Breaking News

Surga yang Memudar dari Telapak Kaki Ibu

Spread the love

Oleh. Rifka Fauziah Arman, A.Md.Farm
(Tenaga Teknis Kefarmasian dan Pendidik)

Muslimahtimes– “Surga di bawah Telapak Kaki Ibu.” sebutan ini sepertinya sudah tidak berarti lagi bagi seorang pemudi yang kemarin viral karena melaporkan ibunya sendiri ke polisi setempat. Diberitakan Tribunnews.com (10/01), seorang mahasiswi Jakarta melaporkan ibunya sendiri ke polisi Demak karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan ibunya terhadap dirinya. Seperti yang viral di sosial media alasannya karena membuang baju anaknya. Padahal bukan karena itu. Ayahnya menceritakan bahwa ia dan istrinya baru saja bercerai setelah konflik dari bulan April 2020 tentang perselingkuhan ibunya.

Ia menjelaskan anaknya beserta adiknya melihat dengan mata kepala mereka sendiri tentang perselingkuhan ibunya di rumah mereka, bahkan ia sebagai suaminya sendiri pun melihatnya sendiri. Setelah itu mereka memutuskan untuk bercerai dan mahasiswi tersebut pergi dari rumah mengikuti ayahnya. Kemudian anak tersebut datang ke rumah ibunya untuk mengambil pakaiannya, maka terjadilah percekcokan tersebut hingga melukai anak tersebut. Kemudian ia melaporkan ke polisi atas perlakuan ibunya. Kemudian berita ini viral hingga anak tersebut membuat video klarifikasi dengan menyatakan memaafkan ibunya tetapi tidak akan mencabut laporannya.

Hingga akhirnya baru saja kemarin anak tersebut berdamai dengan ibunya dan mencabut laporannya. Pertemuan tersebut dilaksanakan dan dipandu oleh anggota DPR hingga memberikan beasiswa kuliah gratis dan hadian umroh untuk mendamaikan mereka.

Pada bulan Juni 2020 lalu juga ada kasus serupa, hanya karena motor seorang anak melaporkan ibunya. Kronologisnya berawal dari harta warisan dari peninggalan ayahnya yang dijual oleh anak seharga 200 juta kemudian ia memberikan 15 juta kepada ibunya. Lalu ibunya membelanjakan uang tersebut untuk membeli motor dan dipakai ia dengan saudaranya (Tribunnews.com 20/06/2020).

Bahkan saat ia melaporkan kejadian tersebut, polisi setempat menolak laporannya dan meminta untuk menyelesaikan masalahnya secara kekeluargaan. Hingga polisi tersebut mengungkapkan kepada anaknya, jika hanya karena motor saja ia memenjarakan ibunya berarti harga dirinya hanya seharga motor tersebut.

Sungguh miris. Di zaman modern ini menjadi mudah sekali memenjarakan seseorang bahkan orangtua sendiri. Ini baru beberapa kasus saja, padahal sudah banyak sekali kasus yang terjadi tentang anak yang melaporkan ibu atau ayahnya sendiri ke polisi dengan kebanyakan kasus adalah harta warisan, kekerasan dalam rumah tangga hingga pelecehan seksual. Entah kemana hubungan kasih sayang yang harusnya sudah terjalin sejak lahir antara anak dengan ibunya?

Ibu yang sudah mengandung anaknya selama 9 bulan 10 hari, menyusuinya minimal 6 bulan, mengasuhnya dengan kasih sayang dan menyekolahkan hingga dewasa kemudian diperlakukan seperti layaknya napi yang berbuat kejahatan. Hubungan dan ikatan yang harusnya sudah terjalin sangat erat dari dalam rahim memudar begitu saja. Semuanya dipandang hanya berupa materi yang tidak begitu berarti dalam kehidupan.

Seorang ibu rela mengorbankan nyawa dan apa saja yang ia punya demi anaknya. Namun mengapa itu bisa terjadi? Bukankah seharusnya ibu menjadi madrasatul ula hingga bisa membentuk anak yang terbaik dan berpegang teguh dalam syariat? Inilah dampak dari kurangnya nilai Islam dalam kehidupan dan kurangnya peran pemerintah dalam membentuk kepribadian unggul generasi.

Nilai liberal maupun sekuler lahbyang menjadi panutan bagi anak-anak dan orangtua saat ini. Saat anak mulai besar mereka diajarkan untuk mencari uang sebanyak-banyaknya bukan menyibukkan diri dengan amar makruf nahi munkar. Sehingga saat anak mulai dewasa pun mencontoh apa yang dilakukan orangtuanya dan menjadikan materi sebagai alasan untuk melaporkan ibunya dan menghasilkan banyak sekali anak-anak generasi”durhaka” karena melihat untung rugi dalam kehidupannya.

Negara sebagai faktor dalam membentuk keluarga islami, dimulai dari sebelum menikah dengan membentuk setiap pribadi menjadi seorang dengan kepeibadian Islam (sakhsiyah Islam) hingga menjadikan pernikahan sebagai jalan ibadah bukan dengan niat lain. Sehingga akan melahirkan keluarga-keluarga ideologis yang kokoh dan menerapkan syariat sebagai standar dan tidak akan terjadi kasus-kasus seperti di atas.

Islam mengatur berbagai hubungan antar diri sendiri, dengan orang lain maupun dengan Allah Swt. Maka saat pembentukkan keluarga pun menjadi kokoh karena Islam menjadi sumber utamanya. Hal ini bisa terjadi jika negara mampu menerapkan Islam dalam semua sisi kehidupan rakyatnya baik dalam segi perpolitikan, pendidikan hingga dalam keluarga. Karena Islam adalah sebuah ideologi yang sempurna dari Allah Swt yang telah membuat aturan lengkap untuk seluruh kehidupan manusia dan seisinya. Hingga tidak lagi menghasilkan generasi-generasi “durhaka”.