Breaking News

Solusi Kekerasan Seksual Tak Cukup Peran Keluarga

Spread the love

Oleh. Lastriana Limbong

 

Muslimahtimes.com–Staf Ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan, dalam kegiatan Media Talk di kantor KemenPPPA, Jakarta Jumat (25/8/2023) mengatakan bahwa banyak anak yang merasa takut untuk melapor saat menjadi korban kekerasan seksual di rumah.

Dikutip dari IDN Times, Indra Gunawan menyampaikan, “..mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga, sebab keluarga sebagai lembaga terkecil yang aman bagi setiap anggota bisa melindungi anak-anak mereka dari kekerasan seksual. Peran keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga terutama anak-anak serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga.”

Senada dengan Indra Gunawan, Psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Forensik (APSIFOR), Ratri Kartikaningtyas juga menyampaikan hal senada. Bahwa pencegahan kekerasan seksual pada anak dapat dimulai dari keluarga.

“Peran keluarga dalam pencegahan kekerasan seksual dalam keluarga keterampilan pengelolaan stress, relasi yang hangat dan sehat suami istri, edukasi seks pada anak sesuai usia, komunikasi terbuka dan ruang aman untuk bicara, koreksi persepsi orang dewasa tentang kekerasan seksual, dan jejaring dengan lembaga terkait penanganan kasus anak,” ujar Ratri – IDN Times (26/8/2023).

Kedekatan anak dan kualitas hubungan yang baik dengan anggota keluarga dinilai menjadi salah satu solusi pencegahan kekerasan seksual pada anak. Hal ini karena keterbukaan dalam komunikasi berupa pendidikan reproduksi dan nilai-nilai kehidupan dari orang tua akan membantu anak untuk memahami apa yang boleh dan tidak boleh orang lakukan atas tubuhnya.

Program ini juga sudah dicanangkan hingga dimasukkan dalam buku KIA sejak terbitan baru 2020 lalu. Namun, ternyata angka kekerasan seksual terhadap anak masih saja belum dapat dituntaskan dengan baik. Dari laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) saja, sepanjang Januari 2022 ada 797 anak yang menjadi korban kekerasan seksual. Tindak kekerasan seksual anak yang terjadi di lingkungan sekolah, di rumah dan bahkan di transportasi publik pun masih merebak beberapa bulan terakhir.

Hal ini karena memang pencegahan yang dilakukan hanya bersifat parsial, bak menutup satu keran yang terbuka, namun membiarkan keran lainnya terbuka. Hanya berpaku pada sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya kehadiran keluarga dalam pencegahan kekerasan seksual pada anak sejatinya tidak akan menyelesaikan masalah. Karena kasus-kasus kekerasan seksual ini banyak terjadi karena dipicu oleh masalah lain, seperti pornografi. Bahkan menurut KOMINFO, kejahatan seksual lewat internet sudah menjadi kategori kasus yang tinggi. Selain itu, kondisi ekonomi yang sulit, tidak terjaganya interaksi sosial hingga regulasi hukum yang tidak memberikan efek jera juga menjadi alasan utama kenapa kekerasan seksual pada anak masih saja terus terjadi.

Maka, tidak cukup dengan memperbaiki kondisi keluarga, terbangunnya kontrol masyarakat untuk ikut mengawasi kondisi umat dalam mencegah terjadinya kasus-kasus yang lebih banyak. Dan tentunya peran negara dalam menegakkan keadilan dan hukum bagi para pelaku kekerasan seksual anak, sanksi yang tegas harus diberlakukan hingga menemui titik rasa keadilan.

Namun, sejauh ini hukuman yang diberlakukan masih saja seputar hukuman kurungan penjara. Setelah beberapa tahun mendekam, pelaku bisa kembali bebas untuk hidup ditengah masyarakat bahkan berdekatan dengan para korban. Tidak mustahil jika pelaku ini akan kembali melakukan perbuatan bejatnya karena tidak merasa kapok dengan hukuman sebelumnya. Islam dengan jelas memiliki sanksi yang nyata hingga terwujud keadilan dan keamanan ditengah umat. Pelaku pemerkosaan dalam beberapa kasus bisa dikenakan sebagaimana hukum zina, yaitu dengan dirajam bagi yang sudah menikah atau dihukum cambuk 100 kali dan kemudian diasingkan bagi yang belum menikah.

Dan proses hukuman ini benar-benar dilakukan di muka umat agar masyarakat luas bisa mengambil pelajaran darinya. Dengan tegaknya tiga pilar utama dalam penegakan aturan ini (individu, masyarakat, dan negara), upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak akan berlangsung secara maksimal hingga terciptalah sebuah keamanan dan keadilan di tengah kehidupan manusia.