Breaking News

Komersialisasi Kesehatan di Atas Kesempitan Rakyat

Spread the love

Oleh : NS. Rahayu

(Pemerhati Sosial)

#MuslimahTimes — Sudah jatuh tertimpa tangga. Pepatah ini sangat pas menggambarkan kondisi rakyat saat pandemi covid 19. Bagaimana tidak? Rakyat diminta berdamai dengan wabah mematikan corona dan harus berjuang sendiri mempertaruhkan nyawa demi sesuap nasi untuk dirinya dan keluarganya hanya dengan anjuran mengikuti protokol kesehatan. Ironis sekali.

Protokol kesehatan dalam kebijakan new normal life yang dianjurkan secara sistemik ini menuai implikasi di tengah masyarakat. Jika hanya penggunaan masker dan jaga kebersihan diri masih ditaati.  Tapi di masa transisi new normal dimana kebijakan negara sudah membuka akses perekonomian bak kondisi tanpa corona justru menyengsarakan.

Kehidupan masa transisi ini menjadi kehidupan yang justru upnormal. Kebingungan melanda semua orang, baik para penguasa dan jajarannya, para pengusaha dan lebih bingung adalah rakyat. Merekalah korban real kebijakan yang ngawur tanpa memperhatikan keselamatan rakyat. Bahkan menjadi korban komersialisasi kesehatan atas covid 19.

Rakyat menanggung beban mandiri

 

Prasyarat sehat itu harus memiliki bukti bebas corona dan tidak gratisan. Beratnya pemeriksaan medis dibebankan pada rakyat sehingga ragam protes dan keluhan dilontarkan atas kebijakan tak manusiawi ini.

Dilansir oleh detik.com (18/6/20)  – Ratusan sopir logistik yang akan menyeberang ke Bali manggelar protes di Terminal Sritanjung, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi memprotes kebijakan ketentuan kelengkapan berupa rapid test yang dirasa sangat mahal. Mereka keberatan dengan kebijakan ini karena biaya angkut yang sudah tinggi jika ditambah biaya rapid test yang hanya berlaku tiga hari. Sehingga untuk bolak-balik perjalanan akan menghabiskan uang untuk rapid test, sementara mereka bekerja untuk membiayai keluarga.

Tidak hanya itu, komersialisasi kesehatan dengan tes corona ini juga banyak dikeluhkan oleh  para sopir, orang yang mau kerja, para orang tua santri  dan masyarakat terutama bagi yang berkepentingan bepergian, baik dengan fasilitas udara, laut dan darat.

Karena ketentuan kebijakan new normal  adalah keterangan medis negatif corona sebagai prasyaratnya. Sehingga harus melakukan tes mandiri yang mahal. Dari kisaran Rp400 ribu hingga sampai tarif Rp6,5 juta. Tergantung alat dan waktu yang digunakan. Fantastikkan nilai komersialisasinya. Sementara hasil tes hanya berlaku untuk 3 sampai 7 hari.

Rakyat kecewa terhadap kebijakan tersebut bahkan ada yang batal melalukan perjalanan karena minimnya uang yang dimiliki sehingga tidak dilayani.

Dalam video yang ditayangkan Banjarmasin.tribunnews.com (21/6/20) penumpang kapal nampak kesal karena, semua penumpang dari sampit ke surabaya wajib menyertakan surat keterangan sehat negatif covid dengan biaya Rp450 ribu dimana biayanya lebih tinggi dari harga  tiket Rp250 ribu.

Hal ini mendapatkan kritik  dari Anggota DPR periode 2014-2019, Bambang Haryo Soekartono mengatakan, selain membebani biaya dan menyita waktu, juga tidak menjamin penumpang  bebas dari Covid-19 saat menggunakan sarana dan prasarana transportasi. Karena sebelum menggunakan transportasi pesawat dan kapal laut, mereka harus melewati transportasi lanjutan. (today.line.me, 16/6/20)

Kesehatan ala kapitalisme ambyar

Di tengah wabah yang makin meningkat saat  masa transisi new normal ini aroma kapitalisme tercium, ada pihak-pihak yang menggunakan kesempatan di tengah kesempitan rakyat, wajar jika dikatakan sistem kapitalis sekuler sangat tidak manusiawi.

Rakyat yang tengah menantikan uluran tangan negara sebagai penanggung jawab urusan rakyat justru nampak abai. Membiarkan komersialisasi kesehatan ini terus berjalan hingga saat ini. Hal ini justru menunjukkan buruknya sistem layanan kesehatan di tengah masyarakat.

Di sisi lain rakyat yang seharusnya mendapat layanan kesehatan dengan baik, cepat dan tidak ribet di Rumah Sakit Umum justru harus membiayai sendiri kesehatannya melalui BPJS. Tapi wabah tidak di-cover pembiayaannya oleh BPJS sendiri. Sehingga bertambah ambyar  sistem kesehatan ala kapitalis.

Tidak bisa dipungkiri bahwa tegaknya sistem kapitalisme yang diterapkan di negara adalah materi (kapital) itu sendiri sehingga standar kapitalis sangat dominan. Dan menempatkan negara sebagai regulator, bukan penanggung jawab (raa’in). Regulator bagi siapa? Jelas pemilik kepentingan (para kapitalis).

Tanggung jawab kepemimpinan

Berbeda dengan sistem Islam telah diterapkan selama 13 abad lamanya. Yang menganggap kepemimpinan dan rakyat sebagai amanah yang harus dijalankan sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT. Sebagai bentuk tanggung jawabnya.

Rasul Saw bersabda : “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)

Pemenuhan kebutuhan dasar rakyat dipenuhi oleh negara ketersediaannya secara gratis. Kalaupun diperlukan biaya maka akan disediakan dengan harga murah yang terjangkau rakyat. Termasuk kesehatan yang digratiskan semuanya, baik dari pelayanan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilatasinya. Hal itu disediakan bagi warganegara khilafah, baik muslim dan non muslim.

 

Karena prinsip Islam dalam pelayanan publik itu untuk memudahkan, memberi akses yang cepat dan ditangani oleh para ahli di bidang masing-masing, termasuk urusan kesehatan. Negara wajib menghilangkan kesulitan bagi warganegara semata demi menjaga kemaslahatan dan mencegah dari kemudharatan yang timbul di tengah kehidupan sosial. Wallahu’alam bishawab

Leave a Reply

Your email address will not be published.