Breaking News

Mahalnya Harga Beras, Mampukah Diatasi dengan Tuntas?

Spread the love

Oleh. Asha Tridayana, S.T.

Muskimahtimes.com–Sudah setahun belakangan, harga beras terus mengalami kenaikan. Bahkan di tahun 2023 hampir mencapai 20% dari harga sebelumnya. Padahal beras merupakan kebutuhan pokok yang mesti dipenuhi oleh masyarakat. Namun, menurut Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, harga beras saat ini justru membuat petani dapat bernapas lega karena harga gabah tidak ditekan terlalu rendah. Terlebih lagi, Arief menambahkan, untuk biaya produksi tanam padi, harga pupuk, biaya input, ditambah currency rate mengalami kenaikan menjadikan harga beras terus melambung dan kecil kemungkinan mengalami penurunan harga. Sehingga untuk kembali ke harga yang sebelumnya Rp10.000/kg jelas kesulitan. (www.cnbcindonesia.com, 05/02/24)

Di samping biaya produksi yang memaksa kenaikan harga beras, kenaikan tersebut juga dipicu oleh masa jelang bulan Ramadan. Oleh karena itu, dilakukan inspeksi mendadak oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di pasar tradisional Cihapit Bandung dan Griya Pahlawan Bandung untuk mengantisipasi adanya permainan harga dan penahanan pasokan oleh pelaku usaha tertentu serta menjaga stabilitas komoditas.

Di sana ditemukan adanya kenaikan harga pada komoditas gula konsumsi, beras serta cabai merah keriting. Misalnya pada komoditas beras premium secara rata-rata mengalami kenaikan sebesar 21,58% menjadi Rp16.900/kg. Padahal HET beras premium sebesar Rp13.900/kg sesuai penetapan Bapanas. Sementara beras medium terjadi kenaikan sebesar 28,44% dari HET yakni Rp10.900/kg menjadi Rp14.000/kg. (tempo.co, 11/02/24)

Selain itu, Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa, berharap agar tidak terjadi penahanan pasokan beras yang akhirnya dapat menaikkan harga komoditas beras di pasaran setelah melihat stok beras premium juga tidak banyak dijual dan ada pembatasan dari pemasok. Fanshurullah pun meminta kepada pelaku usaha untuk berhati-hati dalam menaikkan atau menentukan harga komoditas pangan yang berdampak langsung kepada masyarakat agar tetap sesuai dengan Undang-Undang No. 5 tahun 1999. (katadata.co.id, 11/02/24)

Tidak dimungkiri, mahalnya harga beras sangat menyusahkan masyarakat karena beras menjadi konsumsi pokok setiap orang. Salah satu penyebabnya, tidak lain rantai distribusi beras yang rusak karena saat ini dikuasai oleh sejumlah pengusaha (ritel). Akibatnya, memungkinkan terjadi permainan harga, penahanan pasokan (monopoli) oleh pelaku usaha. Ditambah lagi, petani dilarang untuk menjual langsung kepada konsumen sementara harga jual dari petani dipatok rendah oleh pengusaha. Hal ini tentu saja sangat merugikan petani karena keuntungan terbesar dari kenaikan harga beras bukan pada petani melainkan para pengusaha bermodal besar.

Dominasi pengusaha dalam distribusi kebutuhan pokok merupakan bentuk kelalaian negara dalam menjaga stabilitas pangan. Ini terjadi karena negara hanya bertindak sebagai fasilitator dan regulator bagi para pengusaha dalam memupuk kekayaan. Sikap negara tersebut tidak terlepas dari penerapan sistem yang tengah diemban yakni sistem kapitalisme yang menjadikan keuntungan sebagai satu-satunya tujuan. Berbagai upaya dapat dilakukan sekalipun mengorbankan kepentingan rakyat. Termasuk kemampuan negara dalam membuat perundangan yang dapat memudahkan pengusaha menjalankan aksinya. Di saat bersamaan, negara telah kehilangan perannya dan tidak lagi bertanggung jawab untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya.

Sistem Islam Tidak Tertandingi

Beras yang merupakan kebutuhan pokok menjadi salah satu komoditas strategis yang wajib dikelola oleh negara, termasuk mekanisme distribusinya. Hal ini tidak ditemukan dalam sistem kapitalisme karena prinsip dasarnya menjunjung tinggi kebebasan dan materi sebagai tolak ukurnya sehingga pengusaha dengan modal besar dapat menguasai pasar. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem lain agar peran negara dapat berjalan semestinya. Tidak lain penerapan sistem Islam, sistem yang bersumber pada hukum Allah swt. Sehingga negara yang menerapkan sistem Islam akan berupaya menjaga stabilitas pangan dan menjadikan pemenuhan kebutuhan pokok sebagai satu kewajiban negara kepada individu per individu.

Di samping itu, Islam mengatur perdagangan dalam negeri seperti beras dan kebutuhan pokok lainnya. Kemudian membiarkan harga ditetapkan oleh permintaan dan penawaran di pasar bukan ditentukan oleh sejumlah pengusaha yang berkuasa. Islam juga melarang adanya praktik monopoli dan penimbunan baik beras maupun komoditas lainnya. Sehingga peredarannya dapat dijangkau semua kalangan dan tidak ada lonjakan kenaikan harga yang memberatkan rakyat.

Tidak hanya itu, negara juga memberikan bantuan pertanian kepada rakyat yang menjadi petani. Dari pembibitan, pemupukan hingga panen tiba sehingga biaya proses produksi tidak memberatkan petani dan hasil panen pun dapat dijual dengan harga yang menguntungkan petani dan tidak membebani masyarakat. Ditambah lagi, proses distribusinya diawasi oleh negara, tidak ada pihak lain seperti pengusaha yang mencari untung sendiri.

Negara dengan sistem Islam juga senantiasa memperhatikan kebutuhan setiap rakyatnya dengan memberikan bantuan bagi yang kesulitan mencukupi kebutuhan pokok melalui sistem Baitulmal. Negara benar-benar bertanggung jawab dan menjamin kelangsungan hidup rakyat. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Serta negara juga menjadi pelindung dari cengkeraman sistem kufur yang menyengsarakan. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Wallahu’alam bishowab