Breaking News

Isu Radikalisme Tutupi Kebobrokan Ekonomi Kapitalisme

Spread the love

Oleh : Dina Evalina

Muslimahtimes– Akhir-akhir ini isu radikalisme kembali diviralkan dan berhasil mengambil pusat perhatian publik. Memberantas radikalisme menjadi salah satu agenda utama rezim yang baru dilantik. Isu perang melawan radikalisme sangat tendensius, dan kentara dibidikkan hanya kepada umat Islam yang mendakwahkan Islam, bukan kepada yang lain. Faktanya ketika OPM (Organisasi Papua Merdeka) membantai ribuan rakyat sipil, anggota TNI-Polri bahkan ingin memisahkan diri dari Indonesia tidak pernah dituduh radikal ataupun teroris. Idiom terkiat radikalisme hanya menyasar Islam dan umatnya misalkan ” radikalisme agama” , “Islam Radikal” dan lain-lain yang mana semua itu cenderung berkonotasi negatif terhadap Islam.

Salah satu Tokoh masyarakat Papua, Christ Wamena, mengingatkan agar pemerintah tidak melulu ‘jualan’ isu radikalisme. Dirinya khawatir isu itu sengaja dimunculkan menutupi masalah yang jauh lebih besar. “Seakan-akan radikalisme menjadi momok di negeri ini. Padahal yang jadi momok adalah ekonomi yang hancur,” ucap Christ Wamea melalui laman resminya. (Indonesiainside.id, 27/10/2019)

Hal senada juga disampaikan oleh Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli, isu radikalisme yang didengungkan pemerintah bukan hal yang aneh. Menurutnya, isu ini akan terus dimainkan pemerintah. Ia mengaku telah mencium ada maksud lain dari pemerintah dengan terus mendengungkan isu tersebut. Diantaranya, untuk menutupi peforma ekonomi yang kembali memburuk di tahun ini. (Harianaceh.co.id, 28/10/2019)

Kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang anjlok. Defisit anggaran 2019 diperkirakan melebar ke level 2-2,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih besar dibandingkan realisasi tahun sebelumnya di level 1,87 persen,dan lebih besar dibandingkan outlook APBN 2019 yang sebesar 1,93 persen.
Defisit juga terjadi pada program BPJS yang digadang-gadang dapat menyelesaikan permasalahan pelayanan kesehatan rakyat. Pada tahun 2014 defisit BPJS mencapai Rp 1,9 triliun. Di tahun 2015, menurut Sri Mulyani defisit BPJS Kesehatan meningkat drastis menjadi Rp 9,4 triliun. Pada tahun 2016, defisit sedikit menurun menjadi Rp 6,4 triliun. Adanya penyesuaian iuran di tahun 2016 tidak memberikan angin segar untuk keuangan BPJS Kesehatan karena pada tahun 2017 defisit melonjak menjadi Rp 13,8 triliun. Sedangkan di tahun 2018 defisit melesat ke angka Rp 19,4 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo memaparkan, defisit BPJS Kesehatan tahun 2019 diprediksi meningkat lebih besar dari prediksi awal Rp 28 triliun menjadi Rp 32 triliun. Defisit yang terus melebar, ditambah Hutang yang kian menggunung membuat perekonomian Indonesia semakin terpuruk. Hutang Luar Negeri Indonesia pada akhir triwulan II 2019 tercatat sebesar USD 391,8 miliar atau Rp 5.601 triliun (Rp 14.296 per Dolar AS), yang terdiri dari hutang pemerintah dan bank sentral sebesar USD 195,5 miliar, serta utang swasta (termasuk BUMN) sebesar USD 196,3 miliar.

Penyelesaian yang diambil pemerintah dalam menutupi defisit dan hutang yang menumpuk yakni dengan memungut pajak dari rakyat. Saat ini Pajak menjadi pemasukan terbesar negara. Berjalanya sistem sekuler kapitalis yang mengagungkan liberalisasi telah membuat para investor, para kapital dengan mudah menguasai Sumber Daya Alam di negeri ini. Walhasil negara kehilangan pos pemasukan yang besar karena ikut bermainnya pihak kapital dalam perekonomian dalam negeri.

Hutang berbasis riba telah menjadi beban berat negara. Pajak yang terus dipungut dari rakyat hanya akan membuat mereka hidup dalam nestapa. Buah dari sistem sekuler kapitalis pada faktanya tak mampu memberikan solusi atas seluruh permasalah ekonomi Indonesia.

Sehingga memberikan stigma negatif kepada Ajaran Islam maupun Kaum Muslimin merupakan bentuk pengalihan isu atas masalah besar yang kini dihadapi negeri ini. Justru Islam hadir memberikan solusi paripurna atas keterpurukan ekonomi. Dalam Islam, haram hukumnya mengambil hutang berbasis riba, mengatur kepemilikan individu, umum maupun negara. Sehingga Sumber Daya Alam yang sejatinya milik seluruh rakyat tidak akan diserahkan kepada para kapital. Sumber Daya Alam akan dikelola negara dengan seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk memenuhi berbagai kebutuhan rakyat.

Negara hanya akan memberlakukan pajak ketika kas negara kosong, namun disaat yang sama negara memerlukan dana untuk keperluan darurat seperti biaya perang. Negara akan memungut pajak kepada rakyat yang mampu dengan batas tempo waktu tertentu hingga negara mendapatkan dana yang dibutuhkan.

Islam memiliki sistem perekonomian yang terbaik serta berhasil menghadirkan kesejahteraan ditengah rakyat. Seperti pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam waktu Hanya dalam waktu 2 tahun 135 hari beliau berhasil melakukan reformasi besar-besaran yang berujung pada kemajuan ekonomi (tidak ada Penerima zakat) kedigdayaan militer (muslimin sampai ke Perancis) dan keadilan sosial. [nb]

Leave a Reply

Your email address will not be published.