Breaking News

LPG Melon Langka, Ada Apa?

Spread the love

 

Oleh. Ummu Salman

(Pegiat Literasi) 

muslimahtimes.com – LPG subsidi 3kg alias LPG melon kembali langka di sejumlah daerah. Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyatakan bahwa kelangkaan terjadi karena peningkatan konsumsi. Melalui keterangan resminya, yang dilansir dari cnnindonesia.com, 27/7/2023, “Juli ini memang ada peningkatan konsumsi sebesar 2 persen sebagai dampak dari adanya libur panjang beberapa waktu lalu. Kami sedang melakukan recovery dari penyediaan distribusinya untuk mempercepat,“.

Nicke juga menjelaskan bahwa demi menjaga stok LPG, Pertamina melalui Subholding Commercial & Trading yaitu PT Pertamina Patra Niaga melakukan pemantauan penyaluran. Selain itu, untuk memastikan ketersediaan pasokan serta penyaluran LPG 3 kg bersubsidi tepat sasaran, pihaknya turut bekerja sama dengan pemerintah daerah.

Nicke menuturkan bahwa menurut data pemerintah, dari total 88 juta rumah tangga, ada sekitar 60 juta rumah tangga yang berhak menerima subsidi. Namun, persentase penjualan LPG melon mencapai 96 persen terhadap total LPG, artinya angkanya lebih tinggi, yang mengindikasikan adanya subsidi yang tidak tepat sasaran. Untuk mengatasi masalah distribusi yang tidak tepat sasaran tersebut, maka Pertamina sedang melakukan pendaftaran atau registrasi melalui KTP dan NIK agar bisa menjadikannya sebagai dasar data yang bisa dipertanggungjawabkan kepada pemerintah.

Di samping itu, diimbau kepada masyarakat agar menggunakan LPG sesuai peruntukannya yaitu LPG 3kg melon yg disubsidi ditujukan khusus kepada masyarakat kurang mampu. Nicke juga mengimbau kepada masyarakat, kalau ada kelangkaan di daerah mana pun atau ketika melihat ada distribusi LPG subsidi yang kurang tepat sasaran atau penyelewengan silakan lapor ke 135 agar bisa langsung ditindaklanjuti.

Mirisnya, di tengah kelangkaan LPG melon, pemerintah meluncurkan produk LPG 3kg nonsubsidi bermerek Bright. Peluncuran tersebut dinilai oleh Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, sebagai sebuah tindakan yang ia sebut “super tega” pada masyarakat. Menurutnya, “Kebijakan itu akan membuat pengadaan dan pendistribusian LPG 3 kg bersubsidi semakin terbatas dan sulit. Ujung-ujungnya masyarakat dipaksa membeli LPG 3kg nonsubsidi,”.(dpr.go.id, 27/7/2023)

Akibat Tata Kelola Migas yang Kapitalistik Neoliberal

Ketersediaan LPG semestinya menjadi tanggung jawab Pemerintah. Kelangkaan ini adalah tanda gagalnya pemerintah memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya. Kisruh LPG melon bukan dikarenakan tidak tepat sasaran atau konsumsi yang meningkat, akan tetapi pengelolaan migas yang masih di bawah sistem kapitalisme neoliberal.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian ESDM, pada 2021 Indonesia memiliki cadangan gas alam atau gas bumi sebesar 41,62 triliun kaki kubik persegi (trillion square cubic feet/TSCF). Dari data tersebut, Maluku adalah wilayah yang terbukti paling banyak memiliki cadangan gas bumi, yakni 13.988 miliar kaki kubik persegi (billion square cubic feet/BSCF). Di samping blok Masela yang sudah sangat terkenal, Maluku juga memiliki beberapa sumber daya migas yang baik yaitu cekungan hidrokarbon di Bula. Kemudian di posisi kedua ada Papua, yang memiliki sumberdaya energi yang potensial dan cukup besar, yakni 11.412 BSCF. Posisi selanjutnya ada Sumatera Selatan yakni 4.428,26 miliar kaki kubik persegi (billion square cubic feet/BSCF). Posisi kelima dan keenam ditempati oleh Sulawesi dan Kalimantan dengan cadangan gas bumi masing-masing sebesar 3.233,83 miliar BSCF dan 2.924,71 miliar BSCF.

