Breaking News

Persatuan Tanpa Kepemimpinan, Mungkinkah? 

Spread the love
Oleh. Layyina Mujahida Fillah
(Aktivis Dakwah Millenial) 
#MuslimahTimes — Tragedi di Palestina, bukan lagi berita baru. Sudah tersebar ke mana-mana tentang penjajahan, dan pembantaian kaum muslimin oleh para zionis Yahudi.Bagaimana tidak, tanah yang seharusnya milik kaum muslimin itu telah dirampas, bahkan kini muslim yang tinggal di sana sama sekali tak dianggap sebagai manusia. Mereka dibom dan dibunuh sesukanya, seolah itu memang nasib mereka. 
Rasulullah Saw bersabda bahwa kaum muslimin itu ibarat satu tubuh, jika satu bagian merasa sakit, maka yang lainnya juga  akan ikut merasakan sakit. Ketika saudara-saudara kita di Palestina dibantai, kita di mana? Apa yang sudah kita lakukan untuk membantu mereka? Apakah kita sudah peduli, merasakan sakit, dan berusaha menyembuhkan? Kenapa setelah bertahun-tahun penjajahan dan pembantaian di Palestina tak kunjung berhenti? Di mana saudara-saudara mereka, di mana kaum muslimin? 
Masjidil Aqsa adalah kiblat pertama kaum muslimin, juga masjid kedua yang dibangun pertama di muka bumi. Tanah yang suci, masjid yang mulia yang sering di-mention oleh Allah dan Rasul-Nya. Seperti sabda Rasulullah Saw, “tidak boleh bersusah payah bepergian kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, masjid Rasulullah Saw, dan Masjidil Aqsa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wajar saja ketika tanah suci itu dikotori, kaum muslimin di seluruh dunia tidak terima. Karena sejatinya Palestina adalah saudara kita. Kehormatan mereka adalah kehormatan kita. Tanah suci yang mereka pertahankan juga adalah tanah kita, kaum muslimin. Sehingga akhir-akhir ini ketika di Palestina semakin memanas, kaum muslimin yang masih memiliki sedikit iman dan kepedulian pasti berusaha membela. Bahkan orang yang bukan Islam saja juga ikut tersentuh hatinya dan menyerukan pemberhentian pembantaian kemanusiaan yang tidak beradab itu. 
Apalagi kaum muslimin yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, ketika musuh dari luar datang, mereka otomatis akan bersatu, bahu-membahu untuk menang. Berita, media sosial, dan jaringan internet lainnya dibanjiri dengan dukungan dan doa-doa untuk saudara-saudara seiman di Palestina. Dukungan uang dan materi lainnya juga mengalir, beberapa bahkan ada yang menjadi relawan berangkat langsung membantu di tanah suci itu. Para pemimpin yang muslim pun tak ketinggalan, ikut menyuarakan perdamaian dan mengecam pemberontakan. Semua suara menjadi satu, seluruh hati menyatu. 
Namun sayang seribu sayang, persatuan itu hampa. Persatuan itu tanpa kekuatan. Hanya bisa mengecam, tak mampu ambil tindakan nyata. Sehingga tanah dan saudara-saudara di Palestina belum terbebaskan. Hari ini mereka mendapatkan bantuan obat-obatan, namun besoknya kembali terluka. Hari ini mereka bisa memperbaiki bangunan, namun esoknya semua kembali luluh lantak.
Ucapan dan kata-kata pembelaan tak cukup untuk mengusir penjajah. Rakyat Palestina masih hidup dengan kekhawatiran, tanpa rasa aman. Tanah suci dan Masjidil Aqsa juga masih terancam. Kenyataannya, kaum muslimin di seluruh dunia tak mampu bergerak lagi selain hanya mengirim bantuan materi, mengecam, menyuarakan penolakan dan berdoa.
Bukan berarti semua itu tak berarti, namun seluruhnya itu tidak cukup sama sekali. Sejatinya, kaum muslimin telah kehilangan sesuatu yang menjadi penjaga umat dan agama, yaitu kepemimpinan, negara Islam. Kepemimpinan negara yang berdiri tegak di atas pondasi akidah dan syariah Islam, bukan atas peraturan manusia dan tidak terikat dengan apapun yang tidak sesuai dengan Islam, termasuk organisasi dunia yang dibentuk oleh negara musuh.
Kepemimpinan inilah yang bisa berdiri sendiri atas dasar pemikiran Islam. Sehingga ketika ada umat Islam yang diinjak kehormatannya, dirampas tanahnya, dibantai dan dijajah, negara dengan kepemimpinan Islam tak akan ragu segera mengirimkan pasukannya untuk membela. Inilah persatuan kaum muslimin yang kuat di bawah kepemimpinan Islam. 
Saat ini, negara Islam dengan pondasi akidah dan syariah Islam belum ada. Hingga persatuan kaum muslimin yang terbentuk adalah persatuan tanpa kepemimpinan. Tidak efektif dan tidak menyeluruh. Selain berdoa dan mengirimkan bantuan, kita juga harus berusaha untuk menegakkan kembali kepemimpinan Islam, yaitu al-khilafah ala min hajin nubuwah. Agar saudara-saudara kita di manapun berada, tidak lagi teraniaya. Ada negara, saudara seiman, dan tentara yang siap sedia membela. Seperti pada saat itu, kepemimpinan Rasulullah Saw Umar bin Khattab, dan Khalifah Abdul Hamid 2. Semuanya rela mati demi menjaga tanah yang suci. Saat ini mereka semua telah pergi, maka tugas kitalah melanjutkan. Wallahua’lam bishowab.