Breaking News

Apa Kabar, Corona?

Spread the love

Oleh : Sunarti

#MuslimahTimes — Penyebaran virus Covid-19 belum berhenti hingga hari ini. Angka yang menunjukkan penduduk terpapar dan angka kematian semakin bertambah. Demikian pula dengan penyebaran di berbagai wilayah. Bak air bah yang tidak bisa dibendung kehadirannya.

Sungguh miris jika sudah selama ini, pihak-pihak pembuat kebijakan belum bisa menghentikan paparan wabah ini dengan aturan yang cepat, tepat dan benar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh para ahli (medis dan paramedis) dan masyarakat luas.

“Jika kusut diujung, lari kepangkal,” artinya segala persoalan dicari sebabnya dari awal mula atau penyebab utama dari persoalan tersebut.

Begitu kata yang bisa mewakili kondisi pandemi di negeri ini. Virus ‘pintar’ satu ini telah menyebar di hampir seluruh belahan Bumi Pertiwi. Tiap-tiap daerah, tak luput dari incaran Covid-19. Dari kalangan tenaga kesehatan, hingga rakyat

Karena aktivitas sosial yang membutuhkan interaksi secara langsung tidak bisa dihindari, maka tak heran jika angka setiap hari juga belum menurun. Apabila salah satu daerah dinyatakan telah menjadi hijau, sayangnya daerah lain yang menyusul menjadi merah. Begitu seterusnya.

Ambil contoh saja di Jawa Timur. Sebagaimana dilaporkan Derik.com, meningkatnya kasus COVID-19 di Jatim menjadikan sejumlah daerah berubah status zona. Daerah yang sebelumnya berstatus zona oranye berubah menjadi zona merah.

“Zona merah di Jatim baru saja ter-update dari pusat. Ada empat kabupaten/kota saat ini yang berstatus zona merah,” ujar Juru Bicara Satgas COVID-19 Jatim, dr Makhyan Jibril saat dikonfirmasi detikcom, Rabu (2/12/2020).

Harapan ekonomi tetap berjalan adalah pilihan pemerintah. Sehingga pemerintah memperoleh pendapatan dari sektor ekonomi riil. Dalam sektor kecil pemerintah mendapatkan retribusi dari pedagang PKL. Sedangkan dalam sektor besar pemerintah mendapatkan pajak dari pabrik-pabrik yang telah beroperasi. Harapannya PHK bisa ditekan, masyarakat pegang uang, tingkat konsumsi akan kembali membaik.

Memang dampak covid19 terhadap ekonomi ini sangat mengerikan. Bayang-bayang resesi didepan mata. Kebijakan pemerintah kalang kabut bisa memperparah kondisi perekonomian. Khususnya nasib pangan masyarakat kelas bawah. Yang bisa lebih parah pada nasib rakyat terkatung-katung, antara hidup dan mati.

Tampak, betapa pemerintah gagap menghadapi pandemi. Mengakibatkan masyarakat jelata terlunta-lunta dalam derita pandemi, secara psikologis dan maupun secara kasat mata. Tarik ulur penanganan pandemi, mengakibatkan korban makin hari makin bertambah banyak, mati dengan terpapar virus, mati dengan kelaparan, hingga mati bunuh diri karena depresi berat.

Sebuah keharusan keputusan pemerintah yang cepat dan tepat yang merupakan kunci keselamatan rakyat.

Sejatinya, jika tidak hanya mengutamakan kepentingan ekonomi saja, virus ini bisa ‘disekap’ dengan cepat dan tepat. Caranya dengan karantina per wilayah. Sementara, urusan ekonomi, wilayah/daerah mencukupi kebutuhan masing-masing.

Covid-19 perlu dipisahkan dari inangnya. Untuk memisahkan butuh kebijakan yang terpadu antara pemerintah (pusat dan daerah) serta masyarakat secara luas.

Kebijakan selama ini yang tidak menyelesaikan persoalan justru menjadi bukti betapa kejamnya sistem kapitalisme yang diterapkan. Sistem yang berstandar pada keutamaan materi daripada keselamatan telah sekian banyak merugikan manusia. Dengan mengatasnamakan ekonomi, justru menumbalkan nyawa rakyat. Hal ini sangat bertolak belakang dengan Islam. Islam mempunyai aturan yang komplit.