Sistem kapitalisme telah melegalkan liberalisasi migas. Meskipun Indonesia memiliki kekayaan migas, rakyat tak bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah dan gratis karena negara menyerahkan mulai dari pengelolaan hingga penjualannya kepada pihak swasta, dengan konsep pengelolaan berorientasi bisnis. Paradigma kepemimpinan yang diadopsi menghilangkan fungsi negara sebagai pengurus umat (ra’in). Penguasa sekadar bertindak sebagai pembuat regulasi untuk memenuhi kepentingan segelintir orang atau pemilik modal. Hasilnya, kebijakan ekonomi pun tak memihak pada kepentingan rakyat. Terbukti, dengan adanya LPG nonsubsidi dalam waktu yang bersamaan dengan langkanya LPG subsidi, apalagi diklaim lebih aman, jelas memberikan ‘pasar’ pada pengusaha.

Inilah fakta pengelolaan migas di bawah sistem kapitalisme neoliberal. Perubahan kebijakan apa pun pada ujungnya tidak memudahkan rakyat memperoleh haknya terhadap sumber daya alam yang sejatinya merupakan milik mereka.

Solusi Islam

Dibutuhkan mindset baru dalam mengelola migas di negara ini. Sistem Islam adalah solusinya. Islam menetapkan bahwa negara wajib menyediakan kebutuhan pokok rakyatnya tanpa dibayangi dengan kelangkaan dan mahalnya harga bahan pokok sehari-hari. Negara harus menjamin setiap individu rakyat dapat terurus dengan baik. Negara memudahkan mereka dalam mengakses berbagai kebutuhan layanan publik, fasilitas umum dan sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, termasuk migas.

Sistem ekonomi Islam mampu menjamin ketersediaan migas yang merupakan sumber energi bagi rakyat dengan harga murah bahkan bisa saja gratis karena Islam mengharuskan pengelolaan sumber daya alam oleh negara. Migas adalah jenis harta milik umum (rakyat) dimana pendapatannya adalah hak milik seluruh kaum Muslim. Kaum Muslim berserikat didalamnya, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw: “Kaum Muslim itu berserikat dalam 3 hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR.Abu Dawud)

Oleh karena itu, setiap individu rakyat memiliki hak untuk memperoleh manfaat dari harta milik umum sekaligus pendapatannya. Tidak ada perbedaan apakah individu rakyat baik itu laki-laki atau perempuan, rakyat biasa atau konglomerat, kaya atau miskin, anak-anak atau dewasa, pengendara motor atau mobil.

Adapun pengelolaannya, karena migas tidak bisa dimanfaatkan secara langsung, namun harus melalui tahapan proses pengeboran, penyulingan, dan seterusnya. Serta membutuhkan usaha keras dan biaya mengeluarkannya dari perut bumi. Maka negara diberi wewenang untuk mengambil alih penguasaan eksploitasinya, mewakili kaum muslim kemudian menyimpan pendapatannya di Baitulmal kaum muslim.

Kepala negara adalah pihak yang memiliki wewenang dalam pendistribusian hasil dan pendapatannya, sesuai hasil ijtihadnya, yang dijamin hukum-hukum syariat dalam rangka mewujudkan kemaslahatan kaum muslimin.

Juga dimungkinkan melakukan pembagian hasil barang tambang dan pendapatan milik umum dalam bentuk-bentuk:

Pertama, untuk membiayai seluruh proses operasional produk migas, pengadaan sarana dan infrastruktur sejak riset, eksploitasi, pengolahan hingga distribusi ke SPBU termasuk membayar seluruh kegiatan administrasi dan tenaga yang terlibat yakni tenaga ahli, karyawan atau direksi yang terlibat di dalamnya.

Kedua, dibagikan kepada rakyat yang memang pemilik harta umum beserta pendapatannya. Khilafah tidak terikat peraturan tertentu dalam pendistribusian ini. Khilafah berhak membagikan migas kepada yang memerlukannya untuk digunakan secara khusus di rumah-rumah maupun di pasar-pasar mereka secara gratis. Boleh saja Khilafah menjual harta milik umum ini kepada rakyat dengan harga semurah-murahnya atau dengan harga pasar. Ia juga boleh membagikan uang hasil keuntungannya kepada mereka.

Semua tindakan tersebut dilakukan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan dan kebaikan bagi seluruh rakyat, warga negara Khilafah. Pengelolaan migas dalam Khilafah sungguh akan memberikan kesejahteraan kepada rakyat dan mengembalikan hak-hak mereka.

Wallahu ‘alam bishowwab.