Breaking News

Daya Dukung Ekologi Bagi Perekonomian

Spread the love

Oleh: Astik Drianti, S.P., M.P

MuslimahTimes.com – Pegunungan Schawner-Muller sering disebut sebagai Heart of Borneo. Karena melintas di tiga provinsi di Kalimantan, yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Pegunungan ini juga merupakan rumah bagi ratusan flora dan fauna yang juga terkategori endemik serta dilindungi.

Selain pegunungan Schawner-Muller juga ada pegunungan Meratus yang membelah Kalimantan Selatan dan sebagian Kalimantan Timur. Pegunungan Meratus ini juga memiliki bentang Karst yang merupakan tandon air bagi pulau Kalimantan. Juga merupakan bahan baku industri semen.

Kondisi pulau Kalimantan yang dibelah oleh dua pegunungan besar ini, juga disertai dengan ratusan sungai dan anak sungai yang mengalirkan air dari hulu sungai di pegunungan tersebut.  Sungai-sungai besar seperti sungai Barito, sungai Mahakam, sungai Kapuas termasuk sungai Martapura. Membuka peluang terjadinya limpahan air, baik pada masa pasang, maupun pada masa penghujan.

Kondisi Kalimantan sebagai paru-paru dunia, menunjukkan banyaknya flora dan fauna di sana. Namun, di sisi lain Indonesia justru mengalami defisit ekologi sebanyak 42% artinya konsumsi sumberdaya lebih tinggi dibandingkan yang tersedia. Hal ini membuat daya dukung alam terus berkurang.(mediaindonesia.com)

Kekayaan alam Kalimantan lebih menarik dibandingkan kekayaan ekologinya. Hal ini terlihat dengan masifnya pembukaan tambang baru, penetapan sebagai ibukota negara, alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit, hingga pembangunan pabrik semen yang akan menambang karst.

Pulau Kalimantan adalah pulau terbesar nomor tiga di dunia, memiliki sekitar 6% keanekaragaman hayati dunia di area hutan tropisnya. Spesies flora dan fauna mencapai ribuan variasi, termasuk bunga raflesia, dan beberapa fauna endemik, seperti orangutan, gajah borneo (gajah terkecil di dunia), dan kera proboscis. Kawasan Jantung Kalimantan merupakan bagian dari pulau ini yang sebagian besar masih natural. (gatra.com)

Dalam pembangunan, daya dukung ekologi merupakan hal penting yang jarang diperhatikan. Menurut guru besar IPB, Prof. Dr. Akhmad Fauzi, kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia belum memperhatikan modal alam. Bahkan Indonesia berada pada urutan 86 dunia pada indeks modal alam (mediaindonesia.com).

Jebolnya tanggul salah satu perusahaan tambang batubara di hulu sungai Malinau merupakan salah satu bencana ekologi yang baru-baru ini terjadi. Kejadian tersebut tidak saja merugikan secara ekologi namun juga secara ekonomi. Bahkan layanan Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) daerah sempat terhenti (jatam.org).

Izin pembukaan tambang baru, juga tambang liar tanpa izin menjadi pintu masuk bagi kerusakan ini.  Kepentingan dan kekuasaan yang bersatu, membuat eksploitasi alam semakin masif. Atas nama pembangunan dan perekonomian, lingkungan dibandrol dengan harga murah.

Pembangunan adalah sebuah keniscayaan, namun dengan sistem liberal saat ini, pembangunan hanya menjadi alat bagi pemilik modal untuk mengeruk kekayaan alam dengan mudah, murah dan tidak bertanggung jawab. Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan perkebunan sawit, juga menjadi bahaya yang siap mengintai. Demi alasan produk minyak sawit yang digemari industri dan banyak dibutuhkan oleh pasar, serta diminati investor. Maka, hutan Kalimantan disulap menjadi perkebunan yang rentan kebakaran lahan, kekeringan kronis, dan banjir.

Padahal pembangunan yang bertanggung jawab adalah pembangunan yang peduli terhadap lingkungan serta memperhatikan daya dukung alam. Kehancuran ekologis Indonesia hanya memperjelas betapa rakusnya para pemilik modal mengeruk kekayaan alam negeri ini dan betapa lemahnya pemerintah kita melindungi tempat kita tinggal.

Pembangunan yang bertanggung jawab, pembangunan yang mampu melestarikan alam akan sangat sulit diwujudkan dalam sistem perekonomian saat ini. Dimana investasi adalah pilar utamanya. Sistem yang diemban saat ini jelas berpihak pada para pemilik modal. Sehingga untuk pembangunan yang lestari dibutuhkan sistem yang berbeda dengan saat ini. Apa lagi kalau bukan sistem ekonomi alternatif yang telah terbukti sepanjang 1200 tahun mampu membawa kebaikan dan kesejahteraan, yakni sistem ekonomi Islam. Hanya saja sistem ini tidak bisa berdiri sendiri. Sistem ekonomi Islam harus ditopang dengan sistem pemerintahan Islam, sistem politik Islam dan sistem kehidupan Islam.  Dan semuanya membutuhkan komitmen dalam penerapan Islam dalam kehidupan.