Breaking News

PANTASKAH TONTONAN PORNO SEBAGAI SARANA PEMBELAJARAN SEKS?

Spread the love

Oleh : Fatinah Rusydayanti

(Aktivis Muslimah)

 

 

#MuslimahTimes — Liberalisasi seksual semakin gencar digerakkan. Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim pun tak luput dari gencaran ini. Miris memang, ketika Indonesia yang katanya menjunjung tinggi nilai dan moral bangsa yang sebagain besar berasal dari ajaran Islam, kini menjunjung tinggi nilai – nilai liberalisasi barat. Ketika dulu zina dan LGBT dipandang sebagai aib, kini hal tersebut merupakan hal yang wajar – wajar saja.

 

Kampanye liberalisasi ini juga didukung dengan tontonan – tontonan tak mendidik. Aneh rasanya jika anak muda tidak berpacaran. Dunia malam dan gaya hidup foya – foya digambarkan dengan keren, sehingga mamacu anak muda untuk terjun kedalamnya, tanpa memikirkan akibatnya.

 

Yang lebih miris lagi, liberalisasi seksual ini telah masuk dan dianut oleh para orangtua. Seperti kejadian yang sempat viral, seorang ibu sekaligus artis ternama di Indonesia, dengan bangga berkomentar bahwa dirinya menemani anaknya menonton video porno. Sebab katanya, tak mau dipandang sebagai orangtua kolot dan ingin berpikiran terbuka. Juga berpandangan bahwa hal tersebut merupakan bentuk pembelajaran seks sejak dini yang penting untuk dilakukan. Tapi benarkah demikian?

 

Pada faktanya, bukan rahasia lagi, jika video porno terbukti memiliki berbagai dampak negatif, misalnya saja efek kecanduan. Efek ini tidak boleh dianggap remeh. Efek kecanduan ini, dapat menurunkan fungsi otak, seperti menurunnya kreativitas, hingga sulit berkonsentrasi. Juga ketika muncul efek candu yang berat, akan muncul rasa ingin mencobanya di kehidupan nyata. Nah dari sinilah timbul berbagai masalah, mulai dari perzinahan, hingga tindakan kriminalitas seperti pemerkosaan.

 

Berbagai solusi pun dicanangkan, tetapi sayangnya tidak menyelesaikan akar masalahnya. Sebut saja UNESCO, Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB, menyarankan setiap negara di dunia untuk menerapkan pendidikan seksual yang komprehensif, termasuk Indonesia. Rekomendasi ini berdasarkan pada kajian terbaru dari Global Education Monitoring (GEM) Report, UNESCO. Dikutip dari CNN Indonesia, GEM Report menyebut, pendidikan dapat membantu melindungi diri dari kehamilan yang tidak diinginkan, HIV, dan infeksi menular seksual lainnya, mempromosikan nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan tanpa kekerasan dalam hubungan.

 

Bisa kita simpulkan, solusi tersebut membolehkan perzinahan, juga mewajarkan hubungan sejenis, serta aborsi, selama suka sama suka. Lalu apa bedanya situasi saat ini dengan situasi di masa jahiliyah? Pernikahan bukan lagi hal yang sakral, perzinahan dimana – mana, pelecehan, serta perempuan yang tidak lagi paham dengan martabatnya.

 

Inilah yang ingin dimasifkan Barat, mereka melihat kemunduran dalam generasinya baik dari segi moralitas, hingga mortalitas. Generasi muda terlena dengan hedonisme, juga enggan untuk menikah dan melanjutkan keturunan. Berbanding terbalik dengan realitas negeri muslim yang menentang gaya hidup seperti itu. Tak mampu mengatasi masalah generasi, dibuatlah berbagai skema agar negeri lain turut terjun kedalam gaya hidupnya. Makanya tak heran, jika kita dapati pemahman – pemahaman liberasi seksual mengalir keras di Indonesia melalui fun, food, and fashion ala Barat.Wallahu a’lam bishawab.

 

Namun yang pasti adalah ketika ada suatu negeri yang tegas menolak liberalisasi seksual, mereka harus siap mendapati kecaman dari berbagai negeri pendukung paham ini. Kita bisa mengambil contoh layaknya Hungaria yang mendapat kecaman dari Belanda dan negeri sekitarnya sebab meloloskan RUU yang melarang seluruh materi dan program pembelajaran anak – anak yang berkaitan dengan penyimpangan seksualitas.

 

Ketika bahaya ini mulai diadopsi oleh orangtua dalam pendidikan anak, maka jangan harap akan lahir generasi cemerlang. Generasi yang hebat lahir dari orangtua yang hebat. Sosok Imam Syafi’i sang ulam besar, Muhammad Al – Fatih sang pembebas Konstantinopel,  juga Salahuddin Al- Ayyubi tokoh pembebas Palestina, tidak ujuk – ujuk besar begitu saja, melainkan juga karena peran dari orangtua dalam pembinaan. Menanamkan dalam dirinya bahwasanya, anak adalah titipan dari Allah SWT yang harus dijaga dan dibina semata – semata sesuai dengan perintah Sang Pencipta

 

Lalu seperti apa pendidikan yang benar bagi anak? Jika lebih mengenal syariat Islam, maka akan didapati solusi yang terbaik. Sebagaimana Allah Maha Mengetahui apa yang baik bagi manusia dan apa yang bururk baginya. Islam memandang seksualitas atau naluri  nau (naluri melestarikan keturunan), hanya sebatas naluri yang jika tidak terpenuhi akan merasa gelisah, namun tidak sampai membawa kepada kematian. Sehingga seksualitas bukan sebagai kebutuhan pokok, berbeda dengan anggapan Barat yang memandang seksualitas wajib dipenuhi.

 

Dalam Islam pergaulan dijaga dengan kehormatan, baik laki – laki maupun perempuan diperintahkan untuk menundukkan pandangan. Melarang khalwat, ikhtilath, zina, serta liwath. Pemenuhan naluri seksual dilakukan dalam bingkai pernikahan, sehingga pernikahan dianggap sebagai suatu hal yang sakral.

 

Islam juga mengatur hubungan antara anak dan orangtua, masing – masing memiliki hak dan kewajibannya. Anak berhak mendapatkan pendidikan Islami juga berkewajiban untuk berbakti kepada orangtua. Anak menjadi salah satu amalan investasi bagi orangtua di akhirat kelak, sehingga wajib bagi orangtua membesarkan dan membimbing anaknya sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Dengan syariat Islam, tentunya akan lahir generasi dan peradaban cemerlang, bukan generasi yang terlena dengan dunia semata.

 

Jika dikaji lagi, Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia, bukan hanya sistem pergaulan saja. Dalam hal naluri seksual, sistem Islam menjaga dan memastikan pemenuhannya, hal ini juga didukung dengan sistem pendidikan yang bukan justru membangkitkan naluri tersebut layaknya pendidikan seksual masa kini. Dalam hal ekonomi juga tentunya diatur, bukan akhirnya memanfaatkan naluri seksual untuk dikomersialisasi.

 

Dalam sistem pemerintahan Islam, negara akan mengawasi media, sebab media adalah sarana terbesar dalam penyebaran dan pembentukan opini. Masyarakat dibina oleh negara dari sisi aqidah dan pemikirannya, sehingga muncul rasa tanggungjawab dan kesadaran dari tiap individu.  Juga dengan sanksi yang tegas, seperti sanksi rajam untuk pezina, yang dengan sanksi yang tegas ini akan menjadi bentuk preventif agar menyarakat enggan melakukannya, serta memberi efek jera bagi pelaku. Wallahu a’lam bishshawwab.