Breaking News

Saat Kesehatan Dibalut Kapitalisme

Spread the love

 

Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban)

Muslimahtimes – Drama Korea berjudul “Doctor” yang rilis 2016, rasanya masih relevan dengan fakta kekinian. Dimana rumah sakit dan layanan kesehatan yang semestinya mampu memberikan solusi kesehatan, namun berbalut kapitalisme menjadi penuh intrik, antara nyawa, idealisme kedokteran dan investasi yang menggiurkan.

Drama berlatarbelakang dunia kedokteran bedah syaraf yang diperankan Park Shin Hye dan Kim Rae Won, sukses mengguncang perasaan penonton dengan jalan ceritanya yang unik. Menampilkan rona dunia medis, perpaduan yang unik antara kecanggihan teknologi kesehatan, dedikasi para dokter dan tenaga kesehatan serta tentu kisah cinta romantis antara guru dan murid sekaligus atasan dengan asistennya.

Berawal dari Hye Jung (Park Shin Hye) seorang gadis broken home yang bengal, sering berkelahi dan malas belajar meski memiliki IQ tinggi. Namun berubah 180° ketika ia tinggal bersama neneknya, ia memasuki sekolah baru dan bertemu dengan seorang guru Biologi kharismatik, Hong ji Hong ( Kim Tae Won).

Hong Ji Hong yang sejak awal sudah bersimpati dengan kisah hidup Hye Jung ternyata harus kehilangan moment menyatakan perasaanya. Mereka terpisah karena sejak Nenek Hye Jung wafat, diduga karena menjadi korban malpraktik. Dengan terpaksa Hye Jung putus sekolah dan berpindah tempat tinggal. Ia tak bisa menemukan keadilan sebab masih dibawah umur. Terutama karena pihak rumah sakit sudah memberi sejumlah uang sebagai ganti rugi dan ayahnya menerima. Uang memang lebih cepat menyumpal mulut, meskipun kelak menumbuhkan dendam.

Singkat cerita, 13 tahun kemudian, Hye Jung telah bermetamorfosis menjadi seorang dokter bedah syaraf terkenal, hingga ia diminta mutasi dari sebuah rumah sakit kecil ke rumah sakit besar di pusat kota Korea. Disinilah ia kembali bertemu dengan guru Biologinya yang sekarangpun sudah menjadi profesor dokter spesialis bedah syaraf.

Disinilah dimulai ketegangan demi ketegangan. Dari ngototnya Hye Jung menyudutkan presiden direktur rumah sakit yang ternyata “musuh bebuyutannya” yaitu dokter yang diduga melakukan malpraktik kepada neneknya hingga ke meja hijau. Dendamnya musti pupus Karen terganjal lamanya waktu kejadian, sehingga tak bisa lagi diperkarakan. Dimunculkan pula silang pendapat antara pihak manajemen rumah sakit yang ingin memperbesar keuntungan dengan para dokter dengan prinsip kedokteran mereka.

Gambaran kejamnya kapitalisme kesehatan dalam menyelesaikan persoalan kesehatan rakyat, tampak dalam beberapa fragmen pasien dan dokter seperti misalnya seorang bapak yang berencana buruh diri setelah melihat brosur pembiayaan kesehatan untuk anak yatim, hingga ia merasa lebih baik anaknya kehilangan sosok ayah daripada gagal bayar biaya operasi kedua anaknya yang menderita tumor otak, agar bisa dapat klaim pendanaan tersebut. Padahal iapun sudah terjerat utang beriba.

Banyak Lagi kejadian yang menunjukkan kritikan sosial atas kejinya kapitalisme. Kemampuan rakyat tak sama, yang kemudian memaksa munculnya jiwa sosial para dokternya untuk paling tidak mengeluarkan kocek untuk meringankan biaya rumah sakit atas pasiennya atau setidaknya menunjukkan alamat LSM pembiayaan dengan sederet prasyarat. Secara alamiah itulah cara bertahan manusia, namun akhirnya beban kesehatan beralih kepada individu.

Akhir dari cerita ini menyimpulkan bahwa setiap kejahatan akan menemukan balasan atau karmanya, dimana orang-orang yang tadinya buruk sikap mengalami sakit diluar bayangan mereka dimana memunculkan polemik dioperasi oleh orang yang selama ini mereka sakiti atau pasrah dengan kematian. Itulah jika pemahaman tentang kehidupan landasannya adalah sekuler. Mereka tak percaya bahwa kehidupan ini memang ada penguasanya.

Benarlah Islam jika kemudian membebankan jaminan kesehatan kepada negara. Sebab negaralah yang memiliki wewenang sekaligus otoritas mengakses seluruh sarana prasarana guna menunjang jaminan kesehatan berjalan bagi rakyatnya.

Doctor adalah sekian drama Korea yang masih menunjukkan kesekuleran sebuah sistem namun bisa menjadi hikmah dan pembelajaran fakta, yang kelak bisa digunakan sebagai penggambaran sekuler versus Islam. Jelas, jika nurani masih bersih akan memilih Islam, sebuah sistem aturan berasal dari Sang Maha Pengatur, Allah Swt.

Leave a Reply

Your email address will not be published.