Breaking News

Papua, Bencana Kelaparan di Negeri Kaya SDA

Spread the love

 

Oleh. Eri

(Pemerhati Masyarakat)

Muslimahtimes.com – Ibarat tikus mati di lumbung padi, itulah gambaran untuk Papua saat ini. Provinsi kaya sumber daya alam, tapi masyarakat sendiri tidak bisa menikmatinya. Sungguh miris, kekayaan yang melimpah tidak bisa menyelamatkan dari bencana kekeringan dan kelaparan.

Menurut kompas.com (27/7/23), Bupati Puncak Willem Wandik mengatakan, bencana kekeringan telah menyebabkan enam orang meninggal dan kelaparan. Korban yang meninggal akibat mengalami lemas, diare, panas dalam, dan sakit kepala. Bahkan kekeringan memberikan dampak gagal panen bagi 7.500 warga Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah.

Namun sayang, sikap pemerintah yang lambat dalam menangani bencana dan buruknya teknis penanggulangan bencana. Menambah derita panjang warga Papua. Berbagai alasan menjadi tameng atas sikap pemerintah. Mulai dari masalah keamanan, medan yang sulit hingga cuaca ekstrem menjadi kendala yang dihadapi. (cnbcindonesia.com 31/7/23)

Buruknya sistem penanganan dan penanggulangan bencana, tidak jauh beda dengan sistem pengelolaan sumber daya alam (SDA). Dikelilingi gunung emas dan berbagai mineral dan tambang, nyatanya bukan untuk Papua sendiri. Semuanya milik asing. Sehingga, warganya sulit mewujudkan kesejahteraan hidup.

Tidak adanya sistem ketahanan pangan yang baik hanya memperparah keadaan. Sejumlah program ketahanan pangan lokal mengalami kegagalan. Selain itu, minimnya pengetahuan dalam mengelola sumber pangan, membuat masyarakat beralih makanan instan sebagai makanan pokok. Bahkan, sebagian daerah Papua memenuhi kebutuhan pokok tergantung bantuan pemerintah.

Tidak sedikit kucuran anggaran yang dikeluarkan, triliunan rupiah untuk program ketahanan pangan. Namun, perencanaan dan penganggaran yang bermasalah berdampak berulangnya bencana kelaparan. Hal ini, disebabkan program yang dilaksanakan tidak menyentuh akar permasalahan.

Karut-marut sistem kapitalisme dalam mengurusi urusan umat tidak menyelesaikan masalah secara tuntas. Watak asli penguasa dalam sistem ini hanya melayani para kapital. Seluruh kebijakan hanya berorientasi kepada oligarki. Alih-alih menyejahterakan umat, pemerintah lebih mementingkan urusan pengusaha.

Berbeda dengan paradigma yang dibangun oleh sistem Islam. Sistem politik-ekonomi Islam memiliki aturan komprehensif untuk menjamin kebutuhan pangan masyarakat. Sistem yang bersumber dari syari’at Islam, memiliki pengaturan kepemilikan SDA, hukum perdagangan, mekanisme distribusi hingga sanksi tegas yang wajib diterapkan. Semua aturan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan.

Kebijakan yang diterapkan untuk menjamin setiap individu masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya. Bahkan memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Oleh karenanya, peran negara harus hadir dalam mengurusi urusan umat bukan swasta. Langkah ini bertujuan untuk mewujudkan ketahanan pangan.

Sistem pemerintah yang menerapkan Islam secara menyeluruh, mampu mengelola SDA sebaik-baiknya. Terutama kepemilikan umum tidak boleh dimiliki individu atau swasta. Rasulullah ﷺ bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara: air, api, dan padang gembalaan.” (HR Abu Dawud dan Ibn Majah)

Negara akan memanfaatkan SDA untuk kepentingan masyarakat, juga bagian dari menjalankan roda pemerintahan dan mensejahterakan masyarakat .

Negara Islam akan mampu mandiri secara ekonomi, tidak terjebak oleh jerat utang asing. Tidak mudah membuka investasi asing atau perjanjian yang membahayakan rakyat. Dengan menutup rapat celah ini, negara telah mencegah intervensi asing dalam semua aspek. Menjamin setiap kebijakan tidak ada campur tangan asing.

Sistem ekonomi Islam mampu mewujudkan swasembada pangan. Dengan meningkatkan produksi pertanian, membangun infrastruktur yang menunjang, memberikan penyuluhan, modal, peralatan sampai teknologi. Negara juga bisa membuka lahan baru, atau menghidupkan lahan mati yang kemudian dikelola oleh masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kebijakan impor pangan yang melemahkan ketahanan pangan.

Dengan sistem Islam, seluruh negeri terutama Papua memiliki akses yang sama menikmati sumber daya. Tidak ada karpet merah bagi asing atau para kapitalis. Peran negara akan berjalan sesuai hukum syarak. Bukan lagi regulator seperti sistem kapitalisme. Sebab, negara wajib melindungi dan bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Rasulullah ﷺ bersabda, “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad)

Patut disadari, pelaksanaan hukum syarak dalam negara akan berjalan sempurna dengan menerapkan sistem pemerintahan Islam. Negara Islam dalam bingkai Khilafah terbukti akuntabilitas dan amanah, sehingga dapat meminimalisasi penyimpangan kekuasaan atau kebijakan. Mekanisme berlapis menjamin terwujudnya kesejahteraan untuk rakyat. Tidak ada lagi bencana-bencana lainnya yang terus berulang dan menyengsarakan rakyat.

Waallahu a’lam bis shawwab.