Breaking News

Pendidikan Islam Penguat Karakter Anak

Spread the love

oleh: EL Fitrianty (penulis buku “Menemukan Keimanan yang Kokoh”)

Muslimahtimes– Ramai perbincangan soal gagasan penghapusan pelajaran agama di sekolah setelah pernyataan Setyono Djuandi Darmono yang dimuat oleh situs www. jpnn.com berjudul: Pendidikan Agama Tidak Perlu Diajarkan di Sekolah dan dikutip oleh situs fajar.co.id dengan judul: Sarankan Jokowi Hapus Pendidikan Agama, Darmono: Identitas Agama Picu Radikalisme, pada hari Kamis, 04 Juli 2019 di Jakarta sesaat setelah beliau menggelar acara bedah bukunya berjudul ” Bringing Civilization Together”.

Setyono Djuandi Darmono dikenal sebagai tokoh pejuang kebudayaan, Chairman PT WTC Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (Persero), Inisiator Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan Masyarakat Cikarang (LPPM-C), Pendiri Sekolah Menengah Atas ( SMA) Presiden dan Beliau adalah Pendiri dan Chairman PT. Jababeka Tbk yaitu perusahaan pengembang kawasan industry di Cikarang, Bekasi Provinsi Jawa Barat (sumber: Wikipedia).

Gagasan ini mendapatkan penolakan dari banyak elemen masyarakat. Menurut Darmono, agama cukup diajarkan oleh orangtua masing-masing atau oleh guru agama di luar sekolah. Alasannya, jika agama diajarkan di sekolah maka siswa akan dibedakan ketika pelajaran agama. Bagaimana logikanya? Bukankah jika agamanya berbeda tentu pelajaran agamanya yang diberikan kepada siswa juga seharusnya berbeda?

Tambah beliau, dengan pelajaran agama itu sekolah tanpa sadar telah menciptakan perpecahan. Pelajaran agama di sekolah juga dinilai menguatkan identitas agama. Menurut beliau, jika agama dijadikan identitas maka ia akan menguatkan radikalisme, sementara radikalisme itu menjadi biang kehancuran negeri ini. Sungguh ini tuduhan yang keliru.

Buntut polemik pernyataan Darmono, pihak Jababeka akhirnya menyampaikan klarifikasinya. “Beredar berita bahwa SD Darmono, pendiri Jababeka, menganjurkan Presiden Jokowi untuk mengeluarkan pelajaran agama dari sekolah. Kami tegaskan bahwa pendapat itu telah menimbulkan salah penafsiran. Untuk itu kami meluruskan,” ujar Desk Komunikasi Jababeka Ardiyansyah Djafar dalam pernyataannya (hidayatullah.com, 06/07/2019).

//Islam Penguat Karakter Anak//

Pendidikan karakter menjadi salah satu fokus pembahasan dalam materi pelajaran sekolah. Namun karakter seperti apa yang diinginkan? Kenapa masih banyak kasus yang menimpa pelajar mulai dari tawuran, kekerasan seksual, seks bebas, aborsi bahkan pembunuhan? Pelajaran agama di sekolah yang notabene cuma dua-tiga jam setiap minggunya saja tidak cukup untuk mengendalikan perilaku anak, lalu bagaimana jadinya jika sampai dihapuskan? Bukankah ini kebijakan yang kontraproduktif?

Islam sejatinya memiliki dasar-dasar pembinaan kepribadian (syakhsiyah) anak. Di dalam kurikulum pendidikan Islam, ada konsep pembinaan pola pikir (aqliyah) Islamiyah dan pola jiwa (nafsiyah) Islamiyah. Pola pikir anak diarahkan dan dibentuk agar menempatkan Islam sebagai pemimpin dalam berfikir dan menentukan standar baik-buruk perbuatan. Sedangkan pola jiwa anak dengan pendidikan Islam dibentuk agar rasa cinta dan bencinya disandarkan pada hukum syariat Islam, atau dengan kata lain menerima dengan kerelaan hati terhadap syariat Allah SWT.

Dengan demikian, sebenarnya pendidikan Islam akan mengkolaborasi pemikiran dan perasaan. Menuntun manusia untuk menempatkan halal-haram dalam setiap perbuatan, meningkatkan keimanan, membentuk kedekatan dengan Allah SWT (muraqabah) sehingga karakter (akhlak) anak akan menjadi baik karena akhlak adalah implementasi dari keimanan. Jadi, pendidikan Islam itu akan menguatkan karakter anak, bukan malah menjadi bibit radikalisme sebagaimana dituduhkan.

//Islam Bukan Sumber Masalah, Tapi Solusi//

Berbagai kasus di kalangan pelajar dan kerusakan moral generasi muda ini terjadi karena jauhnya mereka dari pemahaman agama yang benar. Yang perlu kita lakukan adalah lebih menderaskan nilai-nilai kepribadian Islami kedalam diri mereka, baik di keluarga, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Pendidikan Islam harus diterapkan secara total dan kafah, bukan setengah-setengah apalagi dihapuskan.

Kerusakan moral yang terjadi itu bukan karena ada pelajaran agama (Islam), tetapi justru karena penerapan sistem selain Islam, dengan meninggalkan Islam dan syariahnya. Fakta-fakta jelas menunjukkan yang demikian. Allah SWT berfirman:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS ar-Rum [30]: 41).

Sekularisasi pendidikan dengan menghapus pelajaran agama justru akan memperparah kerusakan yang ada. Kalau ingin memperbaiki kondisi pelajar dan kehidupan masyarakat, pelajaran agama harusnya ditambah lagi sebagai jam pelajaran khusus ataupun diinternalisasikan dalam berbagai pelajaran lainnya.
Lebih dari itu, untuk menyelesaikan berbagai masalah dan memperbaiki kehidupan masyarakat, yang harus dilakukan adalah dengan menerapkan syariah Islam secara kafah.

Inilah sesungguhnya yang menjadi kewajiban dan tangung jawab umat Islam yang harus segera diwujudkan di tengah-tengah kehidupan.
Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah ta’ala berfirman menyeru para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya serta membenarkan rasul-Nya untuk mengambil seluruh ajaran dan syari’at; melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan sesuai kemampuan mereka.” (Tafsir Ibn Katsir 1/335).
WalLah alam bi ash-shawab. []

Leave a Reply

Your email address will not be published.