Sesungguhnya adanya pandemi adalah sunnatullah, bahwa Allah berkehendak mempergilirkan kondisi manusia. Bedanya adalah khilafah sebagai suatu imperium besar mampu mengatasi pandemi dan krisis ekonomi dengan solusi komprehensif dan tuntas pula.

Sistem Islam mengajarkan karantina wilayah. Semua akses keluar masuk daerah terkontaminasi (klaster penyebaran) wabah ditutup. Sementara, kebutuhan pokok tetap tercukupi kebutuhan pangan dan penanganan kesehatan daerah terkena wabah.

Kebutuhan pokok disuplai oleh pemerintah dari wilayah sekitarnya dengan protokol kesehatan yang ketat. Kontak dengan para penyuplai diupayakan dengan seseteril mungkin. Agar tidak terjadi klaster baru dari para petugas ini.

Demikian pula untuk obat-obatan yang dibutuhkan. Selama rakyat yang terjangkit tanpa gejala, mereka isolasi mandiri di daerahnya dengan suplai obat-obatan sebagai penguat imun tubuhnya.

Untuk yang telah menunjukkan gejala, diisolasi sesuai protap pelaksanaan pasien Covid-19. Rumah sakit atau klinik atau tempat-tempat yang telah ditunjuk sebagai ruang isolasi dan pengobatan.

Untuk warga yang sakit, diberikan pengobatan secara gratis dari pemerintah. Rumah sakit, sarana dan prasarananya termasuk isolasi dan peralatan yang dibutuhkan (seperti ventilator) disediakan oleh negara. Sementara bagian warga yang menjadi ahli dalam bidang penelitian obat-obatan dan penyakit, melakukan penelitian untuk ditemukannya vaksin dan obat-obatan.

Tenaga kesehatan juga menjadi perhatian utama bagi pemerintah. Tenaga yang beradadi garda terdepan ini difasilitasi APD (alat pelindung diri) yang aman secara cuma-cuma. Kebutuhan pokok dirinya dan keluarga dipenuhi juga secara cuma-cuma. Termasuk bahan makanan pokok untuk daya tahan tubuhnya. Isolasi mandiri oleh tenaga kesehatan dengan keluarga juga disediakan fasilitasnya oleh negara.

Dengan solusi ini, masyarakat di daerah lain yang tidak terdampak, bisa tetap melakukan aktivitas secara normal.

Demikianlah gambaran sikap tanggap pemerintah menghadapi pandemi. Sehingga tidak ada penghentian roda perekonomian mendadak.

Contoh-contoh suplai kebutuhan pokok rakyat ketika terjadi wabah misalnya saja pada masa kekhilafahan Harun Al Rasyid, surplus APBN pada baitul maal digunakan sebagai pemasok kebutuhan di saat karantina wilayah.

Demikian pula Khalifah Umar bin Khattab langsung bertindak cepat ketika melihat kondisi keuangan Baitul Mal tidak mencukupi penanggulangan krisis. Khalifah Umar segera mengirim surat kepada para gubernurnya di berbagai daerah kaya untuk meminta bantuan. Gubernur Mesir, Amru bin al-Ash mengirim 1000 unta yang membawa tepung melalui jalan darat danĀ  20 perahu yang membawa tepung dan minyak melalui jalur laut. Serta, mengirimĀ  5000 pakaian kepada Khalifah Umar. Bantuan masyarakat Mesir tersebut, digambarkan ujung kepala bantuan berada di Madinah, sedangkan ekornya berada di Mesir.

Semua kondisi ini bisa dilaksanakan ketika sistem ekonomi Islam sebagai salah satu pilar penyangga negara diterapkan secara total dalam bentuk institusi negara. Sistem ekonomi Islam dengan mata uang berstandar emas dan perak, dengan peniadaan sektor non riil secara total.

Islam memiliki cara yang ampuh dalam mengatasi pandemi. Dalam sistem sekulerime seperti saat sekarang, bagai ‘menegakkan benang basah’ jika berharap solusi yang solutif dalam mengatasi pandemi. Saatnya umat berpikir bahwa hanya Allah yang memiliki sistem sempurna dan paripurna.

Wallahu alam bisawab

Leave a Reply

Your email address will not be published.