Breaking News

Lido City: Pengusaha Lebih Istimewa Dibanding Rakyat Biasa??

Spread the love
Oleh. Diyaa Aaisyah Salmaa
(Mahasiswi MM UMY)
#muslimahTimes — “Kapitalisme mengubah negara ideal yang berorientasi pada rakyat, menjadi perusahaan bisnis yang berorientasi keuntungan. Di dalamnya terdapat undang-undang yang lebih memihak pengusaha sebagai pemilik modal daripada rakyat negara itu sendiri.” (Penulis)
//MNC Lido City Kini Berstatus KEK//
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menetapkan MNC Lido City di Kabupaten Bogor, Jawa Barat menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Kawasan itu didirikan PT MNC Land Lido, anak usaha PT MNC Land Tbk milik pengusaha Hary Tanoesoedibjo dengan luas mencapai 3.000 hektare (ha). Kawasan tersebut akan dibangun dengan taraf world-class entertainment hospitality. 
Resminya penetapan KEK MNC Lido City ditandai dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP)  Nomor 69 Tahun 2021 pada 16 Juni 2021. Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo mengonfirmasi penerbitan PP tersebut, meski belum diunggah ke situs kementerian.
Hary Tanoesoedibjo selaku pemilik MNC Group langsung menyambut baik penerbitan PP KEK MNC Lido City dari Jokowi. Sebab, aturan itu menjadi landasan hukum untuk pengembangan kawasan dan pemberian insentif kepada investor dan pelaku usaha di MNC Lido City.
//Banjir Insentif//
“Dengan terbitnya PP tentang KEK Pariwisata Lido ini, secara praktis seluruh investor dan pelaku usaha di dalam KEK MNC Lido City sudah dapat  menikmati insentif yang melekat pada kawasan ekonomi khusus,” kata Hary melalui unggahan di Instagram pribadinya.
Hary menjabarkan rincian insentif yang bisa dinikmati investor dan pelaku usaha di KEK MNC Lido City dari pemerintah, yaitu insentif pajak berupa pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak penghasilan (PPh) Badan, cukai, hingga bea masuk impor.
“Serta berbagai keuntungan bagi investor terkait lalu lintas barang, ketenagakerjaan, keimigrasian, pertanahan dan tata ruang, perizinan berusaha, dan/atau fasilitas serta kemudahan lainnya,” terangnya.
//Pengusaha Lebih Istimewa//
Dengan ditekennya PP Nomor 69 Tahun 2021 pada 16 Juni 2021 kemarin, pemerintah secara resmi memberikan status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) terhadap MNC Lido City. Dengan adanya peraturan tersebut, investor dan pelaku usaha MNC Lido City mendapatkan banyak keuntungan berupa insentif yang melekat pada KEK.
Kebijakan ini diharapkan mampu mendorong penyerapan tenaga kerja dan investasi asing guna meningkatkan ekonomi. Namun, megaproyek tersebut dikhawatirkan hanya akan memperbesar ketimpangan ekonomi karena ketidaktepatan dalam penyerapan tenaga kerja. Perlu digarisbawahi, proyek MNC Lido City adalah proyek dengan taraf dunia, dan minimal persyaratan tenaga kerja yang dibutuhkan adalah kemampuan berbahasa asing dan skills yang sebanding untuk pelayanan kelas dunia. Hal ini akan lebih merugikan masyarakat pribumi sekitar yang harus menghadapi kompetisi tak sebanding dengan tenaga kerja asing.
Ini bukan kali pertama negara memberikan “kelonggaran” bagi pengusaha. Jika ditilik, banyak sekali aturan yang condong pada pemilik modal, seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Peraturan-peraturan tersebut memiliki pengaruh positif bagi pelaku usaha, namun tidak bagi rakyat. Dalam hal ini rakyat seringkali menjadi pihak yang merugi.
Jika dianalisis, aturan yang lebih condong ke pengusaha merupakan hasil dari kekurangtepatan negara dalam memilih paragdigma pembangunan. Dalam paradigma sistem kapitalisme, negara memfokuskan pembangunan pada kaum elit pemilik modal besar guna menjaga keberlangsungan ekonomi dengan metode hutang dan investasi. Namun pada realitanya tak demikian, paradigma ini justru merusak kestabilan negara dalam mengurusi permasalahan rakyat. Pembuatan kebijakan yang idealnya fokus demi kemaslahatan rakyat berubah orientasi menjadi fokus keuntungan layaknya perusahaan bisnis dan memberikan keistimewaan lebih pada kelompok pengusaha besar. Sehingga tepatlah dikatakan bahwa akar permasalahan negeri ini berasal dari sistem kapitalisme yang diterapkan di tengah kehidupan bernegara.
//Berkaca dari Paradigma Pembangunan Islam//
Dalam Islam, paradigma pembangunan ekonomi ditujukan untuk kemaslahatan umat dengan metode yang mengefektifkan dan mengefisiensikan pengelolaan kekayaan negara melalui Baitul Mal, bukan melalui metode utang dan hutan apalagi pajak.
Dalam kegemilangan peradaban Islam, pembangunan ekonomi tertata sangat rapih dengan mengandalkan kemandirian negara dalam mengelola sumber daya alam maupun sumber lainnya. Kekayaan alam yang melimpah diakomodasikan untuk pembangunan infrastruktur sehingga jauh dari hutang. Tatkala infrastruktur dibangun dengan baik dan dapat dinikmati oleh rakyat tanpa pembebanan biaya, maka daerah-daerah tersebut menjadi daerah yang hidup dan memiliki sirkulasi ekonomi yang aktif.
Hal seperti ini juga terjadi dalam masa kepemimpinan Umar bin Khaththab, salah satunya, beliau memerintahkan agar sungai (menghubungkan Mesir dan Hijaz) yang telah ditutup tanah oleh Romawi digali agar aliran sungai mengalir kembali agar menghidupkan kembali ekonomi daerah disepanjang sungai tersebut. Begitulah Islam memanajemen pengurusan negara terhadap rakyat dalam hal pembangunan ekonomi.