu mendidik, mengayomi dan mengantarkannya menjadi salehah, surga jaminannya. Anak perempuan adalah cerminan kelembutan, kasih sayang dan cinta orang tuanya. Maka, berbahagialah orang tua yang memiliki anak perempuan karena mereka kelak akan menjadi pelindung dari api neraka.

Namun hari ini, memiliki anak perempuan ketar-ketir rasa hati. Bagaimana tidak, berita penyekapan dan eksploitasi anak perempuan di bawah umur marak. Seperti dilansir Beritasatu (20/09/2022) seorang anak perempuan berinisial NAT (15) disekap dan dijadikan pekerja seks komersial oleh seorang muncikari. Anak ini diiming-imingi uang tapi dengan menjualnya pada pria hidung belang. Kejadian berawal Januari 2021 ketika korban diajak temannya pergi ke sebuah apartemen di kawasan Jakarta Barat.

Tak kalah mirisnya pada 22/09/2022 Polda Metro Jakarta Selatan menangkap lima pelaku prostitusi daring anak di bawah umur. Enam anak yang berusia 16 tahun menjadi korban prostitusi daring ini. Aplikasi pesan singkat menjadi media penghubung antara pelanggan dan korban. Kesehariannya mereka tinggal di hotel kawasan Pasar Minggu dengan bayaran Rp300–800 ribu sekali kencan.

Dua berita di atas dan masih banyak berita serupa menghantui perasaan orang tua yang memiliki anak perempuan. Kejadian demi kejadian terulang, tidak mengenal tempat dengan beragam modus dan makin banyak korban. Penangkapan pelaku oleh aparat tidak membuat kapok pelaku lain, bahkan kian canggih dengan modus operandi yang mengelabui.

Padahal pemerintah dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) banyak mengangkat Kota Layak Anak (KLA) dan menjadikan prioritas pembangunan daerah. Bahkan Juli 2022 Kementerian PPPA menganugerahi Penghargaan Kabupaten/Kota Layak Anak kepada 320 kabupaten/kota. Harapannya, penghargaan ini sebagai penyemangat untuk semakin maju dalam memenuhi hak dan melindungi anak di daerah masing-masing. Namun, jauh panggang dari api, kekerasan anak tetap marak. Penghargaan tinggallah penghargaan, faktanya penghargaan ini tak mampu melindungi anak dari eksploitasi orang dewasa.

Banyaknya kasus kekerasan pada anak menjadi indikasi kegagalan negara melindungi anak dan mandulnya program KLA untuk memberi jaminan lingkungan yang dibutuhkan anak. Untuk memproteksi anak dari berbagai kekerasan dan eksploitasi tak cukup hanya dengan sebuah penghargaan. Apalah artinya sebuah penghargaan jika perilaku individu, masyarakat bahkan negara mengabaikan ketaatan pada Sang Pencipta kehidupan.

Tidak dapat dimungkiri orang tua memegang peranan penting melindungi anak dari eksploitasi seksual. Latar belakang keluarga menjadi salah satu faktor penyebab anak menjadi korban kekerasan seksual. Anak-anak dari keluarga yang broken home, kurang kasih sayang dan kurang mampu dari segi finansial menjadi kelompok yang rawan menjadi korban kejahatan seksual.

Akan tetapi jika dicermati lebih dalam, maraknya kekerasan seksual pada anak menggambarkan negara gagal mengayomi dan menjamin keamanan tumbuh kembang anak. Beragam solusi yang dilakukan oleh pemerintah belum menyentuh pemasalahan mendasar, sehingga kejahatan ini terus berulang dengan korban yang tak sedikit. Inilah jika suatu permasalahan tidak diselesaikan dari pangkal masalahnya. Jalan keluar yang diambil sekadar tambal sulam.
Pelaku dijerat dengan hukuman yang tak seberapa, mengakibatkan muncul pelaku baru dengan kejahatan serupa bahkan lebih sadis. Disatu sisi negara tidak memblokir situs-situs tak senonoh yang berpotensi membangkitkan nafsu bejat lelaki hidung belang. Sementara masyarakat dan individunya jauh dari ketaatan, interaksi antar lawan jenis bebas tanpa batas. Agama hanya ada di tempat ibadah dan jika ada orang yang meninggal. Dalam kehidupan bermasyarakat, dimensi ruhiah diabaikan.

Inilah gambaran sistem kehidupan liberalis sekuler yag dianut negara ini. Sistem ini meniscayakan kebebasan yang keblabasan hingga merenggut hak anak untuk berkembang. Sistem ini pula menihilkan syariat dalam menghukum pelaku kejahatan sehingga kejahatan terus berulang. Sistem ini pun menjauhkan masyarakat dan individu dari sifat ihsan, yaitu sifat yang selalu merasa diawasi oleh Allah Swt. Sehingga dengan mudahnya seseorang berbuat jahat tanpa berpikir akan ada pertanggungjawaban kelak. Jika kondisi seperti ini tetap dibiarkan, maka tak heran jika kekerasan pada anak tak kunjung usai.

Islam adalah satu-satunya solusi untuk mengakhiri bencana kemanusiaan ini. Karena hanya Islamlah akidah yang memancarkan aturan yang komprehensif tentang kehidupan. Pada level individu, ketaatan pada syariat Islam menjadi kewajiban. Taat seluruh syariat tanpa tapi dan tanpa nanti. Ketaatan individu ini bakal menjadi tameng dari segala kemaksiatan, karena individu muslim yakin akan ada balasan dari setiap perilakunya kelak di yaumil akhir. Di level masyarakat, ada kewajiban amar makruf nahi mungkar, saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, bekerja sama dalam membangun lingkungan yang aman bagi siapa pun terlebih bagi perempuan dan anak.

Sedangkan di level negara, negara wajib mengayomi dan melindungi warga negaranya dari apa pun yang mengancam kehidupannya. Negara wajib membuat regulasi yang mampu menjamin rasa aman bagi warganya, termasuk melindungi keimanan warganya dari pengaruh buruk media informasi. Negara wajib memblokir situs-situs porno, melarang peredaran miras dan narkoba. Bahkan negara juga wajib memberi sanksi tegas sesuai syariat bagi warga yang melakukan pelanggaran hukum, sesuai dengan kadar pelanggarannya. Karena hanya kepala negara yang berwenang membuat regulasi yang membentengi warganya dari hal yang membahayakan. Negara pun tidak boleh memberi celah sedikit pun pada maksiat dalam berbagai bentuk. Tanggung jawab sebagai kepala negara tidak main-main, bukan hanya di dunia tapi hingga ke akhirat kelak.

kepala negara dalam Islam akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya kelak di Yaumil Hisab. Sebagaimana sabda Rasul saw, “Imam adalah raa’in atau penggembala dan ia bertanggungjawab atas gembalaannya (rakyatnya).” (HR Bukhari)

Seorang kepala negara dalam Islam akan benar-benar amanah menjaga rakyatnya karena hisabnya tidak ringan kelak di akhirat.
Namun, ini semua akan terlaksana jika Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan karena Islam agama yang kamil dan syamil. Tidak akan luput sebuah aktivitas pun dari aturan Islam. Apalagi masalah anak dan perempuan, Islam sangat memuliakan mereka. Seperangkat aturan sudah disiapkan untuk melindungi mereka dari orang-orang zalim. Maka, tidak diragukan lagi, Islamlah satu-satunya solusi pada kasus kekerasan seksual pada anak dibawah umur. Harapan orang tua agar anak perempuan menjadi asetnya di akhirat kelak akan terwujud.
Wallahu a”lam bisshawab