Breaking News

Rakyat Dirumahkan, Napi Koruptor Dibebaskan

Spread the love

Oleh: Sherly Agustina, M.Ag

(Revowriter Waringin Kurung)

Muslimahtimes– Dilansir oleh detiknews.com, kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan kebijakan membebaskan narapidana untuk mencegah virus Corona atau COVID-19 di lapas yang kelebihan penghuni. Total sudah ada 35.676 narapidana yang dibebaskan. (08/04/20)

Negeri ini memang tengah diuji oleh Allah Swt atau bahkan ditegur karena sudah terlalu jauh melantur. Saat ditegur seperti ini saja manusia bukan tersungkur memohon ampun malah makin menjauh dengan kebijakan-kebijakan yang kurang memperhatikan rakyat. Padahal, saat pemilu para pejabat negeri ini banyak berjanji dan  mendekati rakyat dengan berbagai cara agar mendapatkan kepercayaan. Namun, setelah mereka duduk di kursi pemerintahan, janji tinggal janji satu per satu mereka ingkari.

Dalam menangani wabah misalnya, saat pertama kali diketahui ada kasus positif covid-19 pada awal Maret 2020, pemerintah tidak segera melakukan lockdown (karantina/isolasi) di tempat positif covid-19 bahkan WNA masih leluasa ke negeri ini dan pemerintah memberikan fasilitas-fasilitas di bidang pariwisata dalam bentuk subsidi pada maskapai yang akhirnya maskapai memberikan promo terhadap para wisatawan asing. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata adalah salah satu sumber pemasukan negara tanpa memperhatikan keselamatan rakyat.

Akibat tidak segera dilakukan lockdown maka tak heran sampai saat ini korban semakin bertambah dan virus menyebar ke daerah lain. Korban covid-19 per 9 April mencapai 3.293 dengan jumlah pasien meninggal 280 orang dan yang sembuh 252 orang. (Merdeka.com, 09/04/30). Di tengah duka para korban pun pemerintah terkesan lambat mengambil kebijakan. Mulai dari Sosial Distancing, wacana darurat sipil, darurat kesehatan dan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), dan tetap lockdown tidak menjadi pilihan.

Alasan tidak mengambil kebijakan lockdown ada kekhawatiran ekonomi di negeri ini akan lumpuh dengam asumsi tidak ada aktifitas ekonomi dan apapun selama masa karantina, sehingga pemerintah memiliki beban harus menanggung kebutuhan rakyat dan bagaimana caranya ekonomi negara tetap survive. Kebijakan terbaru dari pemerintah sebagai upaya mitigasi covid-19 yaitu membebaskan narapidana dengan alasan para napi di satu ruangan overload sehingga dikhawatirkan terjadi penularan dan penyebaran.

Jika alasan overload bisa saja masuk akal, tapi alasan lain karena Corona hal ini yang kurang masuk akal. Pasalnya, bukankah dalam tahanan bagian dari upaya mengkarantina para napi agar tidak tertular virus yang bisa jadi sudah menyebar di luar penjara. Dengan dibuat aturan, pembatasan kunjungan dan selektif ketika pun ada hal mendesak bagi yang berkunjung.

Ketika mereka dibebaskan, apakah bisa menjamin bahwa ketika mereka di luar tahananan terbebas dari covid-19 sementara di luar sana belum bisa diketahui mana yang carier dan tidak. Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly mengatakan tengah menyiapkan revisi PP 99 Tahun 2012. Dia menyebut narapidana korupsi bisa dibebaskan dengan syarat sudah berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani dua pertiga masa tahanannya “jumlahnya 300 orang.” (Tempo.co, 02/04/20)

Di tengah musibah dampak Corona, Menkumham bukan mendahulukan keselamatan nyawa rakyat tapi lebih mengutamakan keselamatan para koruptor tikus-tikus berdasi dengan alasan Corona. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan kategori korupsi sebagai kejahatan luar biasa mesti diperhitungkan untuk pengurangan hukuman dengan syarat-syarat yang ketat. “Bukan malah dengan dasar umur sudah lebih dari 60 tahun dan menjalani dua pertiga masa pidana penjara lalu diberikan keistimewaan berupa pembebasan.

Kurnia mengatakan pembebasan pelaku kejahatan luar biasa selama ini juga hanya dimungkinkan melalui pemberian grasi dan amnesti. Ia menilai rencana Yasonna merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Tata Cara dan Syarat Pemberian Hak Warga Binaan untuk membebaskan koruptor berusia lanjut itu tidak tepat. Ia juga mengatakan rencana itu tak sejalan dengan upaya memberi efek jera kepada pelaku korupsi. Apalagi, kata dia, sepanjang 2018 rata-rata vonis pelaku korupsi hanya 2 tahun 5 bulan penjara.

Pemerintah mengambil kebijakan selama wabah Social Distancing dan PSBB salah satunya rakyat dihimbau stay di rumah bahkan para pekerja pun dirumahkan, bagi yang memiliki pekerjaan tetap mereka WFH  (Work From Home). Namun ada wacana jumlah karyawan yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan sejauh ini mencapai lebih dari 1,2 juta orang akibat pandemi virus corona. Angka itu diperkirakan akan mencapai puncaknya pada Juni dan program Kartu Prakerja pemerintah dianggap pengamat tak tepat sasaran. (BBC news, 09/04/20).

Jika alasan Corona logika yang tepat adalah, rakyat dan para pekerja stay di rumah, para napi stay di rumah tahanan sesuai dengan masa tahanan masing-masing hal ini sejalan dengan mitigasi covid-19. Bagi pekerja tetap yang WFH mendapat gaji sesuai dengan akadnya seperti biasa, bagi perusahaan yang akan memPHK pemerintah ikut membantu perekonomian tetap berjalan dan semaksimal mungkin PHK tidak dilakukan di tengah krisis seperti ini karena hal ini bagian dari tanggung jawab pemerintah. Begitu juga bagi yang tidak memiliki pekerjaan tetap ditanggung pemerintah sehingga rakyat tidak merasa khawatir di tengah pandemi saat ini.

Begitulah rancu dan kacau sistem demokrasi yang dipakai di negeri ini, lamban dan plin-plan dalam penanganan wabah bahkan mencari kambing hitam di balik Corona. Di dalam Islam sudah jelas bahwa karantina/isolasi (lockdown) sedari awal diketahui daerah yang terknena wabah agar tidak menular dan menyebar ke daerah lain. Kebutuhan mereka yang diisolasi menjadi tanggung jawab negara dan diambil  dari kas Baitul mal, di samping itu kaum muslim yang aghniya (dermawan) mereka akan berlomba-lomba dalam kebaikan untuk meraih pahala Allah Swt. Dan aktifitas di daerah lain yang tidak terjangkit virus tetap beraktifitas seperti biasa maka kebijakan karantina tidak akan mengguncang ekonomi negara.

Tentang hukuman koruptor, dalam Islam menerapkan sistem sanksi yang berdasar pada akidah Islam. Hukuman bergantung kebijakan Khalifah dan ketika akan dibebaskan memang hukuman sudah selesai bukan karena faktor yang lain apalagi berlindung di balik musibah yang menimpa rakyat. Keamanan, keadilan dan kesejahteraan nyata telah dilakukan oleh daulah Islam hingga menguasai 2/3 belahan dunia. Para sejarawan mengakui hal tersebut karena tercatat dalam sejarah, dan akan kembali terwujud suasana seperti itu saat daulah kedua tegak di muka bumi. Insya Allah.

Allahu A’lam Bi Ash Shawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published.