Breaking News

Kekerasan Anak Semakin Gawat, Butuh Solusi Tepat

Spread the love

Oleh: Nurul Aqidah

(Muslimah Ideologis, Bogor)

MuslimahTimes.com – Pandemi Covid-19 hampir membuat segala kegiatan di luar rumah menjadi dibatasi dengan adanya aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Semua orang dianjurkan untuk menghabiskan waktu lebih banyak di rumah, baik bekerja atau sekolah. Aturan tersebut berdampak signifikan pada semua pihak, termasuk pada anak dan orang tua, khususnya ibu.
Peran ibu menjadi semakin bertambah, terlebih bagi para ibu pekerja. Selain harus mengerjakan pekerjaan kantor di rumah, mereka pun harus mendampingi anak-anak melakukan pembelajaran jarak jauh atau PJJ. Tak ayal, kelelahan luar biasa sering dialami para ibu. Selain lelah fisik mereka pun didera lelah mental, dan emosional. Hal tersebut terkadang memicu kekerasan terhadap anak.

Penyebab Terjadinya Kekerasan Anak

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut kekerasan terhadap anak salah satunya akibat beratnya beban ibu saat pandemi Covid-19. Hal itu diketahui setelah KPAI melakukan survei secara terpisah kepada anak dan orang tua. Survei ini memiliki responden orang tua perempuan lebih besar yaitu 74,4 persen dan laki-laki 25,6 persen. Dalam survei secara online mulai 8-14 Juni 2020 melibatkan 25.146 anak dan 14.169 orang tua tersebar di 34 provinsi Indonesia. Berdasarkan hasil survei kepada anak, pengasuhan dominan dilakukan oleh ibu. Namun saat mendapatkan pengasuhan, anak mengaku kerap kali mengalami kekerasan fisik dari kedua orang tuanya.

Seperti dicubit (39,8%), dijewer (19,5%), dipukul (10,6%), ditarik (7,7%). Anak menyebut pelaku kekerasan fisik yaitu ibu sebanyak 60,4 persen, kakak atau adik 36,5 persen, dan ayah 27,4 persen. Selain fisik, kekerasan psikis juga sering diterima oleh anak. Seperti dimarahi (56%), dibandingkan dengan anak yang lain (34%), dibentak (23%), dan dipelototin (13%). Berdasarkan pengakuan sang anak, sebanyak 79 persen ibu melakukan kekerasan psikis, ayah 42 persen, dan kakak atau adik 20,4 persen (tirto.id, 23/07/2020).

Dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB University Yulina Eva Riany mengatakan kekerasan terhadap anak meningkat selama pandemi Covid-19 karena rasa bosan, jenuh dan penat akibat aktivitas yang lebih banyak harus dilakukan di rumah. Dia juga mengatakan perubahan kondisi finansial keluarga akibat pandemi Covid-19 akan semakin memperburuk tekanan psikologi pada keluarga yang dapat berdampak fatal pada anak. Anak menjadi korban ledakan emosi orang tua sebagai pihak terdekat dan kecil kemungkinannya melakukan perlawanan balik (Republika.co.id, 19/10/2020).

Sungguh miris melihat kenyataan di atas, ibu yang seharusnya menjadi kunci penting pertahanan keluarga, justru menjadi pelaku tindak kekerasan. Secara tidak langsung pandemi memang menyebabkan berbagai tekanan kepada para ibu. PJJ mengharuskan para ibu untuk mendampingi anaknya belajar di rumah. Padahal banyak dari para ibu yang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang cukup. Ada pula suami yang harus kena imbas pemutusan hubungan kerja, akibatnya mengharuskan para ibu untuk turut mencari nafkah. Tak dapat dipungkiri, semua hal itu bisa memicu terjadinya kekerasan terhadap anak. Oleh karenanya, faktor kesulitan ekonomi serta sulitnya beradaptasi dengan sistem pendidikan selama pandemi harus segera diatasi.

Namun sesungguhnya, terdapat hal lain yang patut diperhatikan yaitu keterlibatan negara dalam menyelesaikan pandemi. Sebab, hingga kini pandemi Covid-19 semakin meluas dan memakan korban yang semakin banyak. Negara seolah tidak sigap dalam penanganannya. Berbagai kebijakan yang cenderung mengutamakan kepentingan ekonomi lebih dipilih daripada keselamatan rakyat. Padahal, jika saja sejak awal negara fokus dalam penyelesaian pandemi Covid-19, tentu tidak akan separah seperti sekarang ini. Selama pandemi belum berakhir, tentu akan tetap berimbas pada perekonomian dan pendidikan. Lalu bagaimana agar kekerasan anak tidak semakin meningkat selama pandemi masih terjadi?

Solusi Islam

Pertama, Islam memandang sangat pentingnya penanganan wabah terlebih dahulu. Solusi pertama saat terjadi wabah adalah karantina daerah wabah, sehingga penanganan pandemi akan lebih mudah diselesaikan. Wabah hanya berkutat pada satu daerah dan tidak akan menyebar ke daerah lain. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah saw., yang artinya, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat, maka janganlah memasukinya, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu ada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bersamaan dengan karantina daerah yang terkena wabah, negara wajib menjamin seluruh kebutuhan pokok masyarakat tetap tercukupi. Negara atau penguasa tidak boleh membiarkan masyarakat menantang bahaya hanya karena alasan ekonomi. Adapun bagi daerah yang tidak terkena wabah, tentu semua aktivitas akan berjalan sebagaimana biasanya, baik itu dari segi ekonomi maupun pendidikan.

Kedua, Islam mengharuskan penanaman akidah Islam pada diri setiap individu melalui pendidikan formal maupun nonformal melalui beragam sarana dan institusi yang dimiliki negara. Islam mewajibkan negara untuk mendorong setiap warganya untuk taat terhadap aturan Allah Swt. Jika ketakwaan individu sudah terbentuk dengan baik, tentunya tidak akan mungkin ada seorang ibu yang tega melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya sendiri. Sebab, anak merupakan bagian dari amanah Allah Swt. yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak.

Seorang ibu adalah ummu warabatul bait dan madrasatul ula bagi anaknya. Sudah menjadi kewajiban untuk mengatur rumah tangga, mengasuh, menjaga, dan mendidik anak-anaknya.

Ketiga, sistem ekonomi Islam mengharuskan negara menyediakan lapangan kerja yang cukup memadai dan layak, serta mendorong para kepala keluarga untuk dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya. Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari Muslim)

Dalam hal ini, negara juga menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat yang mencakup sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Apabila semua terjamin oleh negara, maka beban pemenuhan kebutuhan dasar rakyat berkurang. Sehingga tidak akan ada kesulitan ekonomi yang mampu memicu munculnya kekerasan terhadap anak.

Hanya dengan kembali kepada aturan Islam, maka seluruh permasalahan akan terselesaikan secara tepat, menyeluruh, dan sempurna. Sebab, Islam adalah sebaik-baik aturan yang diturunkan oleh Allah Swt. Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur.

Wallahu’alam bisshawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published.