Breaking News

Depresi hingga Bunuh Diri, Bagaimana Islam Mengatasi?

Spread the love

Oleh : Sunarti

#MuslimahTIMES — Hingga hari ini, pandemi masih menyelimuti negeri. Tidak sedikit rakyat yang terimbas dari dampak virus Corona yang mematikan ini. Pun demikian, banyak yang mengalami gangguan secara psikologis. Merasa beban hidup dan beban pikiran sudah tidak mampu diselesaikan. Maka, pilihan “mati” adalah solusi terbaik. Nauzubillah.

Semua bermula dari keimanan yang lemah. Kemudian didukung dengan lingkungan yang memunculkan petunjuk kemaksiatan yang berulang dan menimbulkan rangsangan dan imbalan yang menggiurkan (bisa berupa materi atau nama baik di masyarakat) untuk melakukan tindakan yang di luar dugaan. Pensuasanaan lingkungan yang mengarah kepada kejahatan sangat dominan.

Sejatinya setiap kejadian semata-mata bukan efek dari pandemi saja. Akan tetapi lebih kompleks dan bersumber dari aturan yang diterapkan. Sistem yang diterapkan adalah sistem buatan manusia. Sehingga kesejahteraan, ketenangan dan ketentraman tidak bisa diraih. Mereka yang miskin papa atau yang kaya raya. Ketentraman dan kebahagiaan hakiki akan sulit ditemukan di alam sekulerisme-kapitalisme yang memisahkan aturan Tuhan dengan kehidupan manusia.

Depresi dan Efek dalam Kehidupan

Secara psikologis, manusia diberikan akal sehat sejak lahir. Kecuali yang memang Sang Pencipta tetapkan memiliki kelainan pada organ otaknya. Namun, dalam perjalanan hidupnya, manusia mengalami banyak hal yang membuatnya mengalami gangguan kejiwaan. Salah satunya adalah depresi.

Depresi adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan rasa tidak peduli. Semua orang pasti pernah merasa sedih atau murung. Seseorang dinyatakan mengalami depresi jika sudah 2 minggu merasa sedih, putus harapan, atau tidak berharga.

Depresi yang dibiarkan berlanjut dan tidak mendapatkan penanganan bisa menyebabkan terjadinya penurunan produktifitas kerja, gangguan hubungan sosial , hingga munculnya keinginan untuk bunuh diri (Alodokter.com).

Fenomena Bunuh Diri Menjadi Pilihan

Akhir-akhir ini banyak beredar pemberitaan tentang bunuh diri. Diduga depresi akibat dimarahi istri karena tak pernah bekerja, Andi Gunawan (33) seorang suami di Palembang, Sumatera Selatan nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.

Jenazah Andi pertama kali ditemukan tewas tergantung di depan pintu kamar oleh istrinya sendiri yakni Indah Saputri (28). Dan berdasarkan hasil pemeriksaan, petugas tak menemukan tanda kekerasan ditubuh Andi. Sehingga, polisi menduga kuat korban tewas akibat bunuh diri.

“Diduga korban mengalami depresi karena sering dimarahi istri karena korban tidak bekerja. Korban juga pernah berpesan sama kakak perempuannya apabila dia meninggal agar dibawa ke rumah orangtuanya,”ujar Kapolsek. (Kompas.com, Rabu, 6 Januari 2021).

Kemudian ada berita lain yang menimpa aparat yang melakukan bunuh diri. Seperti dikutip dari Liputan6.com, bahwa diduga terlibat keributan dengan keluarga, seorang pria di Kampung Serab, Kelurahan Tirtajaya, Kecamatan Sukmajaya, Depok, Jawa Barat, mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri di rumahnya, Rabu (30/12/2020) siang.

Anggota Polrestro Depok di bantu Polsek Sukmajaya masih melakukan olah tempat kejadian perkara dan memeriksa sejumlah saksi. Identitas pria tersebut diketahui bernama Teguh, anggota kepolisian yang bertugas di Jakarta. Dari warga sekitar dikabarkan mendengar tembakan sebanyak tiga kali. Dan anak serta istri yang turut menjadi korban. Kini anaknya sedang berada dalam kondisi kritis.

