Breaking News

Sistem Salah Tak Lahirkan Pengaturan yang Amanah

Spread the love

Oleh. Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)

 

Muslimahtimes.com — Aroma mewangi Ramadan kian terasa. Bahagia pun menerpa. Namun, tak demikian dengan kondisi harga di lapangan. Terutama bahan sembako, seperti minyak goreng, gula, tepung, telur, kedelai beserta para sahabatnya. Ditambah kenaikan harga gas LPG dan BBM yang kian memberatkan. Rakyat pun makin kesusahan. Nyata, kehidupan kian hari kian tak jelas arah.

Kenaikan harga dianggap lumrah saat momen tertentu menjelang, seperti bulan Ramadan, Hari Raya, hingga Tahun Baru. Patutkah rakyat pasrah?

Nasib rakyat kian suram. Ditambah ruwetnya penyediaan lapangan pekerjaan yang terus menyulitkan rakyat. Belum lagi jika menilik dari segi yang lain. Kesehatan misalnya. Pandemi yang belum benar-benar tuntas pun menciptakan dilema tersendiri bagi rakyat.

Salah satu komoditas yang tengah jadi sorotan saat ini adalah minyak goreng. Kekalutan warga menghadapi buruknya distribusi dan maraknya penimbunan minyak goreng demi keuntungan yang lebih besar, menimbulkan tekanan tersendiri dalam “napas” rakyat. Disusul harga gas non subsidi yang naik, siap-siap juga gas melon (bersubsidi) menyusul naik (laman instagram @bogor.terkini, 3/3/2022). Penyesuaian harga ini adalah repons dari naiknya harga minyak dan gas dunia. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah, mengungkapkan segala kenaikan komoditas ini membuat masyarakat semakin tertekan. Tak hanya krisis kesehatan karena pandemi. Namun juga, krisis ekonomi akibat meningkatnya harga komoditas kebutuhan rakyat.

Dalam sistem kapitalis sekuler, trend kenaikan seperti ini lazim terjadi. Inilah salah satu bentuk gagalnya sistem ekonomi kapitalis. Gagal dalam menjaga stabilitas harga. Bahkan berbagai langkah yang direkomendasikan pun tak efektif menuntaskan masalah.

Ustazah Nida Sa’adah, SE, M.E.I, Ak., Pakar Ekonomi Islam, mengungkapkan bahwa fenomena gempuran harga pada sistem ekonomi kapitalis ini wajar terjadi. Tak hanya di Indonesia. Namun juga, hampir di seluruh negeri-negeri di dunia (kabar.muslimahnews.net, 5/3/2022). Mengapa? Ustzah Nida melanjutkan bahwa penyebab utama ketakstabilan harga di pasar adalah adanya kendali pihak-pihak tertentu, baik itu berbentuk monopolistik (dikuasai oleh satu pihak tertentu) atau oligopolistik (pasar yang dikendalikan beberapa pihak). Sehingga menimbulkan keadaan pasar yang tak sempurna dalam membentuk penawaran dan permintaan. Akibatnya harga tak stabil. Sehingga sangat wajar jika distribusi barang tak merata. Meskipun barangnya ada, harganya luar biasa. Karena permainan para “pemain pasar” yang curang. Ditambah rendahnya pengawasan negara di lapangan. Negara seolah-olah “angkat tangan”.

Namun, hal tersebut tak terjadi dalam sistem peradaban Islam. Sistem yang menggunakan regulasi berdasarkan syariat Islam kaffah. Sistem Islam menjaga stabilnya jumlah penawaran dan permintaan di pasar. Selain itu, aturan Islam juga melarang adanya penimbunan komoditas tertentu. Pengawasan negara pun dilakukan sangat ketat. Tujuannya hanya satu, yaitu terselenggaranya pemerataan distribusi barang-barang kebutuhan umat.

Pada masa Khilafah Abu Bakar As Shiddiq ra., Abu Bakar berusaha meningkatkan kesejahteraan umatnya dengan melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktekkan oleh Rasulullah . Beliau sangat teliti dalam perhitungan zakat. Dalam hal ini Abu bakar pernah berkata kepada Anas, “Jika seseorang wajib membayarkan zakat berupa seekor unta yang berumur 1 tahun, namun ternyata ia tidak memiliki unta yang berumur 1 tahun melainkan yang ia punya ialah yang berumur 2 tahun. Maka ia diperbolehkan membayar zakat dengan unta yang berumur 2 tahun kemudian kelebihan dari zakatnya akan dikembalikan dengan perhitungan yang senilai.”

Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai hasil dari pendapatan negara yang disimpan di Baitul Mal, yang dapat membantu kaum Muslimin di masa yang akan datang. Seluruh hasil pendapatan dari Baitul Mal langsung didistribusikan seluruhnya untuk kaum muslimin tanpa tersisa sedikit pun. Alhasil, kesejahteraan pun merata ke seluruh negeri. Karena amanahnya kepengurusan harta rakyat.

Lantas, masihkah kita percaya dengan sistem yang gagal ini? Tentu kita harus sesegera mungkin beralih sistem. Berhijrah menuju satu-satunya sistem shahih. Sistem Islam, dalam wadah Khilafah manhaj an Nubuwwah, yang sempurna memelihara urusan umat. Sempurna regulasi serta pengaplikasiannya. Karena dengan sistem Khilafah yang amanah, stabilitas harga dapat terjaga karena pengurusan harta yang mengutamakan kesejahteraan umat.

Wallahu a’lam bisshowwab.