Breaking News

Ilusi Pengentasan Kekerasan Seksual via UU Liberal

Spread the love

 

Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd

MuslimahTimes.com–“Karena setiap perempuan berharga”

Begitu bunyi slogan di laman Facebook Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Ya, setiap perempuan berharga, baik ia sebagai anak, istri, atau ibu. Baik ia berperan dalam ranah domestik atau publik. Sayangnya, fakta tak seindah slogan yang dikampanyekan.

Gunung Es Kekerasan Seksual

Akhir-akhir ini, media seolah me-blow up berita tentang kekerasan seksual pada perempuan. Mulai dari mahasiswi cantik yang bunuh diri di pusara ayahnya. Kemudian ada pemuka agama yang mencabuli kurang lebih 21 santrinya sejak tahun 2016. Disusul dengan dosen UNJ yang diduga melecehkan mahasiswinya, dan masih banyak kasus lainnya.

Bukan kali pertama kasus kekerasan pada perempuan terjadi. Ribuan kasus kekerasan seksual tercatat sepanjang tahun 2021 ini. Miris, marah, dan kesal jika menyimak kasus demi kasus. Tega nian orang yang dipercaya, dihormati, bahkan disayang melakukan penganiayaan hingga menghancurkan masa depan perempuan.

RUU TPKS Solusinya?

Maraknya kasus kekerasan seksual membuat para aktivis gender, yakni kaum feminis berteriak pada pemerintah untuk melindungi perempuan dengan aturan yang tegas. RUU TPKS dianggap sebagai solusinya. Apalagi penggodokan RUU ini sudah cukup lama.

Desakan demi desakan menghampiri pemerintah, apalagi negara kita sudah sejak lama menandatangani perjanjian yang mendukung program berisukan gender, deklarasi Beijing. Para aktivis gender berpendapat bahwa akar masalah terjadinya kekerasan seksual pada perempuan adalah karena budaya patriarki yang dianggap menomorduakan perempuan.

Partisipasi aktif perempuan pun dituntut, baik di ranah ekonomi, hingga ranah perpolitikan. Namun, hingga kini, buktinya kasus kekerasan seksual pada perempuan bukan menurun, justru malah bertambah.

Dalam draft RUU PKS yang berubah menjadi TPKS ditemukan frasa sexual consent. Persetujuan dari ‘korban’ dianggap bukan sebagai kejahatan, tak layak diberikan hukuman. Inilah napas HAM yang lahir dari ide kebebasan ala Barat. Maka, bukannya jadi solusi, disahkannya RUU TPKS yang bernapaskan ide liberal justru akan memperburuk keadaan.

Terapkan Pergaulan Islam

Islam sebagai aturan kehidupan mengatur pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Tak hanya hukuman yang tegas yang diterapkan, yakni rajam bagi pelaku zina yang sudah pernah menikah dan cambuk 100 kali ditambah diasingkan selama 1 tahun bagi yang belum menikah. Tindakan preventif pun dilakukan dalam Islam. Allah perintahkan untuk menjaga pandangan bagi laki-laki dan perempuan. Juga menutup aurat bagi keduanya. Dilarang untuk berkhalwat, beraktivitas bersama di luar pendidikan, sanksi, jual beli. Anjuran menikah bagi yang sudah siap, sementara yang belum siap dianjurkan untuk berpuasa.

Inilah solusi sistemis yang akan menumpas tuntas kekerasan seksual terhadap perempuan. Maka dengan itulah, Insya Allah akan merealisasikan slogan KPPPA bahwa setiap perempuan itu berharga.

Wallahua’lam bish shawab.