Penyebab Utama Depresi

Adanya stres hingga depresi yang berujung hilangnya nyawa orang lain dan dirinya sendiri, sebenarnya bukan semata persoalan individu. Lebih jauh lagi adalah persoalan sistem. Sekarang sistem yang diterapkan adalah sebuah sistem yang memuja kepada materi dan kakuasaan.

Kemudian secara individu tidak ada atau kurang kuatnya keimanan. Sehingga mudah sekali mengalami stres yang berujung depresi. Pemahaman akan rezeki dan ketentuan dari Allah belum atau bahkan tidak ada yang tertancap kuat dalam benaknya.

Kontrol dari masyarakat juga sangat minim. Budaya acuh tak acuh yang telah menjelma menjadi budaya individualisme. Sikap empati yang juga telah mati. Sehingga tidak ada rasa perduli terhadap apa yang terjadi.

Bagi para pembuat kebijakan sendiri, keselamatan dan kesejahteraan rakyat bukan skala prioritas yang diutamakan. Lebih mengutamakan kepentingan para pengusaha dibandingkan rakyat jelata. Entah dengan alasan kerjasama atau penanaman modal investasi. Karut marut perekonomian sangat berdampak luar biasa bagi rakyat jelata.

Maka kini sangat jelas jika Allah memperingatkan dengan satu firmanNya :

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin? [50]”

Penutup

Ketika persoalan pelik melanda, ingatlah, hanya Allah sebagai satu-satunya penolong kita. Itulah cara Allah menguji hambanya. Selesaikan seluruh persoalan yang dihadapi dengan tetap berada dalam aturanNya.

Tetap berpeganglah pada prinsip utama yang Allah tetapkan, yakni halal dan haram, dalam kondisi sesulit apapun. Karena keberhasilan kita tidak diukur hanya dalam kesuksesan materi. Akan tetapi, ada kesuksesan lebih tinggi yaitu mengarungi kehidupan dunia dengan memegang teguh syariatNya, dan kelak, berlabuh di surgaNya.

Allah menurunkan seperangkat aturan yang sudah sesuai dengan akal manusia. Kesehatan raga maupun mental pun, diatur dalam sistem dari Sang Maha Sempurna. Tidak ada kecacatan, karena merupakan sistem dari Sang Maha Pencipta. Yang menciptakan manusia dengan segala kelebihan dan kekurangannya; serta seluk-beluk fisiologis fisik dan kemampuan akalnya.

Dalam Islam ada hukum terhadap persoalan yang menyangkut kesehatan akal. Seperti pelarangan terhadap segala sesuatu yang menimbulkan rusaknya akal. Baik berupa larangan khamr, larangan hal-hal yang merangsang otak ke arah negatif perilaku (musyr negatif) ataupun hal-hal yang mempengaruhi kesehatan jiwa. Hal yang mendorong rusaknya akal akan dihilangkan.

Keseharian kehidupan akan diisi dengan individu yang terus mengamalkan ketaatan kepada Allah. Harapan besar seorang muslim, bukan pada “mengejar dunia,” akan tetapi dunia sebagai wasilah dalam meraih ridhaNya. Agar seluruh aktivitas yang dilakukan tidak mendatangkan keputusasaan jika mengalami hal buruk dan tidak sesuai harapan. Demikian pula sebaliknya, jiwa taat, akan menghadirkan kebahagiaan atas ridhaNya itu, sebagai standar hidupnya. Sehingga, bisa bersyukur atas apapun yang menimpanya. Berserah diri dalam ketaatan kepada Rabbnya.

Kemudian, lingkungan yang kondusif untuk istiqamah dalam ketaatan tersebut. Kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan jiwa, merawat yang memang telah mengalami gangguan kejiwaan, serta memotivasi untuk selalu berada dalam koridor hukumNya. Majelis-majelis ilmu sebagai siraman rohani akan selalu mengalir setiap saat sebagai penjaga, obat dan makanan kejiwaan.

Perkembangan teknologi dan obat-obatan akan terus dilakukan oleh negara, guna kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Kesehatan menjadi prioritas tanggung jawab negara sebagai payung terhadap kesehatan seluruh warga negara. Sehat secara fisik dan rohani menjadi kepentingan bersama, individu, masyarakat dan negara.

Wallahu alam bisawwab.